READ.ID,- Pandemi COVID-19 mengharuskan beberapa orang untuk bekerja dari rumah atau lokasi-lokasi lain di luar kantor. Siapa sangka, ternyata kebiasaan untuk bekerja di luar kantor menjadi malah menyuburkan tren digital nomad yang beberapa tahun belakangan ini berkembang seiring masifnya dunia digital.
Apa itu digital nomad? Singkatnya digital nomad adalah kondisi di mana seseorang dapat bekerja tanpa terikat waktu dan tempat. Tidak hanya sekadar “pindah tempat kerja”, digital nomad ternyata juga memberikan kita kesempatan untuk bekerja sambil liburan. Misalnya bekerja sambil menikmati pantai, gunung, dan keindahan alam di setiap destinasi yang dikunjungi untuk bekerja.
Ada dua tipe digital nomad, yaitu workation dan bleisure. Workation adalah penggabungan antara bekerja dan liburan, sementara bleisure lebih pada business and leisure. Intinya kedua tipe digital nomad tersebut tetap sama-sama mendatangkan wisatawan untuk bekerja di destinasi tujuan.
Tren digital nomad inilah yang dimanfaatkan berbagai negara untuk menarik kunjungan wisatawan, tak terkecuali di Indonesia. Bahkan tren digital nomad digadang-gadang menjadi salah satu cara meningkatkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Ternyata perkembangan teknologi informasi dan adanya tren digital nomad juga memengaruhi gaya hidup masyarakat. Menurut data dari riset berjudul “Digital Frontiers 3.0 Study” yang dirilis pada 15 April 2021 menyebutkan, dari 80% digital explorers, sekitar 64% di antaranya adalah tenaga kerja milenial yang menganggap bekerja bisa dilakukan di mana saja.
Bahkan lebih dari 70% responden percaya bahwa mereka bisa tetap produktif meskipun bekerja di luar kantor. Melihat data tersebut tentu tak heran jika tren digital nomad semakin populer terutama di tengah pandemi seperti saat ini.
Syarat Digital Nomad
Ada beberapa indikator menentukan beberapa negara atau daerah cocok untuk dijadikan destinasi digital nomad. Mulai dari akses dan kecepatan jaringan internet, biaya sewa apartemen atau penginapan, kesulitan bahasa, keterbukaan pada pelaku digital nomad, biaya serta akses ke visa kerja, dan lama visa kerja jarak jauh.
Melihat indikator tersebut tentunya jaringan internet menjadi syarat yang utama. Pasalnya, saat bekerja secara mobile atau di luar ruangan, jaringan telekomunikasi adalah hal wajib ada guna memperlancar pekerjaan.
Lantas, apakah Indonesia termasuk destinasi yang cocok untuk digital nomad? Dikutip dari Club Med atau grup bisnis resor dunia, melalui situs resminya www.clubmed.co.id menyusun daftar negara terbaik di seluruh dunia bagi para digital nomad dilihat dari kecepatan internet, keberadaan tempat alam, aktivitas santai dan petualangan, biaya hidup, dan keamanan. Ternyata Indonesia termasuk salah satu negara terbaik untuk destinasi digital nomad.
Bali termasuk salah daerah yang cocok untuk menerapkan konsep digital nomad. Lantas, daerah mana saja yang cocok untuk digital nomad di Bali? Club Med menempatkan Jimbaran di posisi kelima sebagai tempat terbaik untuk digital nomad. Mulai dari keindahan alam, hingga kesempatan wisatawan merasakan cita rasa budaya lokal menjadi salah satu alasannya.
Ditambah biaya hidup yang tergolong rendah menjadi daya tarik lainnya. Sebab dalam sebulan hanya perlu menghabiskan 479 poundsterling atau sekitar Rp9 jutaan saja. Belum lagi banyaknya aktivitas menarik yang bisa dilakukan di Jimbaran tentu membuat para digital nomad semakin tertarik.
Dua daerah di Bali lainnya yang cocok sebagai destinasi digital nomad adalah Ubud dan Canggu. Selain Bali, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno pun menyebutkan, beberapa daerah lain yang potensial untuk dijadikan destinasi digital nomad.
Meskipun belum ada destinasi khusus, Sandiaga Uno menyebutkan jika Malang, Jogja, dan desa-desa wisata di Indonesia memiliki peluang menjadi destinasi digital nomad selama ada jaringan internet yang baik.
Guna menunjang hal tersebut, Kemenparekraf/Baparekraf berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dalam mengembangkan infrastuktur telekomunikasi dan informatika (TIK), terutama pada 5 Destinasi Super Prioritas (DSP) dan desa wisata. Sehingga pengadaan 4G signal coverage diharapkan dapat lebih memadai, yang ujung-ujungnya membuat perkembangan tren wisata digital nomad lebih berkembang dan menyumbang pemulihan ekonomi sektor parekraf.****