READ.ID – SMKN 1 Gorontalo terus mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) melalui berbagai inovasi kegiatan yang dapat menumbuhkan minat baca dan menulis para siswa.
Sejak tahun 2018 yang merupakan tahun pertama pelaksanaan GLS di SMKN 1 Gorontalo, program GLS telah membuahkan hasil dengan diterbitkannya satu buah buku antologi cerpen karya siswa dengan judul “Euforia Senja”.
“Alhamdulillah, buku ini juga telah memiliki International Standard Book Number atau ISBN dari Perpustakaan Nasional,” kata Kepala Perpustakaan SMKN 1 Gorontalo, Linda Nggilu, saat diwawancarai di Perpustakaan SMKN 1 Gorontalo, Kamis (5/9/2019).
Pada tahun 2019 SMKN 1 Gorontalo kembali membuat terobosan dengan menerbitkan majalah sekolah yang berisi kumpulan tulisan para siswa.
Majalah sekolah yang diterbitkan secara berkala persemester tersebut yang juga telah memiliki lisensi International Standard Serial Number (ISSN) yang merupakan nomor pengenal untuk terbitan berkala yang dikeluarkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
“Untuk majalah sekolah pada Desember 2019 nanti akan diterbitkan cetakan kedua yang sudah memiliki ISSN dari LIPI,” ujar Linda.
Program lainnya yang terus dikembangkan melalui GLS di SMKN 1 Gorontalo di antaranya gerakan membaca 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar, pemilihan duta baca dari masing-masing jurusan, program One Student One Book, dan program Jumat Literasi.
“Kami juga memprogramkan minimal satu siswa membaca buku lima judul dalam satu semester sehingga dalam setahun akan ada 10 judul buku yang telah dibaca. Khusus untuk One Student One Book programnya untuk siswa Kelas XII yang telah lulus dan akan meninggalkan sekolah dihimbau untuk menyumbangkan buku ke perpustakaan sekolah,” imbuhnya.
Sementara itu Kepala SMKN 1 Gorontalo Ruslan S. Payu menjelaskan, pelaksanaan GLS di sekolah yang dipimpinnya tersebut merupakan perwujudan dari Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah. Melalui inovasi dan terobosan pelaksanaan GLS, Ruslan berharap kegiatan membaca menjadi budaya para siswanya.
“Seluruh kegiatan GLS itu para siswa yang menjadi pionirnya, guru hanya memfasilitasi saja. Melalui kegiatan itu kita ingin membiasakan para siswa dengan harapan kegiatan membaca menjadi budaya,” tandas Ruslan.