READ.ID – Ketua Studi Pancasila dan Konstitusi (SPASI) Fakultas Hukum Unisan Gorontalo Fanly Katili menilai lembaga hukum sebaiknya lebih menaati ketentuan hukum yang ada, sehingga tidak menimbulkan gaduh dimasyarakat.
Terhadap penetapan tersangka misalnya, dalam hal menetapkan seseorang menjadi tersangka baiknya lembaga hukum benar-benar dengan pasti mengetahui berapa kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi misalnya.
“Kalau kemudian sifat atau dasar perhitungan kerugian negara masih “Sementara” dalam artian belum memiliki angka yang pasti, sebaiknya ditunda dulu penetapan tersangkanya,” kata Fanly Katili.
Menurutnya, belum adanya kepastian terkait hasil audit kerugian negara yg ditimbulkan terkait sebuah kasus korupsi, sangat berpotensi menimbulkan gugatan prapradilan.
Jika kemudian langkah itu ditempuh oleh pihak tersangka, maka profesionalisme dan kerja-kerja lembaga hukum menjadi pertanyaan publik.
“Karena hal ini seakan memberikan kesan lembaga hukum, dalam rangka melakukan proses penyidikan belum final, sementara sudah ada penetapan tersangka,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, dalam penetapan kerugian negara sebaiknya lembaga hukum menetapkan berdasarkan petunjut undang-undang, dalam hal ini ada BPK atau BPKP.
Kalau kemudian penetapan tersangka dengan dasar ada kerugian negara yang dikeluarkan oleh bukan lembaga resmi, maka tentu akan menimbulkan pertanyaan dimasyarakat.
“Pertanyaan dipublik akan muncul, apa dasar lembaga hukum dalam penetapan tersangka dalam sebuah kasus korupsi dengan hanya melihat kerugian sementara,” ucapnya.
Perlu di ingat bahwa, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 terkait pengujian Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No 20 tahun 2001 tentang UU tipikor, bahwa perkara korupsi yg selama ini merupakan delik Formil kini telah diubah menjadi delik Materil.
Dimana syarat daripada unsur kerugian negara pada kasus Korupsi harus berdasarkan perhitungan yg pasti, jadi tidak bersifat sementara, atw hanya sekedar mengira ngira.
Kajati Gorontalo harusnya tidak lagi menggunakan istilah “Sementara” dalam penetapan tersangka, karna makna dari kalimat Sementara bisa dipahami sebagai pemaknaan yang belum adanya kepastian hukum.
Unsur kerugian negara tidak bisa dipahami sebagai Perkiraan atau yang di istilahkan dengan “POTENSIAL LOSS”, namun harus dipahami sebagai adanya kepastian yang telah benar-benar terjadi atau “ACTUAL LOSS” dalam tindak pidana Korupsi.
Hal tersebut juga sejalan dengan ketentuan dalam pasal 1 Angka 15 UU BPK yang mendefinisikan tentang Kerugian Negara bhwa: ” Kerugian negara/daerah adalah kekurangan Uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan Pasti Jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Hal tersebut juga menyamai konsepsi yang terkandung dalam Pasal 32 ayat 1 UU No. 20 tahun 2001 tentang Tipikor, yang mengatakan bhwa secara nyata telah ada kerugian negara yg dapat dihitung oleh Instansi yg berwenang atw akuntan publik yang ditunjuk.
Perlu di ingat bahwa, kasus korupsi sangat mengundang atensi publik, olehnya publik tentunya sangat menginginkan adanya penyelesain kasus ini dengan benar dan adil tanpa ada kesan diskriminasi terhadap pihak-pihak yang terkait.