READ.ID – Seru, menarik dan penuh dengan nuansa pembelajaran, itulah bagian dari perjalanan benchmarking Peserta PKN I Angkatan LXI tahun 2024 ke Bali.
Selama di Bali, peserta yang terdiri dari JPT Madya, JPT Pratama, Kejaksaan Agung dan POLRI ini mengikuti sejumlah agenda Benchmarking yang berlangsung sejak 29 September hingga 2 Oktober.
Selain mengikuti diskusi kebijakan di Hotel Stones, Peserta juga melakukan kunjungan lapangan ke Ekowisata Manggrove Batu Lumbang dan TPS 3R Sanur Kauh.
Kadis Pariwisata Provinsi Gorontalo, Aryanto Husain, mengatakan Benchmarking kali ini sangat kaya dengan pendalaman isu kebijakan nasional.
“Kami tidak hanya berdiskusi tentang teori, tapi juga melihat praktek langsung di lapangan, berdiskusi dengan para pelaku praktek cerdas,” ungkap Aryanto.
Selanjutnya, satu-satunya peserta PKN I yang berasal dari pemerintah daerah ini mengapresasi proses pembelajaran, serta temuan-temuan yang sangat berguna dalam memperkaya kebijakan nasional dan daerah.
Di sela-sela agenda, Aryanto Husain juga menyempatkan diri mengunjungi beberapa sentra ekonomi kreatif yang terdapat di sekitar Kuta dan Sanur.
Menurutnya, Provinsi Bali tidak hanya berhasil mengembangkan produk ekonomi kreatif namun juga mampu menata ekosistim ekonomi kreatifnya dengan baik. Ini terlihat dari pajangan produk ekraf yang sangat beragam dengan ketersediaan yang terjamin.
Disamping itu, keberagaman produk itu dihasilkan dari serangkaian riset dan dukungan SDM pelaku dan aspek pembiayaaan.
“Tentunya, ini adalah bagian dari rangkaian proses dalam ekosistim ekraf yang saya lihat sudah berjalan dengan baik di sini,” imbuhnya.
Aryanto menambahkan kondisi ini tidak lepas dari campur tangan Pemerintah Daerah. Melalui kebijakannya Pemerintah Daerah menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam menciptakan eksosistim ekonomi kreatif.
Unsur pentahelix memang penting, tapi kebijakan tetap harus berawal dari Pemerintah.
“Ini sesuai amanah UU No. 24/2019 tentang ekosistim ekonomi kreatif, dimana Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus bisa mendorong hadirnya ekosistim ekonomi kreatif yang dapat menopang pengembangan subssektor ekonomi kreatif di daerah,” jelas Aryanto.
Tidak hanya itu, Aryanto juga mengapreasi sistim pembayaran yang cashless, tidak lagi menggunakan uang cash. Sebagai gantinya hampir semua outlet yang meminta pembayaran secara online.
“Kita bisa gunakan banyak cara, umumnya yang saya membayar dengan QRIS,” tambahnya.
Bagi Aryanto, digitalisasi dalam susbsektor ekraf sudah berjalan dengan baik di Bali. Sejak promosi dan pemasaran hingga sistim pembayaran.
Pihaknya berharap, kondisi seperti ini dapat diimpementasikan di berbagai daerah lain di Indonesia guna mendukung pengembangan subsektor ini dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
“Kuncinya adalah pada penciptaan ekosistim ekonomi kreatif yang baik agar strategi dan kebijakan serta intervensi program tidak silo dan parsial tapi berjalan komprehensif dan terarah” tutupnya.