READ.ID – Anggota DPD RI sebagai representasi daerah, terutama yang tergabung dalam Komite I sangat berkepentingan untuk mencarikan solusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan konflik pertanahan dan agraria yang terjadi di daerah. Komite I menilai konflik pertanahan dan reforma agraria khususnya di daerah tidak berjalan dengan baik seperti yang diharapkan. Padahal ini menjadi program prioritas pemerintah sekarang ini.
Hal ini diungkapkan Anggota Komite I dari Sumatera Barat, H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH menyikapi Rapat Kerja Komite I DPD RI bersama dengan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Rabu 23 September 2020.
“Di Sumbar saja, masih banyak hak guna usaha (HGU) yang bermasalah. Perusahaan pemilik HGU menguasai dan mengelola lahan di luar HGU. Padahal tanah di luar kawasan HGU itu adalah tanah ulayat dan milik masyarakat adat sehingga menimbulkan konflik,” ungkapnya kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang Dr. Syofyan Jalil, SH, MA, MALD yang berlangsung secara fisik dan virtual itu.
Leonardy menyatakan berbagai konflik pertanahan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan masih berlangsung hingga kini. Masyarakat mengharapkan pemerintah turun tangan dalam sengketa pertanahan dengan perusahaan perkebunan tersebut. Bahkan dalam kunjungannya ke beberapa daerah khususnya ke Pasaman Barat, masyarakat mengharapkan dukungan DPD RI agar perjuangan mereka berakhir dengan mendapatkan tanah mereka kembali.
Kepada Leonardy mereka menyatakan harapannya agar penyelesaian masalah pertanahan mengedepankan kearifan lokal. Libatkan tokoh masyarakat di daerah konflik baru perlu menyikapi duduk persoalannya secara arif dan bijaksana.
Untuk itu, Leonardy menilai, sangat tepat jika Komite I DPD RI dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang bersinergi untuk mempercepat penyelesaian konflik-konflik dan persengketaan tanah di seluruh wilayah Indonesia dimana persoalan-persoalan pertanahan dirasakan masyarakat sebagaimana aspirasi yang disampaikan kepada anggota-anggota Komite I DPD RI. Khusus di Sumatera Barat, tanah yang bersengketa itu banyak berupa tanah ulayat kaum dan tanah ulayat nagari.
“Saya menilainya, negara harus hadir dalam persoalan konflik dan sengketa tanah ini agar jangan menjadi batu sandungan reforma agraria sesuai Program Nawacita dari Pemerintah Indonesia,” tegasnya di hadapan peserta rapat kerja itu.
Lebih jauh dikatakannya, konflik tanah yang sudah berlangsung lama dan tidak terselesaikan sampai saat ini juga terjadi di Kalimantan Tengah, Riau, Jambi, Aceh, sampai dengan Papua Barat. Sementara program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), juga belum sesuai harapan. Masyarakat yang sudah mendapatkan sertifikat tanah, malahan menjual kembali tanahnya tersebut tanpa dapat dicegah oleh Pemerintah.
Dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Komite I, Fachrul Razi, didampingi oleh Wakil Ketua Komite I, Abdul Khalik dan Fernando Sinaga itu Komite I berpandangan bahwa tanah dan kekayaan alam daerah merupakan bagian dari kekayaan nasional yang wajib dikelola dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat di daerah.
Umumnya anggota Komite I DPD RI menyayangkan karena dalam praktiknya pengelolaan tanah dan kekayaan alam daerah telah menimbulkan ketimpangan struktur atas kepemilikan dan penguasaan, serta pemanfaatannya. Hal ini menyebabkan timbulnya konflik norma (conflict of norms), konflik kepentingan (conflict of interests), konflik ekonomi (economical conflict) dan penurunan kualitas lingkungan.
Oleh karena itu pengelolaan pertanahan yang adil, berkepastian dan berpihak kepada kepentingan masyarakat daerah sangat dibutuhkan. Rapat kerja haruslah menghasilkan komitmen agar Reforma Agraria dalam berjalan ke arah yang benar dan sesuai dengan amanat UUD 1945 yakni mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Rapat Kerja diakhiri dengan kesimpulan pertama Komite I DPD RI sepakat dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI untuk bersinergi dalam bentuk Tim Kerja bersama dalam penanganan legalisasi aset, redistribusi tanah, dan permasalahan, konflik, dan sengketapertanahan di Daerah. Kedua, Komite I DPD RI mendukung dan mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI untuk segera menyelesaikan kebijakan “one map policy” pertanahan dan melakukan penataan sesuai dengan fungsi dan kegunaannya.
Ketiga, Komite I DPD RI mendorong dan akan berkomunikasi secara strategis dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI untuk lebih mengoptimalkan penanganan dan penyelesaian konflik-konflik pertanahan yang terjadi di beberapa daerah yang berpihak pada kepentingan masyarakat dengan memperhatikan tanah ulayat dan hak-hak masyarakat adat. (*)