banner 468x60
Opini  

BEM Bukan Singkatan dari Badan Eksekutif Alumni; Memorandum Pendek untuk BEM UNG

IKA UNG

Besok, sejarah akan dicatat bagi masyarakat akademik Universitas Negeri Gorontalo. 27 Maret kelak bakal diingat sebagai hari yang monumental. Seperti telah ramai dibeberkan ke khalayak, sebuah organisasi skala besar akan berdiri, dengan agenda awal, pemilihan figur yang hendak memimpin pada periode pertamanya. Momen ini telah dinanti-nanti dengan persiapan yang sejauh ini tak tampak mendadak. Betapa tidak, nama-nama yang akan saling rebut posisi, lahir dari musyawarah fakultas pengusung masing-masing.

Organisasi ini belakangan terbaca sebagai wadah berhimpun bagi para alumni, dan memiliki hubungan informal erat dengan institusi kampus. Maka menjadi sesuatu yang niscaya, tidak sedikit cita-cita yang datang bersamaan dengan jalinan tersebut. Kongres Ikatan Keluarga Alumni UNG gencar diharapkan bukan menjadi ajang reuni belaka, melainkan juga sebagai tempat persaingan gagasan dan kontribusi antar-alumni terhadap almamater. Alhasil, perhelatan produktiflah yang kelak terselenggara.

Pemberitaan yang masif, menjadi salah satu faktor penyebab banyaknya tanggapan terhadap pertarungan akbar ini. Kebanyakan di antaranya memperbincangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing figur yang bersaing, sisanya adalah konten yang bermaksud mencairkan suasana. Sebagai organisasi mahasiswa paling puncak di UNG, BEM turut menunjukkan sikap mengenai acara yang esok akan digelar tersebut, berupa harapan yang dirilis dalam satu tajuk tulisan Jelang Kongres IKA UNG; Ini Harapan BEM, pada Rabu kemarin, di salah satu portal web.

Setidaknya terdapat dua poin utama yang dengan terang disampaikan dalam tulisan tersebut. Pertama, mengenai keinginan Badan Eksekutif Mahasiswa untuk dapat bersinergi dengan Ikatan Keluarga Alumni pasca-kongres nanti. Kedua, tentang harapan mereka agar Kongres IKA dapat berjalan secara kekeluargaan, tanpa adanya praktik money politic, melainkan pertarungan gagasan demi membangun UNG. “Dengan itu,” jelas mereka, “IKA UNG akan [di]nahkodai oleh orang yang serius mengurusi organisasi, dan tidak hanya menambah popularitas semata.”
Sekilas tak ada yang janggal dari penyampaian di atas. Tetapi jika diperiksa lebih jeli, kita akan menemukan kealpaan BEM dalam menyikapi kongres dan keberadaan IKA.

Distingsi Kedudukan BEM dan IKA sebagai Organisasi

Badan Eksekutif Mahasiswa, terang dimafhumi sebagai organisasi mahasiswa intra kampus yang—dalam struktur hierarkis—berada pada posisi paling puncak sebagai lembaga eksekutif, di suatu perguruan tinggi. Tetapi, perlu diingat, penjelasan ini hanya berlaku jika tingkatan organisasi mahasiswa di bawahnya tidak turut menggunakan term BEM sebagai identitas, sebab di sejumlah perguruan tinggi, term BEM dipakai baik untuk lembaga eksekutif mahasiswa tingkat universitas hingga fakultas, dan jika tidak terdapat Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) atau Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sebagai lembaga legislatif, dengan bahasa lain, BEM berfungsi sebagai lembaga legislatif sekaligus eksekutif mahasiswa, seperti yang saat ini berlaku di UNG.

Yang perlu untuk digarisbawahi, meskipun BEM duduk sebagai lembaga eksekutif dengan kedudukan tinggi pada tataran organisasi mahasiswa, ia memiliki hubungan dan kapasitas terpisah dengan organisasi yang sama-sama menjadi mitra perguruan tinggi seperti IKA sebagai organisasi alumni. Barangkali tak butuh penjelasan rinci untuk menerangkan perbedaan bahwa BEM merupakan organisasi mahasiswa, sedangkan IKA adalah organisasi alumni. Meskipun keduanya mempunyai kesamaan: hubungan kerja sama dengan kampus, justru persamaan inilah yang menjadi jarak antar-keduanya, sebab dua hubungan kerja sama yang terjalin adalah “antara BEM dengan kampus (bukan dengan IKA)” dan “antara IKA dengan kampus (bukan dengan BEM)”.

Tak ada satu pun aturan yang dilanggar, memang, jika BEM sebagai organisasi mahasiswa mempunyai niat baik untuk menjalin sinergitas dengan IKA sebagai organisasi alumni, sebab keduanya mengusung visi yang kurang-lebih sama: membawa dampak yang baik bagi perguruan tinggi. Tetapi, kita akan kembali menemukan perbedaan dalam menjawab pertanyaan “dengan cara apa visi tersebut diwujudkan oleh kedua organisasi ini?”

Jika diperkenankan berandai-andai, saya akan membayangkan kalau BEM, akan mengerahkan jajarannya untuk melakukan kerja yang optimal sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diamanahkan. Memastikan aspirasi mahasiswa bukan sebagai hal yang tak pernah diindahkan, hingga memanggul peran social control dalam mengawasi kebijakan perguruan tinggi maupun pemerintah. Sedangkan di seberang, IKA, melalui hubungannya dengan kampus dan antar-alumni yang telah terlembagai, akan menata jejaring sosial yang erat dan terorganisir, sehingga dapat saling menguntungkan satu sama lain.

Kembali ke Realitas

Setelah berfantasi ke sana-kemari, mari pulang menuju kenyataan. Sebelum mengeluarkan pernyataan yang mewanti-wanti agar dalam Kongres Ikatan Keluarga Alumni kelak tak ada praktik money politic, dan mencetuskan pemimpin yang serius mengurusi organisasi, bukannya untuk meraup popularitas, jajaran pengurus Badan Eksekutif Mahasiwa periode satu tahun ke depan, baru saja menerima legalitas dan wewenangnya pasca dilantik, Senin (22/3/2021).

BEM dalam hal ini, lagi-lagi, tidak menabrak satu pun aturan. Tetapi, kembali mengingat hubungan kerja sama yang melibatkan ia di dalamnya, adalah hubungan kerja sama dengan kampus, bukan dengan IKA. Dan dalam kurun waktu dua hari menjabat, agaknya tidak keliru jika reaksi berupa penyataan yang mewanti-wanti bagaimana dan seperti apa seharusnya Kongres IKA dihelat dan melahirkan pemimpin, digolongkan sebagai salah satu langkah awal BEM dalam agenda kepemimpinannya. Pertanyaannya, berkenankah BEM menerima anggapan demikian?

Jika jawaban untuk pertanyaan di atas adalah “tidak,” maka sepatutnya, BEM, dalam sentuhan-sentuhan pertamanya, memulai langkah awal yang sebenarnya (kelanjutan dari jawaban “tidak” tadi). Jika pun kekeh untuk menyampaikan pesan-pesan peringatan, maka seharusnya ditujukan kepada yang menjalin kerja sama dengannya: kampus. Atau, jika tetap bandel pengin menyoroti prosesi Kongres IKA, BEM dapat memberikan saran yang lebih substansial dan bermanfaat seperti pelaksanaan kongres secara daring, mengingat insiden 39 dosen UNG yang terkonfirmasi positif tertular covid-19 belum lama ini. Dengan demikian, ketidakjelian BEM dalam membaca fenomena kongres dan keberadaan IKA, sedikit bisa diampuni.

Tabik. Semoga hal-hal baik senantiasa meliputi kita semua.

Penulis: Rifki Taufik Haluti
Universitas Negeri Gorontalo
ikihaluti@gmail.com

Baca berita kami lainnya di

banner 468x60