READ.ID – Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap remaja 17 tahun yang diduga melibatkan ASN Gorontalo Utara (Gorut) lulusan IPDN berinisial MR diwarnai dugaan kejanggalan.
Kuasa hukum korban, Rahmatia Badaru, mengungkap adanya dugaan upaya tekanan terhadap kliennya agar mengubah keterangan.
Rahmatia menuturkan, korban yang masih di bawah umur terus mengalami tekanan dan ancaman dari pihak terduga pelaku. Puncaknya, pada 8 November 2025 lalu, korban diduga dipaksa menandatangani surat yang tidak ia ketahui isinya.
Peristiwa itu terjadi setelah korban menerima pesan dari seseorang yang memintanya datang ke sebuah hotel di Kota Gorontalo.
“Korban kemudian dijemput oleh terduga pelaku (MR) bersama seorang oknum berseragam polisi,” ungkap Rahmatia, Senin (10/11/2025).
Di hotel tersebut, korban diminta menandatangani surat. Setelah itu, ia dibawa ke Polda Gorontalo dan diperkenalkan kepada seseorang yang disebut sebagai pengacaranya, padahal korban mengaku tidak mengenal orang tersebut.
“Korban menangis dan histeris karena dipaksa menandatangani surat. Menurut keterangan yang kami terima, pelaku menyuruh oknum tersebut mendampingi korban di dalam ruang penyidik,” ujar Rahmatia.
Rahmatia juga menyayangkan proses penyelidikan awal di Unit PPA Polda Gorontalo. Menurutnya, ibu korban tidak diperkenankan mendampingi anaknya yang notabene masih di bawah umur selama pemeriksaan berlangsung.
“Menurut cerita korban dan ibunya, saat pemeriksaan awal, ibu korban disuruh keluar dari ruangan. Karena merasa tidak adil, keluarga akhirnya melapor ke bagian pengaduan masyarakat (Dumas),” jelasnya.
Kasus dugaan pelecehan seksual ini telah dilaporkan sebanyak dua kali oleh pihak korban. Laporan pertama dicabut setelah pelaku berjanji menikahi korban, namun laporan kedua kembali dibuat setelah korban mengungkap trauma dan fakta kekerasan yang dialaminya.











