READ.ID – Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika meminta Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mencabut kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras jika dinilai tidak efektif menjaga stabilisasi harga beras. Namun, Ombudsman RI mendorong pemerintah untuk memberlakukan HET gabah di tingkat penggilingan padi demi mengendalikan harga gabah.
“Ombudsman mengusulkan Badan Pangan Nasional agar sementara ini mencabut kebijakan HET beras, guna optimalisasi penyediaan pasokan beras di pasar. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap efektifitas pencabutan kebijakan HET beras ini,” ujar Yeka dalam Konferensi Pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (18/9/2023).
Yeka memandang permasalahan terus naiknya beras ini karena pasokan beras, yang salah satunya disebabkan tingginya harga gabah. Untuk itu, Ombudsman mengusulkan agar Bapanas membuat kebijakan HET gabah di tingkat penggilingan padi, guna mengendalikan harga gabah di tingkat petani.
“Apabila dalam mitigasi yang dilakukan pemerintah ada indikasi harga gabah akan terus naik tak terkendali, Ombudsman mengusulkan segera dibuat HET gabah di tingkat penggilingan padi. Sehingga harga gabah bisa lebih dikendalikan,” ucap Yeka.
Dengan catatan, penerapan HET gabah ini perlu dievaluasi setiap minggu. Yeka mengatakan, jika harga gabah sudah terkendali, HET gabah dapat dipertimbangan untuk dihapus. Perumusan kebijakan HET gabah juga harus mempertimbangkan komponen produksi di tingkat petani.
Yeka menyebut, saat ini harga gabah mencapai Rp 6.500-7.300 perkilogram. Jika terus menerus naik, maka menurut Yeka lebih mudah bagi pemerintah melakukan kontrol terhadap HET gabah di penggilingan padi daripada mengontrol HET beras di pasar.
HET beras medium, zona 1 Rp10.900, untuk zona 2 Rp11.500, untuk zona 3 Rp11.800. Kemudian untuk HET beras premium, zona 1 Rp13.900, zona 2 Rp14.400, dan zona 3 Rp14.800.
Yeka menyebutkan, saat ini harga beras premium berdasarkan data Bapanas mencapai Rp 14.270, sedangkan Data SP2KP Kemendag sebesar Rp 14.555. Terjadi kenaikan harga sekitar 14,34-15,26% berdasarkan perbandingan harga antara bulan September 2022 dengan September 2023.
Sedangkan harga beras medium, berdasarkan data Bapanas saat ini mencapai Rp 12.620, sedangkan data SP2KP Kemendag sebesar Rp 12.740. Terjadi kenaikan harga beras medium sekitar 15,25-20,15%, berdasarkan perbandingan harga antara bulan September 2022 dengan September 2023.
Sehingga menurut Yeka, kebijakan HET beras kurang efektif untuk meredam harga beras karena harga beras di pasar saat ini sudah melebihi HET. Yeka menilai pengawasan terhadap HET beras juga kurang efektif.
Selain itu, Ombudsman juga mengusulkan agar Bapanas membuat kebijakan pembatasan peredaran gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) lintas provinsi. Sehingga dapat terukur kesediaan stok gabah di masing-masing wilayah.
Kepada Kementerian Pertanian, Ombudsman mengusulkan agar membuat kebijakan yang mengatur tentang kerja sama antara penggilingan kecil dengan penggilingan besar dalam penyerapan dan penggilingan padi dari petani.
Ombudsman juga memberikan masukan kepada Perum Bulog untuk mempercepat impor beras dari berbagai negara guna kepentingan pasokan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). “Tata Kelola importasi agar tetap mengacu pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan mengedepankan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG),” tegas Yeka.
Mengenai operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) , Ombudsman menilai agar dilakukan langsung kepada masyarakat konsumen. Sehingga lebih tepat sasaran dan mempersingkat waktu beras murah sampai kepada masyarakat.
Selain itu, kepada pemerintah dan Aparat Penegak Hukum, Ombudsman meminta agar selalu mengedepankan asasUltimum Remidiumdalam Pengawasan Tata Niaga Beras, karena penegakan hukum melalui pidana dikhawatirkan dapat membuat pasokan beras semakin langka di pasar.
“Kebijakan HET beras jangan dijadikan momok untuk menjerat yang akhirnya malah menyebabkan suplai beras menjadi tidak lancar. Jangan sampai supermarket atau minimarket melakukan pembatasan pembelian beras karena akan menyebabkan panic buying,” jelas Yeka.
Untuk kebijakan jangka panjang, Ombudsman RI mengusulkan beberapa hal, pertama, dilakukannya pengembangan lahan pertanian dan perbaikan sistem pengairan irigasi.
Kedua, pengembangan teknik pertanian yang lebih efisien dengan penggunaan varietas benih unggul.
Ketiga, perbaikan mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi yang memudahkan petani.
Keempat, pendampingan dan penyuluhan kepada petani mengenai teknik budidaya yang baik, penggunaan teknologi modern, manajemen usaha, dan pengendalian hama dan penyakit.
Kelima, pengembangan infrastruktur teknologi pasca panen yang modern mulai proses pengeringan, penggilingan dan penyimpanan.