READ.ID – Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Alexander Barus meminta pemerintah meninjau ulang rencana kenaikan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) untuk sumber daya alam dari 30 persen ke 50 persen.
“Kami meminta agar kebijakan tentang Devisa Hasil Ekspor yang berlaku saat ini tidak diubah, meskipun berat, tetapi masih dalam tingkat manageable (dapat dikelola),” ujar Alexander melalui keterangan persnya yang diterima di Makassar, Sulsel, Jumat.
Menurutnya, penempatan DHE sebesar 30 persen selama tiga bulan sudah cukup besar.
Pihaknya berharap peningkatan penempatan DHE ke level 50 persen itu tidak menjadi kenyataan.
Selain itu, pemerintah diharapkan tidak menerapkan DHE 50 persen untuk 12 bulan. Meski demikian, pihaknya juga menyampaikan sejumlah solusi alternatif untuk dibahas bersama pemerintah.
Alexander juga menyarankan pemerintah meninjau kebijakan yang dibuat secara menyeluruh, karena ekonomi makro yang kini semakin sulit dalam hal ini harga jual turun maupun harga bahan baku terus naik.
Terkait dengan wacana kenaikan royalti, maupun penerapan global minimum tax atau GMT, kata dia, hal tersebut semuanya akan memberatkan arus kas operasional.
Selain itu, investor asing juga mempertanyakan inkonsistensi kebijakan pemerintah, yang tiap tahun berubah. Hal ini dinilai bisa menurunkan daya saing dan minat investor.
“Di samping itu, prinsip konsistensi dan kepastian aturan perlu kita lembagakan, agar para pengusaha dan investor dapat bertumpu kepada dukungan pemerintah yang solid dalam ruang kepastian,” harap Alaxander.
Hal ini akan memiliki efek domino ke isu sosial, demikian pula dengan ekonomi daerah, potensi kredit investasi menjadi macet, dan inisiatif keberlanjutan akan tertunda.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyampaikan aturan DHE tidak memberatkan pengekspor, terlebih dengan adanya usulan untuk menaikkan DHE dari 30 persen menjadi 50 persen atau 75 persen dalam satu tahun.
“Jika kebijakan ini terus dilakukan, kami melihat kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional akan menurun, dampaknya juga akan dirasakan oleh pemerintah,” kata Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia Suryadi Sasmita.
Sedangkan, Ketua Komite Tetap Bidang Kebijakan Publik Kadin Indonesia Chandra Wahjudi menyarankan pemerintah mempertimbangkan rencana perubahan aturan DHE SDA dengan kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian.
Di tambah lagi, permintaan pasar yang lemah, sehingga eksportir mendapatkan dukungan dan kemudahan ekspor yang diharapkan sebagai stimulan.
“Kita mau menggenjot ekspor agar pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Namun, di sisi lain eksportir dihadapkan dengan permasalahan yang serius dalam menjalankan kegiatan usaha, yaitu cash flow,” ujarnya.