Jangan Mau Kendaraan Diambil Paksa, LBH Yadikdam Gorontalo Minta Polisi Tindak Tegas Aksi Premanisme Debt Collector

Aksi Premanisme Berkedok Debt Collector

READ.ID – Banyaknya pengaduan yang diterima oleh LBH Yadikdam Gorontalo dari masyarakat yang menjadi korban dari tindakan atau aksi premanisme berkedok debt collector menyita perhatian khusus di akhir tahun 2024 ini.

Pendiri sekaligus Direktur OBH Yadikdam, Rongki Ali Gobel S.H., M.H pun mengecam keras aksi premanisme yang dilakukan oleh Debt Collector yang kerap ditugaskan oleh perusahaan kredit.

“Padahal aturan jelas, Pasca lahirnya putusan MK pada 6 januari 2019 lalu terkait Fidusia bahwa perusahaan tidak boleh melakukan penarikan sepanjang tidak diserahkan secara sukarela oleh konsumen, apalagi kalau sampai menggunakan cara-cara kekerasan dan pemaksaan (premanisme) jelas ini salah dan masuk ranah pidana,” tegas Rongki, Rabu (18/12/2024).

Sehingga ia meminta Kepolisian agar mengambil tindakan tegas kepada pihak manapun yang memakai cara-cara preman dalam masalah fidusia.

“Karena ini sangat meresahkan, polisi harus tegas,” tuturnya.

Rongki pun menambahkan kenapa kasus debt Collector bergaya preman ini harus mendapat atensi dari pihak kepolisian. Pasalnya jika laporan konsumen terkait utang piutang dari perusahaan pembiayaan prosesnya begitu cepat.

“Nah, giliran masyarakat jadi korban perampasan paksa, laporannya selalu kesannya lamban. Sehingga ini saya minta menjadi atensi khusus kepolisian,” kata Rongki.

Masih kata Rongki Ali Gobel, ia percaya dan optimis kepolisian dapat memberi perhatian kepada maraknya kasus perampasan paksa kendaraan masyarakat.

“Apalagi saya lihat selama dua bulan terakhir ini, polisi bekerja dengan baik dengan banyakan pengungkapan kasus-kasus seperti TPPO, Judi Online, dan penyakit masyarakat lainnya. Saya yakin aksi premanisme juga harus diberantas dan kepolisian patut mendapat apresiasi,” ungkapnya.

Tak lupa terkait masalah Fidusia, sosok Sekretaris DPC PERADI Gorontalo itu juga menerangkan bahwa perusahaan tidak dapat melakukan penarikan paksa kendaraan.

“Itu sudah terang dalam keputusan MK pada 6 Januari 2019 lalu terkait masalah Fidusia, sepanjang konsumen tidak menyerahkan secara sukarela maka pihak perusahaan tidak boleh melakukan penarikan paksa. Perusahaan hanya punya hak mengajukan permohonan Parate Eksekusi terhadap kredit (hutang konsumen),” tandasnya.

Baca berita kami lainnya di

Exit mobile version