READ.ID – Ormas (organisasi masyarakat) Nahdlatul Ulama Gorontalo, dalam hal ini ketua Lakpesdam NU Kota Gorontalo W. Mamonto, menolak terkait pencanangan pemulangan para anggota ISIS yang merupakan eks WNI ke Indonesia, terutama untuk dipulangkan ke Gorontalo.
“Ini bukan persoalan mereka orang indonesia atau tidak, tapi persoalan ideologinya, karena hal-hal yang berbau terorisme ini sangat rawan, kita harus melihat sampai dimana dia bisa bertobat, karena kondisi masyarakat kita(Gorontalo) masih sangat terbuka untuk masuknya berbagai paham,” ujarnya saat diwawancarai via whatsapp, pada Jumat (14/2).
Ia menjelaskan, untuk wilayah daerah Gorontalo, khususnya masyarakatnya masih sangat terbuka untuk masuknya paham-paham aliran keagamaan. Untuk itu, ia ragu dengan pencanangan pemulangan anggota ISIS eks WNI ke Gorontalo, yang dikabarkan terdapat satu orang anggota yang akan dipulangkan ke Gorontalo.
“Kalaupun pemerintah akan memulangkan mereka ini boleh saja, tapi prosesnya sangat panjang dan harus ada jaminan bahwa ketika mereka direhabilitasi paham-paham radikal ini tidak menyebar,” ucap dia.
Selaku warga Nahdliyin, ia menghimbau kepada masyarakat Gorontalo agar lebih hati-hati dalam hal belajar agama,ia mengatakan, jika ingin belajar soal agama lebih baik belajar sama orang yang terpat. Kepada warga Gorontalo ia mengingatkan agar tidak mudah mengkalaim bahwa paham orang lain itu salah.
“karena indonesia ini adalah bangsa yang majemuk yang terdiri dari bermacam agama dan suku, serta kita tidak bisa mengkalim diri yang paling benar,” pungkasnya.
Sebelumnya, tokoh cendekiawan NU sekaligus pengurus NU Kabupaten Gorontalo Samsi Pomalingo juga menolak terkait pemulangan para anggota ISIS itu.
“orang-orang indonesia yang saat ini di Suriyah adalah orang yang datang sendiri, bukan karena disuruh oleh negara untuk tugas atau hal lain, kemudian tiba-tiba minta pulang dan direhabilitasi, itu bukan persoalan yang mudah, dan negara harus berhati-hati,” ujar dia saat diwawancarai, pada Kamis (13/2).
Ia menegaskan, beberapa kabar yang beredar bahwa mereka telah melempar paspor, dan bahkan telah melepaskan kewarganegaraan mereka sebagai orang Indonesia. Dan, sekiranya pemerintah mencanangkan memulangkan mereka dan ingin merehabilitasi di derah Gorontalo, ia menganggap daerah Gorontalo belum siap untuk hal itu.
“Untuk rehabilitasi ini tidak mudah, karena mereka tinggal disana telah lama, merehabilitasi itu sangat sulit. Karena radikalisasi mereka sangat tinggi, tidak mudah merubah cara pandang mereka,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, di Gorontalo sendiri belum mempunyai SDM (sumber daya manusia) untuk mereduksi kelompok-kelompol islam seperti mereka.
“Kalau dari hasil BNPT, Gorontalo masuk urutan ke 2 untuk daerah intoleran. Gorontalo tidak layak untuk tempat rehabilitasi,” ucap alumni center for religious and cross-cultural studie UGM Jogjakarta.
Ia menghimbau kepada masyarakat Gorontalo, agar lebih baik mencegah kerusakan dari pada akan menimbulkan kemudharatan.
“Solusinya yakni, ikutilah saran dari kiyai-kiyai kita dari NU maupun Muhammadiyah,” tutupnya. (Fadli/RL/Read)