Komite IV DPD RI : Opini WTP Sebagai Upaya Mendorong LKPD Yang Transparan, Akuntabel Dan Berkualitas

banner 468x60

READ.ID- Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Barat. Kunker tersebut dilaksanakan dalam rangka tindak lanjut atas Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK RI Semester I tahun 2020. Sumatera Barat, Senin (23/11).

Wakil Ketua Komite IV DPD RI Elviana menyampaikan bahwa kunjungan kerja di Provinsi Sumatera Barat ini dalam rangka tindak Lanjut atas Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK RI Semester I tahun 2020 sebagai bentuk implementasi dan tanggung jawab DPD RI dalam pengawasan penggunanaan APBN. Pada kesempatan ini Elviana juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pemerintah Daerah di Sumatera Barat, baik pemerintah Provinsi maupun seluruh pemerintah kabupaten/kota yang meraih opini WTP atas LKPD TA 2019.


banner 468x60

“Capaian WTP 100% ini harus terus dipertahankan dan catatan-catatan serta rekomendasi yang diberikan oleh BPK harus menjadi perhatian seluruh Pemerintah Daerah, khususnya di Provinsi Sumatera Barat, serta Opini WTP yang diperoleh supaya dijadikan sebagai pendorong agar LKPD pada tahun-tahun mendatang lebih transparan, akuntabel dan berkualitas,” tegas Elviana.

Pada kesempatan ini, Senator Bangka Belitung Darmansyah berpendapat bahwa seharusnya WTP berkorelasi positif terhadap peluang-peluang tindak pidana korupsi karena hasil opini WTP ternyata tidak menjamin bahwa tidak ada korupsi di daerah tersebut.

”Untuk hasil pemeriksaan yang lebih berkualitas, kami mendukung bahwa pemeriksaan kineja dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan Laporan Keuangan,“ tambah Darmansyah.

Di saat yang sama Senator Sulawesi Barat Ajbar menyoroti tentang temuan klasik tentang penatausahaan aset. Senator Sulbar ini juga menanyakan apakah inspektorat di Pemda bisa untuk tidak di SK kan oleh Kepala Daerah agar bekerja independent.

“Hal ini untuk menjaga agar inspektorat bekerja independent, tidak dibawah kendali taktis Pemda,” ungkapnya.

Sementara itu, Senator Maluku Utara Matheus Stefi mengugkapkan bahwa opini WTP dari BPK merupakan kebanggaan bagi Pemda, namun yang menjadi persoalan adalah jika saat ini dikeluarkan opini WTP, tapi beberapa tahun mendatang ternyata ditemukan permasalahan pada penggunaan anggaran pada laporan keuangan tersebut. “Bagaimana tanggung jawab BPK terkait hal ini?” ungkapnya.

Senator Lampung Abdul Hakim menyoroti tentang Sistem Akuntansi atau pencatatan yang digunakan oleh BPK dalam melakukan pemeriksaan.

“Sistem akuntansi/pencatatan adalah sesuatu yang sudah baku, namun kadang terjadi, ketika ganti kepala daerah, terjadi perubahan hasil pemeriksaaan. “Sistem sudah baku, seharusnya hasil pemeriksaan tidak terpengaruh oleh pegantian pejabat jika sistemnya benar,” pungkasnya.

Senada dengan Ajbar, Senator asal Riau Misharti menyampaikan terkait berulangnya temuan tentang penatausahaan asset, seharusnya ada solusi agar tidak terjadi temuan yang sama. Selain itu Misharti juga menyampaikan temuan di lapangan bahwa ternyata opini WTP tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.

“Daerah yang mendapatkan opini WTP beberapa kali belum tentu masyarakatnya sejahtera, sehingga harus didorong agar hasil opini WTP bisa berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah,” ucapnya.

Sedangkan Senator NTT Asyera pun menyampaikan hal yang sama. “Di NTT 5 kali berturut- turut berpredikat WTP, namun selama bertahun-tahun kami juga menyandang predikat peringkat ketiga provinsi termiskin di Indonesia,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala BPK Perwakilan Sumatera Barat, Yusnadewi membenarkan bahwa opini WTP memang tidak menjamin bahwa daerah tersebut bebas dari penyimpangan.

”Kita juga telah menggandeng agen-agen BPK yang kita sebut Sahabat BPK untuk melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa opini WTP yang dikeluarkan BPK tidak menjamin bahwa LKPD tidak ada penyimpangan, mungkin masih ada penyimpangan namun sifatnya tidak material, maka bisa diberikan opini WTP. Sosialisasi ini perlu terus dilakukan agar tidak terjadi misinterpretasi di masyarakat,” tandasnya.

Kepala BPK Perwakilan Sumbar juga menyampaikan adanya tren penurunan atas temuan-temuan di Sumatera Barat baik SPI maupun Kepatuhan.

Menutup kegiatan Kunjungan Kerja ini, Elviana menyampaikan bahwa pemeriksaan BPK belum maksimal. “Kontrol sosial di Sumbar ini tinggi, misalnya terkait dana desa dan dana bansos, namun respon BPK kurang, ucapnya.

Di akhir acara Wakil Ketua Komite IV ini menekankan agar BPK ke depan dapat focus melakukan pemeriksaan dana Bantuan sosial (Bansos), “karena dana Bansos ini yang paling mudah diakali, tukasnya.

Kepala BPK Perwakilan Sumatera Barat menyampaikan terima kasih atas masukan-masukan Anggota Komite IV.

“Semoga pertemuan pada hari ini dengan Komite IV DPD RI dapat memberikan manfaat serta mendorong peningkatan kinerja BPK RI dalam melakukan tugas pemeriksaan,” pungkasnya.

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90