Masa Depan Pasar Modal Indonesia Pasca Pernyataan Presiden : Perspektif Akademisi

Read.id – Pasar modal Indonesia tengah menghadapi tantangan baru setelah pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut bahwa masyarakat kecil tidak seharusnya bermain saham karena dinilai mirip dengan perjudian. Pernyataan ini, meskipun mungkin didasari oleh niat melindungi masyarakat dari risiko investasi yang tidak mereka pahami, dapat menimbulkan dampak psikologis yang cukup besar terhadap pergerakan pasar modal ke depan.

Sebagai akademisi yang juga aktif dalam literasi pasar modal, saya melihat bahwa pernyataan ini dapat menciptakan bias di kalangan masyarakat yang baru mulai memahami investasi. Pasar modal, terutama instrumen saham, merupakan bagian dari ekosistem keuangan yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Mengklasifikasikan saham sebagai sesuatu yang spekulatif tanpa melihat aspek fundamentalnya dapat menyebabkan salah kaprah dan melemahkan upaya edukasi yang selama ini dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk regulator dan institusi akademik.

Dari perspektif akademis, pasar modal adalah instrumen investasi yang memiliki dasar teoritis yang kuat. Efisiensi pasar, analisis fundamental, dan diversifikasi risiko adalah prinsip-prinsip yang membedakan investasi di saham dari perjudian. Risiko memang ada, namun risiko tersebut dapat dikurangi dengan pemahaman yang baik tentang mekanisme pasar, laporan keuangan perusahaan, serta kondisi makroekonomi yang mempengaruhi harga saham. Justru yang perlu ditekankan adalah bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat agar mereka dapat berinvestasi secara rasional dan bukan sekadar mengikuti tren pasar.

Pernyataan Presiden ini juga bisa berdampak pada persepsi investor institusi, baik domestik maupun asing. Pasar modal membutuhkan stabilitas dan kepercayaan, dan ketika pemimpin negara mengisyaratkan ketidakpercayaan terhadap instrumen investasi tertentu, maka bisa saja terjadi capital outflow yang signifikan. Hal ini bisa memperburuk kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam jangka pendek dan menekan valuasi saham-saham yang sebenarnya memiliki fundamental yang baik. Dalam konteks globalisasi ekonomi, peran pasar modal menjadi semakin penting sebagai sarana pendanaan bagi perusahaan, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dan persaingan bisnis yang semakin ketat.

Di sisi lain, saya memahami bahwa pernyataan ini mungkin juga mencerminkan keinginan pemerintah untuk mengarahkan investasi masyarakat ke sektor riil yang lebih produktif. Namun, penting untuk diingat bahwa pasar modal sendiri merupakan salah satu sumber pendanaan utama bagi perusahaan yang ingin berkembang. Melalui IPO dan mekanisme rights issue, banyak perusahaan dapat memperluas bisnis mereka, menciptakan lapangan kerja, dan pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Jika pasar modal dipandang sebelah mata, perusahaan akan kehilangan salah satu opsi pendanaan strategis mereka, yang pada gilirannya bisa memperlambat inovasi dan ekspansi industri di Indonesia.

Sebagai penggiat literasi pasar modal, saya melihat ini sebagai tantangan sekaligus peluang. Tantangan bagi regulator dan pelaku industri adalah bagaimana tetap menjaga stabilitas pasar dan memberikan klarifikasi yang menenangkan bagi investor. Sementara bagi kami yang bergerak dalam literasi keuangan, ini adalah momentum untuk semakin menegaskan pentingnya edukasi investasi yang benar. Masyarakat perlu memahami bahwa pasar modal bukanlah tempat untuk berjudi, tetapi sebuah instrumen keuangan yang dapat digunakan untuk membangun kesejahteraan jangka panjang jika dilakukan dengan strategi yang tepat.

Ke depan, peran akademisi dan penggiat literasi akan semakin krusial dalam menjembatani kesenjangan pemahaman antara kebijakan pemerintah dan realitas di pasar modal. Edukasi mengenai investasi yang sehat, analisis saham berbasis fundamental, serta strategi pengelolaan risiko harus semakin diperkuat agar masyarakat dapat berinvestasi dengan lebih cerdas. Dengan demikian, pasar modal Indonesia tetap dapat berkembang sebagai pilar ekonomi yang kuat, meskipun di tengah tantangan kebijakan yang mungkin tidak selalu berpihak pada instrumen investasi tertentu.

Ditulis oleh Yustina Hiola, SE., Ak., MSA., CA., CPA.
(dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Gorontalo)

Baca berita kami lainnya di