Indonesia Jauh Dari Deindustrialisasi

Indonesia Jauh Dari Deindustrialisasi
banner 468x60

READ.ID – Kondisi ketidakpastian geopolitik dunia membawa angin tak segar bagi kemajuan industri global. Banyak negara di Eropa saat ini sedang berjuang menjaga stabilitas industrinya agar tak terhantam oleh fenomena deindustrialisasi yang disebabkan krisis energi akibat perang di Timur Tengah maupun antara Rusia-Ukraina.

Secara sederhana deindustrialisasi merupakan kondisi menurunnya kontribusi sektor industri terhadap perekonomian nasional. Hal tersebut secara langsung membuat pemerintah di negara itu mengandalkan sektor tersier, seperti jasa untuk menopang kebutuhan negaranya.


banner 468x60

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyebut Indonesia masih jauh dari kata deindustrialisasi. Itu karena berdasarkan catatan Pemerintah, sektor industri pengolahan nonmigas (manufaktur) masih menjadi tulang punggung pendapatan perekonomian nasional.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut perekonomian Indonesia pada 2023 tumbuh mencapai Rp20.892,4 triliun, dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita mencapai Rp75,0 juta atau 4.919,7 dolar AS. Pada tahun tersebut sektor manufaktur berhasil memberikan sumbangsih 19 persen secara keseluruhan.

Adapun dalam kurun waktu 2014 — 2022, PDB manufaktur Indonesia memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 3,44 persen per tahun. Angka ini jauh di atas rata-rata pertumbuhan industri dunia yang hanya 2,35 persen.

Bahkan nilai tambah manufaktur Indonesia berada di level ekspansif di atas beberapa negara seperti Kanada, Turki, Irlandia, Brazil, Spanyol, Swiss, Thailand, dan Polandia, dengan nilai kontribusi mencapai 228 miliar dolar AS.

“Ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu powerhouse manufaktur di dunia,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Tingginya kontribusi industri nasional terhadap PDB tak lepas dari peran Pemerintah dan pelaku usaha yang berjuang menjaga stabilitas iklim industri.

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan April 2024 mencatat, optimisme pelaku industri terhadap iklim usahanya selama 6 bulan ke depan yang memercayai akan terus mengalami peningkatan, yakni sebanyak 72,3 persen.

Tingkat optimisme yang tinggi itu karena kepercayaan pelaku usaha terhadap kebijakan Pemerintah Pusat serta adanya potensi peningkatan perekonomian baik secara nasional maupun global.

Meski demikian, bukan hal yang tak mungkin industri Indonesia mengalami penurunan kontribusi. Hal ini akibat ketidakpastian situasi geopolitik terus bergejolak hingga saat ini.

Oleh karena itu Kementerian Perindustrian, yang dalam hal ini memiliki tugas menjaga iklim industri nasional, telah menyiapkan strategi guna menjauhkan fenomena deindustrialisasi memengaruhi Indonesia.

Strategi tersebut, antara lain, yakni penerapan program pembaruan teknologi mesin industri, serta penguatan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan vokasi dan pelatihan.

Pembaruan mesin

Pembaruan teknologi atau restrukturisasi mesin menjadi salah satu program unggulan Kementerian Perindustrian guna menjaga stabilitas industri dalam negeri.

Program ini memberikan pelaku industri peluang untuk meningkatkan produktivitasnya melalui penggantian alat yang sudah usang menjadi alat terbaru. Mekanisme pemberian insentif tersebut diterapkan dengan cara penggantian dana yang dipakai (reimburse) sehingga diharapkan para pengusaha bisa mengoptimalkan usahanya.

Cara pengajuan program ini dilakukan melalui beberapa tahapan, pertama yakni pendaftaran secara digital melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), pemeriksaan administratif yang meliputi akta pendirian perusahaan, izin usaha, dan kepemilikan lahan perusahaan.

Selanjutnya verifikasi administrasi, pelaporan alat yang ingin diganti atau direstrukturisasi, penetapan oleh Kemenperin, serta terakhir yakni realisasi pencairan dana.

Salah satu subsektor manufaktur yang diberikan insentif pembaruan alat yaitu industri penyempurnaan kain dan pencetakan kain (tekstil).

Kemenperin mengalokasikan anggaran sebesar Rp50 miliar pada tahun 2024 untuk pelaksanaan program tersebut dengan target 59 perusahaan.

Menurut pengakuan salah seorang pelaku industri tekstil di Jawa Barat yakni PT Mahugi Jaya Sejahtera, yang menerima manfaat dari program itu, pihaknya bisa meningkatkan kualitas produk kain yang dihasilkan karena teknologi mesin yang digunakan sudah diganti dengan yang terbaru.

Alhasil, secara perdana pada Mei 2024, perusahaan itu berhasil mengekspor kain tekstil sepanjang 300 ribu meter dengan nilai transaksi sebesar 350 ribu dolar AS ke Dubai.

Inisiasi ini diharapkan mampu mendongkrak pelaku industri lainnya agar bisa meningkatkan produktivitas sehingga secara langsung menaikkan kontribusi manufaktur terhadap devisa negara serta membuka peluang pasar ke wilayah nontradisional seperti Asia Tengah dan Eurosia.

Selain itu, pada tahun ini Kemenperin juga telah mengalokasikan dana Rp7,5 miliar untuk program pembaruan mesin di industri pengolahan kayu dan furnitur dengan target peserta 10 perusahaan.

Adapun berdasarkan laporan dari perusahaan penerima dana program tersebut pada tahun sebelumnya, insentif ini telah berdampak terhadap peningkatan efisiensi perusahaan sebesar 10-30 persen, mutu produk 10-30 persen, dan produktivitas perusahaan 20-30 persen.

Penguatan SDM

Sumber daya manusia yang berkualitas menjadi salah satu faktor penting dalam menjauhkan Indonesia dari deindustrialisasi.

Guna memaksimalkan strategi ini, Kemenperin melalui lembaga vokasi di bawah naungannya memberikan peluang bagi generasi muda yang ingin berkontribusi dalam pemajuan industri Tanah Air, dengan cara mengenyam pendidikan di sekolah Kemenperin.

Total saat ini ada 22 unit pendidikan yang terdiri atas sembilan sekolah menengah kejuruan (SMK), dua Akademi Komunitas Industri (Akom), serta 11 Politeknik Industri yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan total pelajar mencapai 17.536 orang.

Pada tahun 2024, Kemenperin melalui Jalur Penerimaan Vokasi Industri (Jarvis) membuka kuota penyerapan sebanyak 4.796 mahasiswa baru pada tingkat politeknik dan akademi komunitas, serta 2.730 untuk tingkat SMK.

Tak hanya diberikan ilmu mengenai tata kelola dan pengolahan industri nasional, para pelajar atau mahasiswa juga diberikan jaminan kerja ketika sudah selesai mengenyam pendidikan. Hal ini karena pendidikan vokasi sudah berkesinambungan (link and match) dengan perusahaan industri di Indonesia.

Selain penguatan SDM melalui jalur formal, Kemenperin melalui Balai Diklat Industri (BDI) juga melaksanakan program “Diklat 3 in 1” bagi masyarakat yang ingin meningkatkan dan memperbarui keahlian industrinya.

Program ini menyediakan tiga hal sekaligus, yakni pelatihan, sertifikasi kompetensi, serta penempatan kerja.

Pada tahun 2023 tercatat sebanyak 33.094 orang berhasil mendapat sertifikasi dan pekerjaan lewat program ini. Angka tersebut melebihi target realisasi yang hanya 27.070 orang.

Pekerja yang menyelesaikan pelatihan tersebut rata-rata diserap untuk memperkuat sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), sektor makanan dan minuman (mamin), pengolahan hasil laut, animasi, serta sektor informasi teknologi (IT).

Melalui strategi pembaruan mesin industri dan penguatan SDM, Pemerintah Indonesia berharap iklim industri nasional tetap stabil bahkan bisa dioptimalkan sehingga potensi merosotnya kontribusi manufaktur sebagai tulang punggung perekonomian akibat deindustrialisasi tak akan pernah terjadi.(ANTARA/READ.ID)

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90