READ.ID- Upaya pemerintah menangani pandemi Covid-19 mendapat sorotan tajam dalam rapat dengar pendapat antara Komite III DPD-RI dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) pada Selasa 17 November 2020. Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komite III DPD RI, Prof.Dr. Sylviana Murni dan dihadiri anggota Komite III DPD-RI dari 34 provinsi.
Dalam rapat, PB IDI yang diwakili oleh Dr. Fery Rahman (Wasekjen PB IDI), Syahrizal Syarif, Ph.D (Anggota Dewan Pakar PB IDI) dan Dr. Halik Malik (Humas PB IDI) serta Pengurus Pusat IAKMI Dr. Hermawan Saputra menilai, sedari awal pemerintah agak lambat merespon pandemi Covid-19, khususnya penerbitan regulasi. Hal ini berdampak sebaran pandemi Covid-19 meluas. Selain itu, masih rendahnya kesadaran masyarakat mematuhi protokol kesehatan turut berkontribusi meningkatnya penderita Covid-19. Dari PB IDI berpandangan, penanganan pandemi Covid-19 harusnya dilakukan komperhensif. Mulai dari hulu, tengah dan hilir masalah. Hulunya seperti penguatan RT/RW Siaga Covid. Di lapis tengah, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) harus jelas, konsisten dan ditegakan optimal, tanpa diskriminasi. Sedang di hilir, penanganan rumah sakit perlu diperkuat khususnya tracing terhadap interaksi penderita Covid-19 dengan pihak lain.
Pada rapat tersebut, Prof. Sylviana Murni memberikan penekanan dan sependapat dengan PB IDI dan IAKMI bahwa terdapat hal yang terlupakan dalam penanganan pandemi yaitu penguatan community based. Artinya, pencegahan covid berbasis masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat perlu didorong ke depan. Dengan begitu, masyarakat diharapkan terlibat mematuhi protokol kesehatan dengan baik dan menghindari kerumunan. Tanpa keterlibatan publik, sukar melewati masalah pandemi Covid-19.
Di dalam rapat disoroti pula rendahnya test spesimen terhadap masyarakat. Indonesia dibandingkan negara lain, hanya melakukan sekitar 18.000 spesimen Covid-19 per 1 juta penduduk. Sementara negara lain sudah di atas 100.000 spesimen. Hal lain yang turut didiskusikan adalah menurunnya layanan puskesmas akibat Covid-19. Ini dapat berakibat diantaranya gangguan realisasi kebijakan pemerintah menekan angka kematian ibu dan anak, masalah gizi buruk dan stunting.
Ke depan, perlu didorong agar pemerintah memperbaiki kebijakan penanganan pandemi Covid-19 secara komperhensif. Tidak hanya fokus pada kuratif, menurut Sylviana, yang juga senator DKI Jakarta, namun termasuk pula aspek preventif atau pencegahan. Hal ini perlu didukung penguatan anggaran bagi pencegahan covid, baik dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah, sehingga angka penderita pandemi Covid-19 dapat ditekan dengan efektif.(as)