READ.ID– Anggota Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hati-hati serta terbuka kepada masyarakat ilmiah terkait proses perizinan obat virus Corona (Covid-19) yang diajukan tim peneliti dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Badan Intelijen Negara dan TNI.
“Jangan karena dalam kondisi darurat, proses pengujian obat dilakukan secara tergesa dengan mengabaikan prosedur ilmiah yang baku.
Kita tentu gembira mendengar kabar sudah ditemukan obat Covid-19. Jika temuan ini benar, bakal sangat membanggakan karena obat tersebut merupakan temuan pertama di dunia,” kata Mulyanto kepada Read.id di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/8).
Namun, kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan tersebut, temuan itu benar-benar harus dapat diuji secara empiris, ilmiah dan sesuai standar metodologi pengujian yang baku supaya obat Covid-19 yang ditemukan tim peneliti gabungan kedokteran Unair, BIN dan TNI ini terbukti efektif dan tidak ada efek samping buat pasien,
Wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini mengingatkan BPOM agar mereview semua prosedur penelitian dan uji klinis obat ini.
BPOM juga perlu menguji secara transparan validitas dan prosedur perizinan sesuai ketentuan yang berlaku agar kelak masyarakat menjadi yakin dan tidak bingung.
“Saya yakin ukuran-ukuran ilmiah itu sudah baku. Indikatornya jelas. Sehingga, selama hasil-hasil penelitian obat ini terbuka bagi masyarakat ilmiah, maka tipu-tipu ilmiah, yang akan merugikan masyarakat, dapat dihindari,” jelas Mulyanto.
Sebelumnya beredar kabar bahwa tim peneliti gabungan dari Unair, BIN dan TNI telah menemukan obat Covid 19, yang baru saja selesai tahap uji klinis dan tengah menunggu proses izin produksi dan izin edar dari BPOM.
Obat Covid yang ditemukan tim ini adalah kombinasi dari tiga jenis obat tunggal yang telah diberikan kepada pasien Corona di berbagai belahan dunia.
Kombinasi tersebut terdiri dari Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline dan Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Pihak Rektor Universitas Airlangga menjelaskan, obat itu merupakan kombinasi dari berbagai macam obat.
Untuk mempercepat proses rilis kombinasi obat tersebut, Rektor Unair meminta kepada pihak TNI, Polri, BIN, IKatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia, Kimia Farma, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mau bahu-membahu mempercepat proses perizinan obat itu.
Pihak rektor Unair berharap BPOM memperlancar izin produksi obat itu sehingga obat ini dapat diproduksi secara massal untuk kepentingan masyarakat Indonesia.
Sementara itu, pakar Epidemologi UI dan Griffith University Australia menilai, tahapan penelitian dan uji klinis obat itu tak transparan.
Proses penciptaan obat ini dinilai tidak menunjukkan tahapan yang gamblang dan transparan. Termasuk desain riset, eksekusi dan juga analisis atas hasil uji cobanya.
Padahal, menurut para pakar epidemologi itu, semua tahapan itu harus terpenuhi dan diketahui dengan jelas melalui suatu laporan ilmiah. Hal itu untuk menjadi rujukan dan evaluasi ilmiah para akademisi di seluruh dunia. Apabila tahapan-tahapan penting ini tidak terpenuhi akan sangat berbahaya.
Menurut Mulyanto, kontroversi dari masyarakat ilmiah ini perlu menjadi perhatian pihak BPOM dalam memproses perizinan obat Covid-19 ini sehingga obat yang kelak diizinkan adalah benar-benar bermanfaat buat masyarakat luas dan disambut baik.