Catatan Stafsus Menpora : Sepakbola Indonesia Mari Bertaubatan Nasuha

Sepakbola Indonesia
banner 468x60

Oleh : M. Nigara
Wartawan Sepakbola Senior
Stafsus Menpora

Ini kali kedua saya mengajak seluruh stakeholder sepakbola Indonesia, untuk bertaubatan nasuha. Ya, taubat yang sungguh-sungguh. Taubat untuk tidak mengulang kembali seluruh keburukan yang ada. Bukan taubat biasa.


banner 468x60

Hal ini seiring dengan kehadiran kembali Satgas Antimafia Bola III. Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Kapolri Jenderal Idham Azis sudah menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) untuk dimulainya pekerjaan Satgas Antimafia Bola Jilid III tersebut.

“Jadi, Satgas Mafiabola Jilid III sudah diberlakukan, sprindiknya sudah ditanda tangan oleh Pak Kapolri, diberlakukan mulai tanggal 1 Februari sampai 6 bulan ke depan,” katanya dalam keterangan kepada wartawan, Selasa (4/2/2020).

Menpora, Zainudin Amali, juga sangat mendukung satgas itu. “PSSI harus semakin baik, untuk itu organisasi dan kompetisinya harus bersih,” katanya. “Sepakbola satu-satunya cabor yang punya inpres no. 3 tahun 2019, Intruksi Presiden tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional (P3N). Bayangkan betapa besar perhatian presiden, ” katanya lagi.

Menko PMK, Muhajir Effendi ditunjuk menjadi komandannya. Sementara Menpora sebagai pelaksananya. Ada Kemen PUPR, Kemen Dikbud, Kemen Dagri, Kemen Kes, ada Polri dan lain-lain. Pendeknya lengkap banget perangkatnya dan tidak ada alasan untuk orang sepakbola untuk tidak menyambutnya dengan gembira dan optimis.

Nah, satgas itu adalah salah satu upaya pembersihan untuk kebaikan. Sementara, taubatan nasuha adalah alat utamanya. Jadi, ayo kita ramai-ramai menyiapkan diri untuk membersihkan diri.

Hentikan kebiasan lama,
menuding dan menunjuk orang lain pasti salah. Dan, menepuk dada sambil menyebut diri sendiri yang paling benar. Biasanya seperti begini: “Dia itu mafia, dia itu pengatur skor, dia itu penyuap, dia itu bla, bla…!” Lalu: “Saya korban, klub saya korban!” Dan lain sebagainya.

Tidak itu saja, sebagai pamungkas, mereka juga berteriak seperti: “Kalau PSSI mau maju, maka si-ini dan si-itu harus dibuang!” Cukup? Ternyata masih belum: “Saya paling tahu, saya paling tidak pernah macam-macam!”

Begitulah bunyi-bunyi maki-maki dan pujian untuk diri sendiri.

Padahal, maaf nih, selama saya jadi wartawan sepakbola sejak Desember 1979, di majalah Olympic, Harian Kompas, Mingguan BOLA, Media GO, harian olahraga GO Sport, Nusa Bali, Sinar Pagi, dan Berita Buana, saya kok tak melihat ada yang 100 persen bersih dalam lingkup sepakbola nasional. Maaf ya, mungkin saya keliru. Tapi, rasanya sih….

Ada saja kesalahan yang dibuat mereka. Jadi, dari pada merasa paling bersih, padahal tetap ikutan kotor, dan dari pada asyik nunjuk orang kotor, padahal dirinya juga tidak bersih, kan ada baiknya sama-sama bertaubatan nasuha. Kita tutup lembaran lama, kita bangun hidup yang baru.

Kita sama mengaku bahwa pernah khilaf, soal besar atau kecilnya, itu relatif. Saatnya kita berkomitmen untuk menjadi baik. Berkomitmen menjaga dan mengawal sepakbola kita agar berjalan di jalurnya. Menghadang setiap ada indikasi gangguan.

Sepakbola kita tidak mungkin bisa maju jika kita tidak saling bergandengan. Prestasi tidak pernah bisa kita capai hanya dengan menunjuk orang lain kotor. Sepakbola bisa maju hanya jika kita sungguh-sungguh berkomitmen untuk menjadi bersih. Hanya dengan hati dan prilaku bersihlah, insyaa Allah sepakbola kita bisa maju.

Ayooo, ramai-ramai kita tatap jalan di depan. Kita raih perbaikan untuk menggapai prestasi. Stop berkeluh-kesah.
Jangan asyik berceloteh tentang masa lalu.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dia Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Az-Zumar [39] : 53).

Semoga bermanfaat..

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90