READ.ID – Ombudsman Republik Indonesia memprediksi alat pelindung diri (APD) tidak tersalurkan sepenuhnya. Hal itu didapati setelah Ombudsman RI tentang kesiapan alat pelindung diri (APD) Protokol Kesehatan pada penyelenggaraan Pilkada serentak 9 Desember 2020.
Hasilnya, dari 31 KPU kabupaten/kota, terdapat sebanyak 72% atau 22 KPU kabupaten/kota belum malaksanakan penyaluran APD.
Dari hasil investigasi tersebut, Anggota Ombudsman RI, Prof. Adrianus Meliala menyampaikan adanya dugaan maladministrasi berupa ketidakkompetenan oleh Ketua KPU kabupaten/kota dalam mendistribusikan kelengkapan APD.
Dalam konferensi pers daring, Rabu (02/12/2020) di Kantor Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan itu, Adrinus menyampaikan bahwa KPU kabupaten/kota tidak mempertimbangkan ketepatan untuk memenuhi tenggang waktu pendistribusian secara patut.
“Hasil temuan kami ini mungkin hanya gambaran kecil dari seluruh daerah di Indonesia yang akan melaksanakan Pilkada serentak. Namun, gambaran 72% KPU daerah yang belum menyalurkan APD ini bisa menjadi alarm agar teman-teman di KPU segera mempercepat kinerja. Agar APD bisa tersalurkan seluruhnya secara tepat waktu,” tuturnya.
Ia menambahkan, Ombudsman RI melaksanakan pendataan secara serentak pada 28-30 November 2020 untuk memantau penyaluran APD oleh 31 KPU baik kabupaten/kota, di antaranya KPU Kota Depok, KPU Kabupaten Tabanan, KPU Kota Batam, KPU Kota Surabaya, KPU Kota Banjarmasin.
Kelengkapan alat pelindung diri Pilkada 2020 pada Surat KPU Nomor 858/PP.09.2-SD/07/KPU/X/2020, menjadi salah satu acuan Ombudsman RI dalam melakukan investigasi ini.
“Ombudsman ingin memastikan kepatuhan KPU menyelenggarakan Pilkada Serentak Tahun 2020 sesuai dengan Protokol Kesehatan di masa pandemi Covid-19, sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat,” terang Prof. Adrianus.
Dirinya juga memaparkan sejumlah temuan Ombudsman RI dalam investigasi ini. Di antaranya, terdapat penyaluran barang APD yang dilakukan oleh KPU langsung kepada PPS atau Kantor Desa, bukan kepada PPK terlebih dahulu. KPU yang dimaksud yaitu KPU Kota Ternate dan KPU Lombok Utara.
Selain itu, Ombudsman RI menemukan perbedaan data antara Berita Acara Serah Terima Barang dari KPU kabupaten/kota kepada PPK, hal tersebut terjadi di beberapa wilayah.
Prof. Adrianus menyampaikan saran tindakan korektif kepada Ketua KPU Republik Indonesia, yakni agar menyusun regulasi yang di dalamnya memuat petunjuk teknis dalam hal pelaksanaan pengadaan dan pendistribusian logistik barang yang mewajibkan verifikasi dari panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS).
Khususnya dalam penyesuaian jumlah kebutuhan dan ketepatan waktu pendistribusian. Sedangkan saran tindakan korektif untuk Ketua KPU kabupaten/kota adalah agar memastikan dan mengupayakan pendistribusian kekurangan kelengkapan APD yang belum tersalurkan kepada unsur PPK hingga PPS.
Hal ini dilakukan agar APD dapat tersalurkan setidaknya tiga hari sebelum pelaksanaan Pilkada
serentak. Ombudsman juga menyarankan agar dilakukan evaluasi terkait adanya perbedaan data antara Berita Acara Serah Terima Barang dari KPU Kabupaten/kota kepada PPK.
Sementara itu, Ombudsman RI juga memberikan saran tindakan korektif kepada Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melakukan pengawasan secara optimal dalam pengadaan logistik dan pendistribusian kekurangan kelengkapan APD yang belum tersalurkan kepada
unsur PPK hingga PPS.
(SAS/RL/Read)