Akademisi Fakultas Hukum UNG Nilai RUU Omnibus Law Aneh

banner 468x60

READ.ID– Akademisi Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Hamid Tome menilai, RUU Omnibus Law aneh karena tidak melibatkan publik, tidak disusun sesuai prosedur, pengabaian putusan MK. Hal ini membuat perintah yang sulit dilakukan, dan banyak sekali perintah membuat peraturan turunan yang bertentangan dengan makna Omnibus Law.

“Kritiknya pada Omnibus Law, pertama, tidak melibatkan partisipasi publik. Naskah akademiknya susah didapat. Masyarakat tiba-tiba kaget, resume-resume yang beredar. Kedua, tidak disusun dengan prosedur, ini Undang-undang ini aneh bagi saya. Ini rancangan Undang-undang baru atau perubahan? Tidak bisa ada hukum di bawah menegasikan yang di atas,” ungkapnya dalam Diskusi yang digelar oleh Lakpesdam PCNU Kota Gorontalo bertemakan Mengurai Lebih Tajam Omnibus Law Cipta Kerja Dan Penerapannya, di Kampus Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Kamis (12/3).


banner 468x60

Bagi Akademisi Hukum UNG itu, Omnibus Law adalah penyederhanaan peraturan. Katanya dirinya dalam posisi mendukung Omnibus Law, tetapi yang perlu diperkuat adalah pengharmonisasian, yang diciptakan untuk memukul beberapa peraturan. Namun, dalam Omnibus Law tidak ada pengharmonisasian, seperti adanya putusan MK yang tidak dilakukan harmonisasi dalam RUU Cipta Lapangan kerja.

Harmonisasi yang dimaksud, kata Hamid, adalah penyusunan pasal didalam sebuah RUU bagaimana dengan keberadaan peraturan yang lain, apakah sudah ada putusan MK yang sudah memutus hal yang diatur, kalau sudah ada apa poin yang diputus oleh MK.

“Jangan sampai terkait pembatalan perda MK sudah memutus, negara atau pemerintah pusat tidak diberi kewenang membatalkan perda. Tetapi dalam RUU Cipta kerja dimunculkan kembali hal ini kan sudah lama di Indonesia, negara sepertinya menghidupkan mayat yang telah mati,” tandasnya. (Fadil/RL/Read)

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90