Konservasi Burung Maleo, Bupati Saipul : Kalau Ini Punah, Maka Jargon Bumi Panua Akan Hilang

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

READ.ID – Dalam upaya menjaga kelestarian dan popularitas burung Maleo, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pohuwato bersama, Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Gorontalo, Sjamsuddin Hadju melepas 10 ekor burung Maleo di kawasan hutan cagar alam atau yang lebih dikenal dengan sebutan jalan lurus cagar alam Desa Teratai, Kecamatan Marisa, Rabu (10/09/2025)

Bupati Pohuwato, Saipul  Mbuinga menjelaskan, burung Maleo atau burung Panua yang menjadi satwa khas Sulawesi juga hidup di wilayah mereka, tepatnya di cagar alam Panua yang berada di Paguat dan Marisa.

Namun menurut Saipul, dengan keterbukaan alam saat ini, populasi dan popularitas burung yang menghasilkan telur berukuran besar ini semakin menurun, sehingga dibutuhkan perhatian serius dari semua pihak.

“Kami mengapresiasi perhatian dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara, khususnya Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo yang konsisten menjaga keberlangsungan burung Maleo melalui relokasi hingga menetas. Terima kasih juga kepada masyarakat yang turun-temurun menjaga burung ini sebagai warisan,”ungkapny

Selanjutnya, Saipul menyampaikan, keberadaan burung Maleo sangat identik dengan Pohuwato. Selain menjadi ikon daerah, patung dari burung unik ini juga selalu dijadikan cenderamata khas saat kunjungan kerja antar daerah. Karena itu, bupati berharap simbol Maleo tetap terjaga.

“Kalau burung ini sudah punah, maka jargon Bumi Panua akan hilang. Sekali lagi apresiasi kami atas konsistensi Balai dan masyarakat dalam melestarikan satwa endemik ini,”tuturnya

Sementara itu, Kepala Resort Cagar Alam Panua, Tatang Abdulah, menjelaskan bahwa 10 ekor Maleo yang dilepas merupakan hasil relokasi dengan usia bervariasi antara 1 minggu hingga 3 bulan. Relokasi dilakukan di area pantai untuk memastikan telur Maleo aman dari gangguan.

“Sejak 2014 sampai sekarang sudah ada 1.400 ekor burung Maleo yang dilepas ke alam liar dari relokasi ini. Meski begitu, kemungkinan masih ada telur yang menetas secara alami di luar pantai relokasi karena sulitnya mendeteksi telur yang terpendam di pasir,”pungkasnya

Baca berita kami lainnya di