READ.ID- Komite IV DPD RI melaksanakan kegiatan kunjungan kerja (Kunker) dalam rangka perkembangan pemeriksaan terhadap pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dana dana bantuan Covid-19 serta memperoleh informasi hasil pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2020. Di Kantor BPK RI Provinsi D.I Yogyakarta, Senin (23/11)
Dalam sambutannya, Ketua Komite IV DPD RI Sukiryanto memaparkan beberapa poin yang menjadi pokok pembahasan dalam kunker. “Komite IV DPD RI ingin memperoleh informasi bagaimana perkembangan pengelolaan keuangan daerah di Provinsi Yogyakarta, yang meliputi perkembangan opini, tindak lanjut rekomendasi, pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah, serta temuan-temuan pemeriksaan yang signifikan,” katanya.
Lebih lanjut, Senator asal Provinsi Kalimantan Barat tersebut memberikan apresiasi kepada seluruh entitas di Provinsi D.I Yogyakarta di mana pada IHPS I tahun 2020 memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Tetapi meskipun memperoleh opini WTP, namun BPK RI masih menemukan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI).
“Dari 6 entitas di Provinsi D.I Yogyakarta, rata-rata masih ditemukan permasalahan berkaitan dengan pengelolaan belanja, pengelolaan pendapatan, pengelolaan aset, serta kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang. Tentu hal ini patut menjadi perhatian entitas untuk segera menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang telah ditetapkan oleh BPK RI,” tandasnya.
Karena itu, Komite IV DPD RI menekankan, terlepas dari capaian opini WTP (100%) yang harus terus dipertahankan, kami berharap agar kualitas pengelolaan keuangan daerah agar dapat ditingkatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kualitas pengelolaan keuangan daerah sangat penting agar output dan outcome anggaran dan kegiatan dapat bermanfaat bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Chasytha A. Kathmandumenambahkan, bahwa perolehan opini WTP bukanlah akhir dari pencapaian, tetapi justru menjadi awal untuk terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah. “Masih terdapat isu bahwa suatu entitas memperoleh WTP tapi masih ada korupsi, juga masih banyak temuan permasalahan. Apalagi jika dihubungkan dengan output maupun outcome pengelolaan anggaran dan kesejahteraan rakyat, masih perlu ditingkatkan lagi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bagaimana BPK melakukan pemeriksaan terhadap Dana Keistimewaan, apakah ada special treatment atau waktu khusus untuk melihat proses dari pengajuan dana kesitimwaan dan realisasinya di lapangan karena berbeda dengan TKDD.Terkait dengan rekomendasi BPK, Chasytha memberi contoh di Provinsi Jateng terdapat temuan terhadap Bank BUMD yang belum ditindaklanjuti atau ngambang sekitar 7 tahun dan masih ada belum bisa diselesaikan.
“Apakah BPK ada perlakuan khusus atas temuan yang ngambang? Karena kalau di perbankan ketika diperiksa OJK, temuan BPK dijadikan salah satu kunci untuk menilai kesehatan bank,” tuturnya.
*Peningkatan Pemeriksaan Kinerja*
Senator asal Provinsi Yogyakarta Cholid Mahmud menekankan di samping pentingnya tertib pengelolaan keuangan, yang ujungnya adalah pemberian opini WTP, tetapi entitas juga perlu memperhatikan rekomendasi atas temuan BPK.
“Di Provinsi Yogyakarta sendiri masih ditemukan permasalahan terkait pengelolaan belanja, pengelolaan pendapatan, pengelolaan aset, serta permasalahan kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang, masih lazim ditemukan dalam setiap LHP BPK. Ini menunjukkan kualitas pengelolaan keuangannya belum maksimal, belum optimal,” tegasnya.
Selain itu, ia menilai opini laporan keuangan di DIY sudah semakin membaik, tetapi juga saat bersamaan angka kemiskinan lebih tinggi dari angka kemiskinan nasional. “Saya berharap untuk DIY khususnya dan daerah lain yang dalam konteks pengelolaan keuangan sudah WTP, maka pemeriksaan keuangannya lebih ditingkatkan ke pemeriksaan kinerja. Agar uang yang dikeluarkan efektif untuk mencapai target pembangunan yang diharapkan masyarakat. Prosentase pemeriksaan kinerjanya ditingkatkan, agar daerah dapat didorong menyelesaikan masalah-masalah yang prioritas,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan oleh Senator Bambang Santoso dan Haripinto Tanuwidjaya, yang menekankan agar BPK dapat melihat lebih jauh perolehan opini WTP yang dicapai dengan standar parameter kinerja misalnya penurunan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan.
“Saya mengharapkan BPK sebagai detektor dini untuk memitigasi Indonesia di bidang keuangan agar jujur dan semakin peka terhadap kondisi pengelolaan keuangan, termasuk tindakan preventifnya,” pinta Bambang.
“Kami ingin tau di mana korelasi pengelolaan keuangan yang baik, tindak lanjut yang baik, dengan kinerja output dan outcome daerah yang bersangkutan? Agar ke depan lebih fokus,” tandas Haripinto.
Sementara itu, Amirul Tamim menyatakan, terkait dengan temuan pemeriksaan BPK di daerah masih marak temuan terkait aset. Ia menjelaskan, sebelum otonomi diberikan, memang catatan aset di daerah amburadul dan kemudian ketika otonomi diserahkan ke daerah, hampir semua daerah, catatannya tidak terlalu lengkap.
“Sekarang daerah dituntut untuk mengadministrasikan aset-aset itu. Dalam beberapa tahun terkahir, kalau ingin menuju pencatatan aset yang tertib, kemungkinan belanja penataan aset jauh lebih besar. Apakah mungkin ada rekomendasi BPK setelah mendalami permasalahan di daerah, sehingga daerah tidak dibebani lagi persoalan aset. Sehingga daerah fokus menuju cita-cita kesejahteraan,” uangkap Senator asal Provinsi Sulawesi Tenggara itu.
Arniza Nilawati, Senator asal Provinsi Sumatera Selatan menyoroti mengenai sasaran uji petik ketika BPK turun ke lapangan. Menurutnya, BPK masih memilah dan memilih yang akan dijadikan sampel. “Saya mengapresiasi daerah yang mendapat opini WTP meski terdapat masalah dan masih mendapat toleransi dari BPK. Tetapi yang menjadi catatan besar adalah agar BPK memperhatikan sasaran uji petik,” ujarnya.
*Tim Pemeriksa Dana PEN*
Wakil Ketua BPK RI Agus Joko Pramono yang hadir dalam pertemuan dengan Tim Komite IV DPD RI menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang beredar di masyarakat, misalnya masih banyak temuan kok masih mendapat opini WTP. Atau lebih mendasar lagi, mendapat opini WTP kok berurusan dengan hukum? Ia menjelaskan pemberian opini oleh BPK RI didasarkan kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Kami menguji nilai atau penyajian apakah sudah sesuai dengan standar akuntansi yang ada? Kami bekerja berdasarkan sampel bukan populasi, sehingga rata-rata yang diperiksa dianggap cukup untuk menentukan pendapat. Kami juga menentukan nilai toleransi, di antara 2,75%-3% bisa dari angka total aset, total anggaran, bisa juga dari angka akun tertentu, tergantung signifikansi permasalahan. Karena itu, meski di bawah ini tidak mempengaruhi opini,” jelasnya.
Terkait dengan pemeriksaan dana PEN, Wakil Ketua BPK RI menjelaskan hal itu masih berjalan. Untuk pemeriksaan PEN dan dana Covid-19, BPK telah menugaskan 1.855 pemeriksa yang terdiri dari 508 tim.
“Tim yang cukup besar. Karena entitas yang diperiksa sekaligus 209 entitas, terdiri dari pemerintah pusat, Pemda, BUMN. Kami memang tidak bisa mengcover seluruhnya tapi berharap bisa menggambarkan kondisi yang ada. Komponen yang diperiksa adalah seluruh konteks akuntabilitas yang dianggap melaksanakan pemulihan ekonomi nasional dan dampak Covid-19,” tambahnya.
Ia menambahkan, BPK mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat sistem pelaporan yang terintegrasi. “Sebaiknyta di-endors juga oleh DPD. Sejauh ini kami mendapati Rp800 triliun sepesiifk untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Permasalahanyang paling banyak adalah internal control dari proses pelaksanaan belanja, karena kejadian ini belum pernah terjadi. Peraturannya masih normal. Tetapi di sisi lain aparat yang belanja takut karena peraturannya belum tersedia,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi D.I Yogyakarta, Jariyatna mengatakan bahwa capaian opini WTP pada Pemerintah Provinsi Yogyakarta telah diikuti oleh perbaikan kualitas pengelolaan keuangan, tercermin dengan menurunnya jumlah temuan pemeriksaan yang signifikan.
“Selain melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan opini WTP, Pemda DIY juga melakukan peningkatan dalam tata kelola keuangan daerah, ditunjukkan dengan penghargaan yang diterima. Sebagai contoh, penghargaan Akuntabilitas Kinerja Pemerintahan dengan predikat “AA” dari KemenpanRB tahun 2018 dan 2019, penghargaan terkait pelaksanaan DAK tahun 2018, serta penghargaan inisiatif dan praktik yang baik dalam pencegahan korupsi,” kata Kepala Perwakilan.
Sebagai catatan, terdapat 11 temuan BPK RI di Provinsi Yogyakarta, terdapat 4 merupakan temuan pemeriksaan yang berkaitan dengan SPI dan 7 temuan pemeriksaan yang berkaitan dengan kepatuhan. “Agar permasalahan SPI dan ketidakpatuhan menjadi permasalahan berulang di tahun berikutnya, BPK menyatakan bahwa rekomendasi diberikan untuk perbaikan sistem, terutama bagian-bagian yang lemah dalam SPI dengan harapan tidak terjadi permasalahan berulang. Permasalahan berulang terjadi karena rekomendasi diberikan setelah tahun buku berakhir, sehingga pelaksanaan pada awal tahun sampai dengan LHP terbit, masih mengacu pada sistem sebelum menindaklanjuti rekomendasi BPK,” tutupnya. (*)