READ.ID – Indonesia menyerukan hentikan kekerasan di Myanmar yang telah menyebabkan banyak korban jiwa. Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi, dalam konferensi pers di kantor Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Jalan Pejambon Nomor 6 Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2023).
“Indonesia sebagai Ketua ASEAN mengecam keras penggunaan kekerasan yang mengakibatkan korban sipil yang makin banyak,” kata Menlu Retno.
Menlu Retno menegaskan, upaya Indonesia hentikan kekerasan di Myanmar tersebut merupakan implementasi dari lima butir konsensus yang yang disepakati ASEAN untuk menyelesaikan krisis di Myanmar.
Solusi damai yang dikenal Lima Poin Konsensus atau Five Point Consensus itu mencakup dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman utusan khusus ke Myanmar.
Menlu Retno mengatakan, selama empat bulan keketuaan di ASEAN, Indonesia sudah melakukan 60 pertemuan dengan berbagai pihak di Myanmar, termasuk rapat langsung, seperti dengan junta, kelompok etnis bersenjata, dan Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG).
“Diplomasi senyap bukan berarti Indonesia tidak melakukan apapun, yang terjadi adalah sebaliknya. Indonesia sudah melakukan banyak hal yang bisa jadi modal selanjutnya,” kata Menlu Retno.
Selain dengan pemangku kepentingan di Myanmar, kata Menlu Retno, Indonesia juga sudah membahas itu dengan negara kunci/tetangga seperti Tiongkok, India, Thailand, hingga lembaga seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemenlu Sidharto Suryodipuro mengatakan undangan sudah dikirimkan secara diplomatik ke Ibu Kota Myanmar, Naypyidaw untuk pejabat non-politik.
Sidharto mengatakan, kemungkinan besar tidak akan ada yang hadir dari Myanmar seperti dalam pertemuan menlu dan rapat tingkat tinggi pemimpin pemerintahan ASEAN yang lalu.
Sebelumnya, Myanmar telah dilanda kekerasan dan gejolak ekonomi sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 2021. Junta militer yang berkuasa melancarkan tindakan keras terhadap lawan, beberapa di antaranya melarikan diri ke luar negeri untuk membentuk pemerintahan di pengasingan, NUG.
Pihak lainnya bergabung dengan kelompok perlawanan bersenjata nasional, yang bersekutu dengan NUG dan beberapa tentara etnis minoritas dalam memerangi junta.
Sejauh ini belum ada tanda-tanda akan berakhirnya kekerasan di Myanmar. Lebih dari 100 orang tewas pada 11 April 2023 dalam serangan udara oleh militer di sebuah desa, menurut aktivis oposisi dan media.