READ.ID,- Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, memberikan perhatian serius terhadap perubahan ekonomi dan sosial yang akan terjadi seiring dengan dimulainya operasional industri pertambangan di wilayahnya pada awal 2026. Hal itu disampaikannya dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Regional Sulawesi sekaligus pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Gorontalo 2025–2029 di Hotel Aston, Kota Gorontalo, Senin (19/5).
Menurut Gusnar, meskipun pertambangan akan membawa dampak positif dalam bentuk lonjakan ekonomi, terdapat risiko besar terhadap lingkungan hidup dan pergeseran sosial, terutama dalam sektor ketenagakerjaan.
“Saya khawatir, ketika pertambangan mulai beroperasi, masyarakat yang selama ini bekerja di sektor pertanian, seperti jagung dan padi sawah, akan berbondong-bondong beralih ke pertambangan,” kata Gusnar.
Ia mengingatkan agar Gorontalo tidak mengulang pengalaman buruk daerah lain seperti Morowali, Sulawesi Tengah, yang mengalami kerusakan lingkungan akibat ekspansi tambang yang tidak terkendali. Ia menekankan perlunya pengawasan dan mitigasi dampak lingkungan sejak awal.
Di sisi lain, Gubernur juga menyoroti pentingnya hilirisasi pertanian sebagai strategi menjaga keseimbangan ekonomi lokal. Ia mencontohkan bagaimana jagung, sebagai komoditas unggulan Gorontalo, selama ini dikirim keluar daerah dalam bentuk mentah, yang justru memberikan nilai tambah dan pendapatan fiskal ke provinsi lain.
“Jagung yang kami hasilkan justru dikirim ke Sumatera Barat yang memiliki industri pengolahan jagung, sehingga nilai tambah dan fiskal berada di luar Gorontalo,” jelasnya.
Gusnar pun meminta dukungan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri dan Bappenas, untuk mendorong masuknya investasi di sektor hilirisasi pertanian agar perekonomian daerah lebih berkelanjutan.
Isu Dana Bagi Hasil (DBH) juga tidak luput dari sorotannya. Ia meminta adanya transparansi dan kejelasan mekanisme perhitungan DBH, terutama dalam konteks 20 persen hasil produksi pertambangan yang menjadi hak daerah.
“Kami masih mendiskusikan bagaimana pengukuran produksi pertambangan, berapa kilogram emas yang dihasilkan, agar dana bagi hasil 20 persen ini jelas dan dapat diakses secara tepat,” ujar Gusnar.
Ia menutup sambutannya dengan menyerukan sinergi antara pemerintah daerah, pusat, dan pelaku usaha agar pertambangan di Gorontalo tidak menjadi berkah semu, melainkan pijakan untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.*****