READ.ID – Sejak pagi, Sirkuit Pertamina Mandalika, Lombok, sudah mulai hidup. Pedagang menata dagangan, mulai dari sate, jagung bakar, hingga minuman segar. Anak-anak berlarian di sekitar jalan setapak, mencoba merasakan semangat balap yang akan segera hadir.
Namun, di balik kegembiraan itu, muncul kekhawatiran. MotoGP Indonesia 2025, yang akan digelar pada 3-5 Oktober 2025, terancam sepi penonton. Gelaran ini bertepatan dengan Formula 1 di Singapura, promosi yang dinilai kurang merata, dan harga tiket yang relatif tinggi, membuat sejumlah pihak khawatir apakah jumlah pengunjung bisa mencapai target.
Sejak awal, Mandalika Grand Prix Association (MGPA) menargetkan 121 ribu penonton. Namun, data penjualan tiket per 8 September 2025 menunjukkan progres baru 20–30 persen. Dalam pengalaman penyelenggaraan sebelumnya, lonjakan tiket biasanya terjadi di detik-detik terakhir.
Hingga kini, pembaruan detail penjualan tiket masih belum tersedia. Situasi ini menjadi perhatian serius karena pengunjung tidak hanya menentukan suasana ajang, tetapi juga mempengaruhi dampak ekonomi bagi daerah dan nasional.
Data historis menyebutkan bahwa selama tiga tahun terakhir, penonton lokal dari NTB, Bali, dan sekitarnya menjadi tulang punggung gelaran. Dari total 121 ribu penonton, mayoritas berasal dari wilayah itu. Hal ini menegaskan pentingnya strategi optimalisasi penonton lokal, terutama ketika akses transportasi dari luar daerah terbatas.
Satu pesawat hanya menampung sekitar 200 orang, dan jumlah penerbangan harian terbatas. Artinya, bahkan jika seluruh penerbangan dioptimalkan selama lima hingga tujuh hari gelaran, jumlah penonton dari luar daerah tidak akan melebihi 10.000 orang.
Ketergantungan pada penonton lokal pun semakin nyata. Strategi ini bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan untuk mencapai target kepadatan penonton dan menjaga euforia gelaran tetap hidup.
Tiket dan akomodasi
Harga tiket menjadi faktor utama lainnya. MGPA menyiapkan diskon khusus bagi warga Nusa Tenggara Barat (NTB), termasuk untuk aparatur sipil negara (ASN), agar bisa ikut merasakan atmosfer balap, tanpa terbebani harga reguler. Premium Grandstand A, misalnya, dipangkas dari Rp1.750.000 menjadi Rp875.000. Sementara tiket reguler dipangkas setengah harga. Strategi ini diharapkan meningkatkan partisipasi lokal.
Akomodasi hotel di Mandalika juga menjadi sorotan. Okupansi kawasan Mandalika sudah mencapai 90 persen, sementara di Mataram dan Lombok Barat berada di kisaran 40–50 persen. Harga kamar meningkat tiga hingga empat kali lipat dibanding tarif normal.
Lonjakan ini berpotensi membuat penonton dari luar daerah enggan datang dan menimbulkan persepsi negatif terhadap penyelenggaraan berkelanjutan. Intervensi pemerintah daerah untuk menstabilkan harga menjadi langkah krusial.
Selain itu, jumlah penerbangan yang terbatas mempersempit akses bagi penonton dari luar NTB. Jika maskapai tidak menambah frekuensi penerbangan, peluang hadirnya wisatawan mancanegara atau penonton domestik dari kota besar akan tetap rendah. Hal ini menegaskan bahwa strategi pemanfaatan penonton lokal dan kebijakan harga terjangkau menjadi kunci utama.
Sinergi pemda
Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB mengambil langkah strategis dengan mewajibkan ASN hadir di ajang MotoGP, lengkap dengan harga tiket khusus. Kebijakan ini sekaligus menjadi cara memastikan jumlah penonton tetap stabil.
Diskon serupa juga diberikan untuk warga ber-KTP NTB, yang bisa membeli tiket melalui jaringan resmi seperti ASITA dan ASTINDO, maupun secara langsung di Lombok Epicentrum Mall.
Kolaborasi antara pemerintah daerah, MGPA, dan maskapai penerbangan menjadi penting. Diskon tiket pesawat bagi pemegang tiket MotoGP dan penambahan penerbangan charter bisa memperluas akses penonton dari luar daerah.
Hal ini bukan sekadar langkah praktis, tetapi juga bagian dari strategi untuk menghidupkan gelaran, menstimulasi ekonomi lokal, dan memperkuat citra Mandalika sebagai destinasi internasional.
MotoGP Mandalika bukan hanya soal balapan. Dari sisi ekonomi, gelaran ini diproyeksikan memberikan kontribusi Rp544,4 miliar terhadap produk domestik bruto nasional.
Untuk menumbuhkan dampak ini secara nyata, Pemprov NTB menghadirkan 60 usaha kecil menengah (UKM). Sekitar 80 persen UKM bergerak di bidang kuliner, sementara sisanya menawarkan produk kreatif lainnya.
Keterlibatan UKM tidak hanya menambah daya tarik bagi penonton, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal. Harga makanan yang lebih tinggi selama ajang disesuaikan dengan mekanisme pasar dan kualitas layanan.
Selain itu, regulasi penggunaan gas bersubsidi diperhatikan untuk menjaga standar internasional. Sinergi ini menunjukkan bahwa MotoGP Mandalika dapat menjadi ajang edukasi ekonomi, sekaligus mendorong masyarakat menghargai potensi lokal.
Strategi kebijakan
Berdasarkan kondisi saat ini, beberapa hal perlu menjadi perhatian. Pertama, ketergantungan pada penonton lokal menjadi strategi utama, namun tetap membutuhkan promosi masif agar warga lokal memanfaatkan kesempatan ini.
Kedua, harga tiket dan akomodasi perlu dikontrol. Diskon khusus dan patroli daring untuk hotel menjadi instrumen penting untuk menjaga keterjangkauan. Ketiga, transportasi terbatas harus diatasi dengan penambahan penerbangan charter dan diskon tiket pesawat bagi penonton.
Keempat, pemberdayaan UKM dan ekonomi lokal harus dipertahankan agar gelaran meninggalkan dampak berkelanjutan, bukan sekadar momen sesaat.
Penonton yang hadir tidak hanya menikmati balapan, tetapi juga belajar menghargai nilai ekonomi, budaya, dan pariwisata lokal yang tumbuh di sekitar ajang internasional.
MotoGP Mandalika 2025 adalah cermin kesiapan NTB dalam menyelenggarakan ajang internasional. Kekhawatiran sepinya penonton menegaskan perlunya intervensi yang nyata dari pemerintah.
Program diskon tiket untuk ASN dan warga lokal, tambahan penerbangan, pengawasan harga hotel, dan optimalisasi keterlibatan UKM adalah langkah strategis yang wajib dijalankan.
Selain itu, promosi yang masif dan terintegrasi dapat mendorong partisipasi lokal, sekaligus menarik penonton dari luar daerah. Kerja sama lintas sektor antara pemerintah, penyelenggara, asosiasi transportasi, dan UKM penting untuk memastikan gelaran berjalan lancar, aman, dan meriah.
Akhirnya, euforia MotoGP seharusnya dapat dinikmati semua pihak. Kesibukan pedagang, antusiasme warga lokal, dan geliat ekonomi sekitar sirkuit menjadi bukti bahwa ajang ini lebih dari sekadar balapan motor.
Intervensi kebijakan yang tepat akan menjadikan Mandalika 2025 bukan hanya ajang olahraga, tetapi juga pengalaman budaya, ekonomi, dan pariwisata yang meninggalkan jejak positif bagi masyarakat dan daerah.