READ.ID – Direktorat Jenderal Perkebunan menggelar diskusi bersama pemerintah daerah bahas peningkatan ekspor komoditas kelapa di Indonesia, yang digelar di Hotel Grand Q, Kota Gorontalo, Kamis (20/2).
Kegiatan ini dihadiri peserta dari pemerintah daerah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Riau dan Papua serta asosiasi bidang kelapa, perusahaan kelapa, dan tim percepatan GratiEks.
Diskusi ini dilaksanakan guna mendukung program Gratieks yang telah dicanangkan Menteri Pertanian serta menindaklanjuti gerakan peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing (Grasida) perkebunan komoditas kelapa,
Diskusi yang dilaksanakan di Hotel Grand Q, Kota Gorontalo, Kamis (19/2/2020) ini bertujuan untuk untuk meningkatkan koordinasi, keterpaduan sinkronisasi dan harmonisasi dalam merencanakan anggaran kinerja pembangunan pertanian, baik antara subsektor maupun antara pusat dan daerah.
Plt Direktur Jenderal Tanaman Tahunan dan Penyegar Direktorat Perkebunan Kementerian Pertanian, Agus Wahyudi saat membuka acara pertemuan ini mengatakan untuk mendorong ekspor hasil perkebunan meningkat hingga tiga kali lipat tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri.
Dibutuhkan kerjasama para pemangku kepentingan dan para pengusaha untuk melakukan percepatan
“Hingga saat ini sudah ada komitmen dari eksportir untuk mengakselerasinya. Apabila ada kendala di lapangan, Kementerian Pertanian pun akan membantu para pemangku kepentingan, mulai dari hulu hingga proses ekspornya, kata Agus Wahyudi.
Sementara itu Mulyadi Mario pada paparannya mengungkapkan dalam angka tetap 2018 komoditi kelapa memliki luas areal seluas 68.813ha, produksi sebanyak 56.766 ton dan produktivitas 1.222 kg/hektare.
Untuk potensi pengembangan kelapa di Gorontalo yang sementara dalam proses peremajaan seluas 33.131 ha dan yang masih dalam tahap perluasan lahan seluas 58.309 ha.
Bentuk dukungan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam pengembangan komoditas meliputi pengadaan dan penyediaan pupuk dan benih kelapa, pemberiaan alat dan bahan penanggulangan OPT.
“Seperti handsprayer, insektisida, herbisida dan APH untuk kelompok tani kelapa, dan pemberian alat dan bahan pengolahan hasil dan pasca panen dan sudah dianggarkan di tahun ini,” ungkap Mulyadi Mario.
Selain itu Mulyadi Mario juga membeberkan masalah modal dan teknologi untuk memenuhi target ekspor belum maksimal serta dibutuhkan fasilitas perusahaan yang bergerak di bidang kelapa untuk membantu petani dalam perbaikan tanaman melalui anggaran CSR.
Sejumlah permasalahan petani kelapa yang harus diselesaikan seperti sebagian besar tanaman kelapa berusia antara 50-100 tahun sehingga produksinya semakin rendah, harga pangambilan butiran kelapa tidak stabil, teknologi petani masih sederhana. Sehingga belum bisa memenuhi permintaan target volume dan waktu, dan petani masih membutuhkan peningkatan keterampilan. (Adv/RL/Read)