READ.ID,- Kabar mengenai turunnya harga jual jagung di tingkat petani direspon oleh pemerintah. Empat instansi teknis menggelar konfrensi pers terkait dengan isu tersebut bertempat di Rumah Jabatan Gubernur Gorontalo, Rabu (27/2/2019).
Pihak Kementrian Pertanian diwakili oleh Kasubdit Jagung, Direktorat Serealia Andi Mohamad Saleh, Kepala Perum Bulog Gorontalo Munafri Syamsuddin, Kadis Pertanian Muljady D. Mario serta Kadis Diskumperindag M. Nadjamuddin.
“Terkait dengan perkembangan informasi di masyarakat bahwa harga jagung turun drastis Rp2.100,- sampai Rp2.200,- tidak benar. Ini harus kita luruskan karena bisa meresahkan. Apalagi masyarakat Provinsi Gorontalo mengandalkan jagung sebagai sumber pendapatan,” buka Kadis Pertanian Muljady Mario.
Muljady menegaskan bahwa hingga akhir Februari ini harga jagung di tingkat petani masih cukup tinggi di angka Rp3.200,- hingga Rp3.400,- saat posisi kering atau kadar air di bawah 17%. Harga itu di atas harga yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar Rp3.150,- per kilogram.
Petani diminta memastikan kondisi jagung benar-benar kering sesuai standar jual. Petani juga diminta tidak menjual ke pengumpul antara dalam kondisi basah yang memungkinkan ada penurunan harga jagung.
“Untuk mengakses gudang pengumpul tidak susah sebenarnya. Kita sudah menyiapkan di semua daerah ada, di Pulubala (Kabupaten Gorontalo) di Pohuwato ada bahkan di Kota Gorontalo juga ada. Jadi jangan terjebak untuk menjual apalagi dalam kondisi basah ke pengumpul antara,” tandasnya.
Pihaknya menduga isu penurunan harga salah satunya disebabkan oleh naiknya harga jagung pada bulan Desember 2018 lalu yang sempat menyentuh angka Rp.5000,- per kilogram. Harga tinggi itu tidak bisa dijadikan patokan sebab hanyalah harga semu akibat dari fenomena kelangkaan jagung saat off season.
Hal senada juga diungkapkan Kasubdit Jagung, Direktorat Serealia Kementrian Pertanian Andi Mohamad Saleh. Menurutnya, kualitas jagung di lapangan sangat menentukan harga jual. Jika jagung dijual dalam kondisi basah maka akan berpengaruh pada biaya produksi gudang penampung yang harus melakukan proses pengeringan.
“Baru empat hari lalu saya panen di Gresik (Jawa Timur). Saya tanya petaninya berapa harganya? Rp3.500,- pak. Harga di luar masih sangat tinggi, artinya harga turun masih perlu dipertanyakan?,” terang Andi.
Stabilnya harga jagung di tingkat petani juga dibenarkan oleh Kepala Perum Bulog Gorontalo Munafri Syamsuddin. Hingga akhir Februari ini pihaknya belum melakukan pengambilan dari petani akibat harga jual yang masih stabil di atas harga yang ditetapkan pemerintah. Bulog menganggarkan 100 Ton jagung untuk diserap dari petani.
“Hasil pemantauan kami memang masih banyak petani yang menjual dalam kondisi basah. Contoh kemarin di Desa Botuwombato yang panen raya. Ada jagung yang dijual dengan kadar air di atas 30%. Seandainya mereka mau bersabar untuk mengeringkan, apalagi dengan kondisi cuaca yang terik seperti sekarang maka harganya akan lebih baik,” imbuhnya.
Untuk menjaga kualitas jagung kering di tingkat petani, pemerintah provinsi telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya dengan membagikan 10 unit dryer dengan kapasitas 6 ton/jam pada tahun 2018. Ada pula bantuan lantai jemur dan terpal kepada kelompok petani.
Pemprov Gorontalo juga sudah menyiapkan posko-posko alat tester kadar air jagung berdekatan dengan gudang pengumpul. Hal dimaksudkan agar petani penjual mempunyai alar ukur pembanding dengan alat ukur gudang sehingga potensi perbedaan kadar air bisa diminimalisir.
“Kami bekerjasama dengan Dinas Pertanian juga menggelar sidak. Apakah memang kandungan airnya atau di testernya. Soal harga, tidak mungkin turun karena di luar sana pasarnya sangat banyak baik dalam negeri maupun kebutuhan ekspor,” kata Kadis Kumperindag M. Nadjamuddin.
Harga batas bawah jagung telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp.3.150,- per kilogram. Angka itu tidak saja untuk memperhatikan kesejahteraan petani, tetapi juga kesejahteraan peternak dan masyarakat.
Jika harga jagung terlalu mahal dihawatirkan akan berdampak pada harga pakan ternak yang tinggi. Pada akhirnya akan berdampak pada harga ternak dan telur ayam yang mahal diakses masyarakat.****