READ.ID– Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun ke lapangan untuk mengatasi naik dan tidak stabilnya harga kedelai sehingga menyusahkan para pengrajin tahu tempe serta memukul industri tahu tempe yang didominasi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengjah (UMKM) tersebut.
“Tidak stabilnya harga kedelai dan seringnya terjadi kelangkaan pasokan akibat ketergantungan kedelai impor memang meresahkan para pengrajin tahu dan tempe dalam negeri,” kata anggota Komisi IV DPR RI dari Dapil I Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H Johan Rosihan menjawab Read.id, Sabtu (29/5) malam, terkait rencana mogok pengrajin tahu dan tempe di wilayah Jabodetabek dan Bandung, Jawa Barat.
Dikatakan Johan, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, kebutuhan kedelai dalam negeri cukup tinggi, sekitar 2,6 juta ton setiap tahun. Pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri dilakukan dengan cara impor karena produksi petani lokal hanya berkisar 0,3 juta ton per tahun.
Karena itu, kata Johan, Pemerintah perlu memperbaiki sistem tata niaga kedelai di dalam negeri. Artinya, Pemerintah tak boleh membiarkan harga kedelai diserhkan kepada pasar.
“Akibatnya, harga kedelai dalam negeri ditentukan importir. Begitu permintaan tinggi, harga kedelai langsung melambung. Itu membuat para perajin tahu tempe terpukul,” kata Johan.
Saya selalu menegaskan kepada Pemerintah, lanjut Johan, agar kedelai dimasukan sebagai komoditas strategis sebagaimana padi dan jagung, yang diberikan kelebihan dalam hal perlindungan harga dan pengamanan pangan untuk kebutuhan nasional.
Selain itu, lanjut dia, Pemerintah juga harus segera mengatasi persoalan kondisi kedelai lokal yang saat ini jumlah produksinya masih sedikit serta harus berupaya meningkatkan standar komoditas kedelai lokal dan mengatur tata niaga kedelai dengan kebijakan yang menguntungkan petani dan pengrajin tahu tempe.
Diperlukan sistem monitor harga kedelai saat ini dan yang akan datang karena biasanya harga kedelai sangat dipengaruhi oleh harga tiga bulan yang akan datang. “Jadi, Pemerintah harus mampu meletakkan persoalan kedelai ini secara faktual berdasar kondisi lapangan dan kesulitan yang dialami petani, pengrajin tahu tempe serta pelaku UMKM.
“Rencana mogok produksi sejumlah perajin tahu tempe harus disikapi Pemerintah dengan bijak dan tetap berupaya menstabilkan harga kedelai demi keberlangsungan usaha tahu tempe dari ribuan UMKM pada masa pandemi ini,” jelas dia.
Seperti diketahui, para perajin tahu dan tempe di Jabodetabek dan Bandung berniat melakukan aksi mogok produksi untuk meghindari para pelaku mengalami kerugian.
Di Cibatu, Kota Bandung misalnya, para perajin berniat melakukan aksi mogok produksi. Ini dilakukan untuk memprotes harga kedelai yang kian melambung. Dadang, perajin tahu Cibuntu, Bandung mengatakan, saat ini harga kedelai telah mencapai Rp10.700 per kilogram dan bahkan ada yang sampai Rp11.000.
“Padahal normalnya, harga kedelai Rp 6.800-Rp 7 ribu per kilogram. “Sebelum lebaran saja sudah Rp 10.000 per kilogram. Sekarang naiknya sudah sampai Rp11 ribu,” kata Dadang.
Menurut Dadang, jika dipaksakan membuat tahu, ongkos produksi tidak mampu ditutupi. Sementara harga itu diprediksi akan terus mengalami kenaikan. “Opsinya kan menaikkan harga atau kecilkan ukuran tahu Kalau sekarang dikecilkan juga ongkos produksinya enggak ketutup lagi,” ujar Dadang.
Dadang mengaku, lompatan harga bahan baku terasa signifikan dalam satu bulan terakhir. “Awalnya naik seratus, besoknya seratus, kadang pernah naik sampai empat ratus,” semikian Dadang.