READ.ID – Keberadaan beberapa peraturan yang bersifat khusus diluar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tentu didasarkan pada alasan historis yang bersifat sektoral, serta masing-masing peruntukkannya berbeda.
Karena sifatnya yang sektoral dan berbeda, tentu terhadap perbuatan pidana yang diatur dalam beberapa UU khusus, tetaplah memiliki kekhususan (Kekhususan dari yang khusus) tersendiri. Inilah yang disebut dengan asas Lex Specialist Systematisch (kekhususan yang sistematis).
Hubungannya dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yakni ketentuan ini merupakan UU khusus diluar KUHP.
Begitu pun juga dengan UU Perbankan. Baik UU Tindak Pidana Korupsi maupun Perbankan, keduanya mengatur tentang ketentuan pidana, namun harus tetap dipahami sifatnya yang sektoral dan berbeda.
Tindak Pidana Perbankan memiliki kekhususan tersendiri dari Tindak Pidana Korupsi. Tindak pidana ini berhubungan dengan kerugian keuangan negara. Dalam artian, ketika terjadi kerugian keuangan Perbankan, tidak mutatis mutandis merupakan kerugian keuangan negara.
Hal ini terbukti dengan tidak dianutnya UU Keuangan Negara dalam pengelolaannya disektor perbankan. Dasar kegiatan Perbankan hanya tunduk pada UU Perseroan Terbatas (PT) dan UU Perbankan. Serta tidak tunduk pada UU Keuangan Negara.
Ketika Keuangan Negara sudah dipisahkan ke dalam bentuk saham, status hukumnya bukan lagi merupakan milik Negara. Akan tetapi, telah terjadi transformasi hukum dari status keuangan yang bersifat Publik (keuangan negara) menjadi privat.
Implikasi hukum atas terjadinya perubahan Keuangan Publik (Keuangan Negara) menjadi privat, mengakibatkan tidak ada lagi relevansinya terhadap penggunaan UU Tindak Pidana Korupsi seperti yang termuat dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 (Tentang Kerugian Keuangan Negara).
Selain itu, hubungannya dengan perbuatan pegawai Bank yang menerima imbalan berkaitan dengan service kepada nasabah dalam hal pengucuran kredit, memang memenuhi unsur suap (menerima hadiah) seperti diatur dalam Pasal 12 huruf b UU Tindak Pidana Korupsi. Tapi dalam UU Perbankan, ni juga termasuk salah satu jenis tindak pidana (Pasal 49 ayat 2 butir a).
Terhadap pelanggaran atas dua UU yang bersifat khusus tersebut, dengan melihat fakta dominan perbuatan itu dilakukan pada saat menjalankan kegiatan usaha Perbankan. Maka semestinya, sifat kekhususan (sektoral) lebih tepat menggunakan UU Perbankan.
Hal ini sebagaimana asas Lex Consumens Derogat Legi Consumte, hukum yang satu mengabsorpsi hukum lainnya dan sama-sama memiliki sifat yang khusus. Artinya, ketentuan Tindak Pidana Perbankan mengonsumir atau menyerap ketentuan Tindak Pidana khusus lainnya seperti yang diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Apriyanto Nusa
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo