Kerja Sama Bilateral Indonesia Jepang Wujudkan Asia Sebagai Pemimpin Proses Transisi Energi Global

Indonesia Jepang
banner 468x60

READ.ID – Kombinasi dari permintaan global yang mulai meningkat, disrupsi rantai pasok, melonjaknya harga pangan dan energi, serta kondisi geopolitik global, mendorong kenaikan inflasi global dan pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara. Di tengah ketidakpastian global tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru mencatatkan kinerja  impresifnya mencapai 5,72% (yoy) pada Triwulan III-2022.

Berbagai kerja sama ekonomi bilateral tentunya juga sangat penting untuk dijaga dan ditingkatkan untuk memperkuat Indonesia menghadapi peningkatan risiko ketidakpastian global tersebut.


banner 468x60

Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerima kunjungan kerja Delegasi Jepang yang dipimpin oleh Mr. Maeda Tadashi, Special Advisor to the Cabinet of the Government of Japan serta menjabat sebagai Chairman of the Board of Directors of Japan Bank for International Cooperation (JBIC) di Jakarta, Kamis (24/11). Pertemuan ini membahas peningkatan kerja sama ekonomi kedua negara, serta isu khusus terkait netralitas karbon dan realisasi konsep Asia Zero Emission Community (AZEC).

Total nilai perdagangan Indonesia dengan Jepang pada tahun 2021 mencapai USD32,5 miliar atau meningkat sekitar 36% dari tahun 2020 (USD23,8 miliar). Total perdagangan Januari-September 2022 sekitar USD31,2 miliar, meningkat 34,5% dari periode yang sama di 2021. Sedangkan realisasi investasi dari Jepang pada tahun 2021 sebesar 2,3 miliar USD, atau menurun 13% dibandingkan tahun lalu (USD2,6 miliar).

Dalam pembahasan karbon netralitas, Menko Airlangga menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia terus mendorong dan percepatan pembangunan berkelanjutan dengan berbasis green economy, green industry, dan green technology. Pemerintah Indonesia menargetkan untuk mencapai proporsi energi terbarukan dalam total sumber energi sebesar 23 persen pada tahun 2025. Realisasi proporsi energi terbarukan di Indonesia sebesar 11,5% pada tahun 2021.

Pada tahun 2021, percepatan transformasi energi dengan pengurangan emisi karbon di pembangkit listrik Indonesia yang tercatat sebesar 10,37 juta ton, lebih dari dua kali lipat target pengurangannya. Pemerintah Indonesia juga akan menerapkan kebijakan penetapan harga karbon dalam bentuk skema carbon cap, trade, and tax pada tahun 2023.

Pemerintah Indonesia juga terus mengakselerasi pengembangan electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik. Pemerintah telah menetapkan roadmap pengembangan EV hingga 2030. Targetnya, produksi EV pada tahun 2030 dapat mencapai 600 ribu unit untuk roda empat atau lebih, sedangkan untuk roda dua dapat mencapai hingga 2,45 juta unit.

Dengan diproduksinya kendaraan listrik, diharapkan mampu menurunkan emisi CO2 sebesar 2,7 juta ton untuk roda empat atau lebih dan sebesar 1,1 juta ton untuk roda dua. Hal ini dapat berkontribusi dalam penurunan emisi serta penurunan impor bahan bakar fosil dengan mempopulerkan penggunaan EV di Indonesia.

Jepang menyampaikan apresiasi atas kerja sama antara PT. PLN (Persero) dengan Sumitomo Corporation yang ditandai dengan penandatanganan Principles Agreement tentang pelepasan dini aset PLTU Tanjung Jati B Unit 1-4 dan pengembangan PLTA Kayan pada saat KTT G20 di Bali yang lalu.

Sumitomo Corporation berencana untuk melakukan pelepasan dini aset PLTU Tanjung Jati B Unit 1-4 dan mengembangkan PLTA Kayan berkapasitas 9.000 MW. Hal ini dapat mendukung percepatan dekarbonisasi, penyediaan tenaga listrik dengan tarif yang lebih rendah dari BPP, dan mendorong investasi energi bersih. PLTA Kayan juga berpotensi untuk mendukung industri hijau di Kalimantan Utara dan penyuplai kebutuhan tenaga listrik di IKN Nusantara.

Selain itu juga dibahas terkait rencana pensiun dini PLTU Cirebon-1 dengan kapasitas 660 MW. MoU terkait hal ini telah ditandatangani oleh PT. PLN, ADB dan PT. Cirebon Electric Power.

Jepang dan Indonesia sepakat untuk menjadi inisiator dalam mewujudkan konsep Asia Zero Emission Community (AZEC). Hal ini juga merupakan kesepakatan kedua kepala negara, Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida dalam pertemuan bilateral pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali tanggal 14 November 2022.

Melalui inisiatif AZEC ini, Indonesia mendapatkan prioritas pertama pendanaan sebesar USD500 juta untuk mengimplementasikan program transisi energi dan memperluas kerja sama serta inisiatif dekarbonisasi publik-swasta.

Inisiatif AZEC didasari kedua negara meyakini bahwa Asia sebagai pusat pertumbuhan ekonomi global akan menjadi motor penggerak perekonomian dunia sekaligus model kerja sama dalam mewujudkan proses transisi energi yang rasional, berkelanjutan, dan berkeadilan dengan tetap mempertimbangkan kondisi nasional yang berbeda.

Kedua negara juga meyakini keamanan pasokan, keterjangkauan, dan people-oriented adalah kunci utama dalam proses transisi energi untuk mencapai tujuan Net Zero Emission yang memungkinkan Asia dapat memimpin proses transisi energi global tanpa mengorbankan pembangunan ekonomi.

Jepang dan Indonesia memiliki kepedulian yang sama bahwa energi dan ekonomi harus bekerja sama untuk mencapai kemakmuran dengan menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mengubah energi menuju netralitas karbon/emisi nol bersih.

Berdasarkan hal tersebut, kedua negara menyerukan kepada negara-negara Asia lainnya untuk bergabung dalam inisiatif ini. Kedua negara percaya bahwa kerjasama dan kolaborasi dalam berbagi, menyinergikan pengalaman dan kapasitas dengan prinsip saling menguntungkan adalah kunci untuk mewujudkan konsep AZEC.

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90