oleh : Ardy Wiranata
READ.ID – Beberapa hari terakhir penyebaran Covid-19 (Virus Corona) semakin meningkat. Hampir semua Provinsi sudah masuk kategori Zona Merah, artinya ada masyarakat yang di daerah tersebut sudah terinfeksi atau dinyatakan Positif terkena Corona.
Hal ini pun semakin diseriusi oleh Pemerintah Pusat dari himbauan Work From home, meliburkan anak sekolah, kampus, hingga Pilihan antara Lockdown, Karantina Wilayah dan Darurat Sipil.
Namun akhir-akhir ini ada dua Solusi yang lagi hangat diperdebatkan, pilihan antara Karantina Wilayah atau Penerapan Darurat sipil. Yang sebenarnya dua solusi ini sangat berbeda dan dipastikan punya konsekuensi masing-masing.
Adapun Dasar Hukumnya ialah Karantina Wilayah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang saat itu diteken oleh Presiden Jokowi. Berbeda halnya dengan Darurat sipil yang diatur atas dasar Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, yang saat itu diteken Presiden Sukarno.
Defenisi dari Karantina wilayah ialah melakukan pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi. sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Sedangkan defenisi Darurat sipil ialah kondisi bahaya, selain keadaan darurat militer dan keadaan perang, terjadi manakala alat-alat perlengkapan negara dikhawatirkan tidak bisa mengatasi kondisi keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah negara. Hal itu terjadi apabila negara terancam dengan pemberontakan, kerusuhan, bencana alam, perang, perkosaan wilayah, atau dalam arti lain negara dalam kondisi berbahaya.
Adapun yang menjadi penyebab lahirnya Karantina Wilayah dan Darurat Sipil itu ialah Jika Karantina wilayah, itu menandakan kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat yang terjadi dan dapat meresahkan dunia, atau kondisi terjadinya penyebaran penyakit bagi masyarakat di wilayah wilayah tertentu.
Berbeda halnya dengan Darurat sipil, yakni alat-alat perlengkapan negara dikhawatirkan tidak dapat mengatasi keadaan, terancam pemberontakan, kerusuhan, bencana alam, perang, perkosaan wilayah, dan bahaya. Begitu pun mengenai pertanggungjawaban Negara kepada masyarakat jika Karantina Wilayah maupun Darurat Sipil diberlakukan.
Jika pilihannya ada di Karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar rakyat, dari pangan, sampai makanan ternak ditanggung oleh Pemerintah Pusat, dapat melibatkan pemerintah daerah, dan pihak terkait;
Agak berbeda ketika solusi yang diterapkan yakni Darurat sipil, semua kebutuhan warga masyarakat tidak menjadi tanggungan pemerintah.
Melihat dua solusi ini, saya kurang sepakat ketika pemerintah mengambil jalan solusi Darurat Sipil. Alasannya sederhana, bahwa Pasal-pasal yang diterapkan dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959 yang mengatur Darurat Sipil itu sangat tidak relevan dengan kondisi yang terjadi hari ini. Kondisi hari ini tidak sedang dalam keadaan perang, kerusuhan besar atau kondisi alat kelengkapan negara tidak dapat mengatasi keadaan yang terjadi.
Bahwa saat ini Negara sedang berperang melawan penyebaran Wabah/virus yang dapat mengancam setiap warga negara. Maka kurang tepat jika Pemberlakuan Darurat Sipil dijadikan solusi penyelesaiannya.
Ditambah lagi dengan, kondisi Darurat Sipil memberikan Militer kekuasaan lebih jauh untuk mengontrol masyarakatnya, artinya bisa memungkinkan ini dapat berakibat pada tindakan represif.
Dalam batas nalar tertentu, saya khwatir jika penerapan Darurat Sipil ini hanya sebuah langkah mundur bagi pemerintah untuk tidak mau menyelamatkan rakyatnya. Jika Darurat Sipil diterapkan, maka Pemerintah tidak bertanggung jawab atas keberlanjutan kehidupan sehari-hari bagi rakyatnya. Atau dalam bahasa kasarnya Rakyat disuruh cari makan sendiri, tapi dilarang beranjak kemana-mana.
Negara harus melakukan semua langkah pencarian solusi demi pencegahan Virus ini, setiap langkah pasti punya konsekuensi, tapi jangan sekali kali mengancam kehidupan rakyat itu sendiri. Negara jangan melepaskan tanggungjawab atas keberlanjutan kehidupan rakyatnya, negara harus hadir sebagaimana amanah dalam konstitusi itu sendiri.
Terakhir, semoga bencana Virus ini segera selesai, penerapan darurat sipil pun tidak jadi diterapkan.**