READ.ID,- Sejumlah Mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo, menggelar Nonton Bareng dan Diskusi film dokumenter “Sexy Killers” produksi Watchdoc, yang berlangsung di Aula LP2M IAIN Gorontalo, Rabu (24/4/2019) malam.
Cristopel Paino, Wartawan Mongabay Indonesia, mengatakan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang bahannya dari batu bara tersebut merupakan salah satu perusahaan industri kotor yang sudah ada semenjak jaman revolusi industri 1.0.
“ Ini juga menjadi tantangan buat kita di gorontalo. Jadi yang punya fashion di investigasi, silahkan telusuri PLTU Molotabu (Bonbol) atau PLTU Anggrek (Gorut). Jadi provinsi gorontalo ini juga adalah perpanjangan tangan oleh Luhut Panjaitan,” ujar Cris, saat menjadi narasumber pada kegiatan tersebut.
Selain itu menurutnya film tersebut menampilkan sebuah fakta mengenai dampak buruk yang ditimbulkan oleh PLTU bagi keberlangsungan hidup manusia, yang bahkan itu terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia.
“Bahkan di Gorontalo khususnya PLTU Molotabu, beberapa KK di area itu telah mengidap penyakit ISPA, kemudian hilangnya mata pencaharian bagi nelayan, belum lagi pembebasan lahan yang sampai saat ini tidak ada kejelasan dan kemudian terakhir adalah soal penghilangan hak asasi manusia,” katanya, dan kemudian menegaskan sebenarnya, pemakaian listrik terbanyak itu adalah Perusahaan Industri bukan rumah tangga.
Ketika dihitung-hitung, valuasi mengenai PLTU dari sisi ekonomi dan ekologi, maka dampak yang ditimbulkan adalah kerusakan dari sisi ekologisnya.
Senada dengan hal itu, Ketua Lakpesdam NU Kota Gorontalo, Wahiyudin Mamonto, yang juga menjadi narasumber pada kegiatan tersebut mengatakan bahwa, film Sexy Killers itu sebenarnya menampilkan wajah dari para Oligarki yang bersembunyi dibalik tambang batu bara atau PLTU.
“ Khusus untuk industri pertambangan kita yang ruwet ini, sebenarnya diawali dengan lahirnya undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) pada masa orde baru,” Ujar Pria akrab disapa Yudin itu.
Kalau melihat sejarah pertambangan batu bara kita lanjut Wahyudin, ini sebenarnya adalah komoditi yang sudah lama dan bermula sejak tahun 1800an, dan daya rusak terhadap lingkungan, batu bara sama dengan sawit.
Kembali lanjut Wahiyudin, perlu dilihat disini bagaimana segelintir orang yang diuntungkan atas nama pembangunan.
Sementara itu, Fadli Melu, masyarakat desa bintalahe, kecamatan kabila bone, kabupaten bone bolango, yang hadir pada kegiatan itu, turut berbagi perihal dampak yang dirasakan oleh masyakat sekitar PLTU Molotabu. Ia mengatakan dengan adanya PLTU Molotabu, setiap bulannya masyarakat mengidap penyakit ISPA.
“Saya pernah cek di puskesmas, setiap bulan itu rata-rata 20 orang terkena penyakit ISPA dari desa molotabu dan bintalahe,” ujar Fadli, menambahkan dulu ada klinik kesehatan dari pemprov yang beroperasi 2 jam setiap hari rabu, namun sekarang sudah tidak ada lagi.
Sampai hari ini menurut Fadli, tidak ada keseriusan dari pemerintah daerah maupun provinsi untuk menyelesaikan penderitaan yang dialami selama ini oleh masyarakat disekitar area PLTU Molotabu.
Melihat Dari Sisi Ekonomi dan Ekologi
Inggri Unhan, Salah satu peserta nonton bareng, menjelaskan bahwa, kalau melihat dari persfektif ekonomi murni maka, dilematika suatu negara berkembang adalah dengan misi pembangunan secara keseluruhan.
“Baik membangun Infrastruktur, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), membangun Energi maupun Investasi itu harus dilakukan secara bersamaan, agar menjadi negara yang maju. Kan dilemah nih apa yang harus didahulukan,” tutur Inggri
Menurutnya, pilihan pada lima tahun terakhir itu yang telah ditunjukkan dalam filem Sexy Killers tersebut yakni, menonjolkan pada pembangunan infrastruktur energi dan infrastruktur publik. Tapi yang dikorbankan adalah kesejahteraan, lingkungan dan kesehatan.
Selain itu, ia menilai perusahaan yang ada di Negara berkembang sifatnya ekstraktif, yaitu mengerup sumber daya. Perusahaan ekstraktif selalu membawa dampak negatif, dijelaskan melalui Kuznet Curve, dimana disitu ada keterkaitan antara lingkungan dan pertumbuhan ekonomi.
“Yang ditunjukkan di film Sexy Killers itu baru perusahaan tambang, belum perusahaan minyak, belum lagi perusahaan kelapa sawit, emas, nikel, minyak, dan gas alam. Dan kerusakaan alam dari semua perusahaan itu sangat banyak dijumapai,” katanya.
Namun ia mengakui PLTU sendiri sangat mempengaruhi adanya investasi dalam mendorong berbagai investor, tapi tidak pernah lepas dari dampak negatifnya.
Ia juga menjelaskan bahwa, cenderung tidak linier jika membandingkan dampak PLTU tersebut dari sisi ekonomi dan ekologi. Sebab ketika terjadi peningkatan ekonomi, sebaliknya berbawaan dengan rusaknya ekologi.
Perihal ini, Ekonom muda itu manyampaikan bahwa yang lebih diuntungkan dari PLTU adalah para oligarki.
“Saya tidak bisa memungkiri itu. Meskipun dilihat dari persepektif ekonomi murni, tetap saja negara yang lebih diuntungkan,” tutupnya****