banner 468x60

BRIN : Butuh Model Ekonomi Baru Antisipasi Dampak Perubahan Iklim

Perubahan Iklim

READ.ID – Ketua Kelompok Riset Ekonomi Sirkular dalam Simbiosis Sumberdaya Alam Pusat Ruset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup (PR SPBPDH), Tri Martini menyebutkan perlunya memikirkan kembali model ekonomi untuk menghindari dampak buruk dari perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem, serta kelangkaan sumber daya.

Hal itu di sampaikan saat memberikan kesimpulan diskusi dalam Webinar yang dilaksanakan secara hybrid dengan tema: “Striving for Net Zero Emissions in Indonesia: Challenges and Opportunity”, Jumat (4/8).

Menurutnya, model ekonomi berdasarkan konsumsi sumber daya hayati untuk produksi pangan dan pakan, produk, dan energi mendapatkan momentum sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus menjawab isu-isu keberlanjutan.

“Dalam bioekonomi sirkular, sumber daya hayati dapat diperbarui, dikelola secara berkelanjutan, dipulihkan, dan digunakan kembali sebanyak mungkin,” terang Tri.

Pada kesempatan yang sama Kepala Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup, Nugroho Adi Sasongko menyatakan pentingnya kolaborasi lintas lembaga dalam mensukseskan pencapaian Net Folu Sink tahun 2030. Nugroho berharap bahwa webinar ini dapat memberikan pemahaman mendalam tentang tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam mencapai net zero emissions, termasuk hambatan teknis, kebijakan, dan sosial.

Dijelaskan Nugroho, Webinar yang diadakan secara daring ini membahas strategi sektor pertanian yg identik dengan lingkungan dalam mengantisipasi perubahan iklim. Dimulai dengan penyampaian materi Striving for Net Zero Emissions in Indonesia: Challenges and Opportunity oleh Andrianto Ansari, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada sekaligus periset yg baru menyelesaikan beasiswa program PhD dalam studi Bioenvironmental Systems Engineering, di National Taiwan University.

Peserta webinar juga mendapatkan pelatihan penggunaan alat Monitor Gas Portabel RX-8500 dan RX-8700. Alat RX-8500 dapat mengukur gas CH4, O2, CO, dan CO2, sedangkan RX-8700 dapat mengukur gas HC, O2, dan H2S.

“Kami harap peserta mendapatkan pemahaman menggunakan alat RX-8500 dan RX-8700 tentang pengukuran gas, keamanan dan kesehatan dalam penggunaan alat, pengoperasian alat dengan benar, serta kemampuan dasar troubleshooting,” katanya.

Sementara itu, dalam pemaparannya, Andrianto menyampaikan bahwa pengertian dari Net Zero Emission adalah mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak mungkin, mengikuti hierarki karbon dan sejalan dengan lParis Agreement. Hal ini mencakup seluruh rantai nilai untuk mengurangi karbon dan melibatkan berbagai pihak yang mencakup transportasi, produk dan layanan, juga limbah.

Andrianto menerangkan bahwa terdapat empat Strategi Net-Zero dalam pertanian yang disarankan. Pertama adalah adaptasi yaitu dengan cara mengintegrasikan pepohonan ke dalam lanskap pertanian. Konversi penggunaan lahan dari padang penggembalaan menjadi perkebunan, hutan asli menjadi tanaman pangan, dan padang rumput menjadi tanaman pangan secara signifikan menurunkan stok karbon organik tanah.

Startegi yang kedua, lanjut Andrianto, adalah mengurangi emisi karbon. Selanjutnya, ketiga meningkatkan penyerapan karbon, dan yang keempat adalah bioekonomi sirkular yaitu suatu model ekonomi dengan pendekatan sistem dalam kegiatan produksi hingga konsumsi. Yaitu dengan meminimalisir penggunaan sumber daya dan timbulan limbah (hasil samping), mempertahankan daya guna material, dan bersifat regeneratif.

“Sistem ekonomi kita saat ini didasarkan pada rantai nilai linier yang bergantung pada ekstraksi bahan mentah yang terus menerus dan meningkat. Saat ini hanya 8,6% dari total bahan yang diekstraksi yang didaur ulang ke ekonomi,” ujar Andrianto

Sebagaimana diketahui, emisi gas rumah kaca saat ini terus tinggi dengan tingkat emisi gas rumah kaca yang dapat menimbulkan kenaikan temperatur bumi rata-rata hingga 1oC. Semakin cepat adanya upaya pengurangan emisi CO2, maka kemungkinan untuk menjaga kenaikan temperatur bumi rata-rata untuk tidak melebihi 1,5oC akan lebih tinggi, dibandingkan apabila upaya pengurangan emisi tersebut tidak dilakukan secepat mungkin.

Baca berita kami lainnya di

banner 468x60