READ.ID – Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Nizam menyampaikan bahwa melalui program tersebut, selain mahasiswa berkuliah, mereka juga mendapat beragam pengayaan lain yang dapat menjadi bekal berharga bagi masa depan.
Selain mengikuti perkuliahan, para peserta juga mendapatkan sistem kredit semester (SKS) maksimal 20 SKS di perguruan tinggi mitra, serta akan mendapatkan program pengayaan yang disiapkan oleh ribuan dosen yang berdedikasi penuh untuk membangun soft skills, membangun kompetensi dan membangun semangat kebersamaan, ke-Bhineka Tunggal Ika-an, dan kebhinnekaan global kita dari Sabang sampai Merauke.
“Jangan khawatir untuk biaya transportasi dari kota asal ke kota tujuan akan dibantu oleh pemerintah untuk biaya transportasi dan bantuan biaya hidup selama di provinsi lain,” tambahnya.
Menyambung hal itu, Ketua Subpokja Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Andi Ilham berpesan kepada peserta untuk berkoordinasi dengan program studi dan penanggung jawab pada perguruan tinggi pengirim, mengakses akun pendaftaran mahasiswa, memilih mata kuliah yang ditawarkan perguruan tinggi mitra atau perguruan tinggi pengirim, mengunggah dokumen persetujuan dari perguruan tinggi pengirim, mengakses informasi penetapan perguruan tinggi penerima, menuju ke lokasi perguruan tinggi penerima untuk mengikuti pembelajaran secara luring dan atau daring, serta mengikuti kegiatan Modul Nusantara sesuai jadwal bersama dosen pembimbing dan mentor.
Permata Sakti adalah program pertukaran mahasiswa antar perguruan tinggi se-Indonesia di bawah kewenangan Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Ditjen Dikti, Kemendikbudristek. Permata Sakti adalah kepanjangan dari program Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara Sistem Alih Kredit dengan Teknologi Informasi yang berlangsung sejak tahun lalu. Mengusung tujuan yang sama, tahun ini program tersebut ditingkatkan kualitasnya untuk menjangkau cakupan 20.000 mahasiswa dan diberi nama Pertukaran Mahasiswa Merdeka.
Adapun hal-hal yang harus dilakukan perguruan tinggi penerima adalah mempersiapkan tim untuk penyambutan dan penerimaan mahasiswa dari perguruan tinggi lain dan mempersiapkan pelaksanaan Modul Nusantara dengan para dosen pembimbing. Kemudian, membantu mahasiswa untuk mendapatkan pemondokan selama mengikuti program, mengawasi proses pembelajaran mahasiswa secara periodik serta berkoordinasi untuk memudahkan proses penilaian, alih dan transfer SKS, dan kebutuhan administrasi lainnya.
Sementara itu, kepada perguruan tinggi peserta, Andi Ilham mendorong agar dapat memotivasi mahasiswanya untuk mendaftar serta memantau perkembangan jumlah dan proses pendaftaran program Pertukaran Mahasiswa Merdeka. Selain itu, perguruan tinggi juga harus memfasilitasi mahasiswa untuk dapat berkonsultasi terkait pemilihan mata kuliah, memfasilitasi kelengkapan seluruh dokumen yang dibutuhkan oleh mahasiswa, serta menjelaskan mekanisme pemberangkatan ke perguruan tinggi penerima.
Perwakilan alumni Permata Sakti, Bertha Virginia Yosmar dari Universitas Atmajaya, Jogjakarta yang tahun lalu berkesempatan kuliah di London School of Public Relations menceritakan pengalamannya. Menurut Bertha, dengan belajar mata kuliah lintas jurusan, ia berkesempatan untuk mengeksplorasi potensinya lebih luas lagi.
Tak hanya itu, pengalaman yang ia dapat ketika berkenalan dengan mahasiswa dari latar belakang budaya maupun geografis yang berbeda memberi kesan tersendiri.
“Kita mengenal kekayaan budaya meski secara daring dengan banyaknya manfaat dan pengalaman baru yang diperoleh membuktikan bahwa program ini tidak membatasi kami untuk menggali ilmu. Sebagaimana konsep Kampus Merdeka: Merdekakan Peluang, Merdeka Belajar,” ucapnya seraya berharap koneksi dan kerja sama antar sesama mahasiswa program ini terus berjalan dengan baik.
Berikutnya, Luthfania Andriani, mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Hasanuddin mengungkapkan bahwa banyak manfaat yang ia dapat dari program pertukaran mahasiswa.
“Dari sisi akademis banyak wawasan dan pengetahuan baru terutama sebagai mahasiswa lintas jurusan misalnya berkaitan dengan gender dan kecerdasan digital. Saya juga bisa mengembangkan soft skills untuk beradaptasi di wilayah yang baru dan beragam. Selain juga mengasah interpersonal skills untuk bersosialisasi dengan mahasiswa lainnya,” jelasnya yang berkesempatan untuk berkuliah di tiga univesitas sekaligus, yaitu Universitas Hasanuddin Makassar, Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, dan Universitas Brawijaya Malang.
“Kesempatan untuk bertemu dengan teman-teman di luar daerah mengajarkan saya untuk memahami nilai-nilai toleransi dan saling menghargai. Saya bersemangat pada sesi pengenalan budaya karena kita dapat memperkenalkan budaya di wilayah saya dan belajar dari mahasiswa di daerah lain,” katanya.