Genap 10 Tahun, Festival Apangi Dembe I Bersemi Jadi Daya Tarik Budaya

READ.ID – Festival Apangi di Kelurahan Dembe I tahun ini memasuki usia satu dekade. Sebuah capaian luar biasa bagi tradisi lokal yang tumbuh dari semangat warga, bukan dari panggung-panggung besar.

Festival Apangi merupakan sebuah event yang dilaksanakan warga Dembe I dalam menyambut 10 Muharam atau hari Assyuro dengan cara sederhana, namun meriah, hangat, dan penuh makna khas Gorontalo.

Festival ini pertama kali digagas pada tahun 2016 oleh Lurah Dembe I yang kala itu dijabat Adriyun Katili.

Dia berinisiatif menghidupkan kembali tradisi 10 Muharram bersama para tokoh masyarakat. Dari kegiatan kecil di lingkungan terbatas, Festival Apangi kini menjelma sebagai magnet budaya yang dikenal hingga tingkat nasional, bahkan internasional.

Menurut Syamsu Qamar Idji, S.Kom, Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Dembe I, Festival Apangi telah menjadi identitas budaya dan wajah pariwisata Kelurahan Dembe 1.

“Dulu hanya beberapa rumah yang buat apangi, sekarang semua warga terlibat. Tanpa panitia, tanpa undangan, tapi semua jalan rapi,” ujarnya.

Perayaan satu dekade Festival Apangi diwarnai dengan hadirnya tagline lokal khas kampung. Jika Pemerintah Kota Gorontalo mengusung slogan “Torang Beken Bae”, maka warga Dembe I menyuarakannya dalam nuansa kuliner menjadi “Torang Beken Kanyang.”

Berbeda dari kebanyakan festival, Festival Apangi tidak memiliki struktur panitia resmi.

Ya, warga menjadi panitia di rumah masing-masing. Tak ada panggung utama, tidak ada tiket masuk, dan tidak ada meja registrasi. Tak perlu undangan, tak perlu kenalan. Siapa pun yang datang akan langsung disambut dan dijamu.

Bahkan, pengunjung dari berbagai kota hingga dari luar negeri disambut hangat di setiap rumah. Festival ini menjadikan silaturahmi lebih penting daripada silsilah.

“Inilah kekuatan kami. Tidak ada panitia, tapi semua berjalan tertib karena rasa memiliki itu tumbuh dari hati,” ujar salah satu tokoh masyarakat Dembe I, Zulkarnain Husain.

Kue Apangi sendiri dulunya hanya sajian kampung dari tepung beras dan santan, kini apangi menjelma menjadi ikon budaya. Kue ini hadir dalam berbagai warna dan bentuk dari putih klasik hingga pink dan hijau pandan, namun tetap menjaga rasa dan filosofi dasarnya sebagai kue khas 10 Muharram.

Untuk menjamin keamanan konsumsi, Balai POM dan Dinas Kesehatan Kota Gorontalo turun langsung ke rumah-rumah warga. Sampel kue apangi diuji di laboratorium mobile, dan hasilnya diumumkan sebelum malam puncak. Sebuah standar tinggi yang jarang ditemui dalam festival berbasis komunitas.

Seluruh pelaksanaan festival ditata secara sukarela oleh warga. Prinsipnya sederhana: Festival Apangi adalah ajang berbagi, bukan mencari untung.

Baca berita kami lainnya di

Exit mobile version