Opini  

Penerimaan Murid Baru di Gorontalo: Tradisi “Problem Abadi Tanpa Solusi” Sejak 2021

Penerimaan Murid Baru di Gorontalo

READ.ID –  Setiap tahun, mendekati masa ajaran baru, satu isu rutin muncul ke permukaan dan menjadi perbincangan hangat dan problem abadi, Penerimaan Murid Baru

Sejak 2021 hingga kini, tahun 2025, masalah ini seolah menjadi “tradisi” yang melekat, sebuah problem abadi tanpa solusi konkret dari pemerintah daerah. Masyarakat Gorontalo terus bertanya-tanya, sampai kapan polemik ini akan berakhir?

Rentetan masalah ini muncul di tahun 2021, dimana kala itu puluhan orang tua siswa berbondong-bondong mendatangi kantor Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikbudpora) Provinsi Gorontalo.

Protes mereka kala itu sangat jelas, penerapan PPDB jalur zonasi untuk jenjang SMA dan SMK membuat banyak anak tidak terjaring, padahal domisili mereka sangat dekat dengan sekolah yang dituju—bahkan ada yang rumahnya bersebelahan!

Ini adalah ironi yang menyakitkan, sistem yang seharusnya memudahkan akses malah menjadi penghalang.

Setahun berselang, di tahun 2022, keluhan serupa kembali mencuat. Kali ini, DPRD Provinsi Gorontalo melalui Komisi 1 menerima banyak aduan terkait sistem pelaksanaan PPDB di SMA Negeri 1 Gorontalo.

Penentuan zonasi berdasarkan jarak rumah sepenuhnya dianggap sangat tidak adil, membebani siswa dengan konsekuensi pilihan lokasi tempat tinggal orang tua. Masalah yang sama, protes yang sama, namun solusi nyata tak kunjung tiba.

Pola ini terus berulang. Di tahun 2024, orang tua dan wali murid di Kelurahan Ipilo, Kota Gorontalo, masih mempertanyakan penerapan jalur zonasi. Ada 11 siswa dari kelurahan tersebut yang seharusnya secara logis masuk SMA Negeri 1 Gorontalo (karena sekolah itu berada di wilayah mereka), namun justru dinyatakan tidak lulus.

Ini menunjukkan bahwa sistem zonasi yang ada masih jauh dari kata transparan dan adil, atau bahkan ada celah yang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu.

Pemerintah Provinsi Gorontalo mencoba mengganti sistem PPDB menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di tahun 2025.

Harapan orang tua dan wali murid sempat membuncah, berpikir ini akan mempermudah. Namun, kenyataan pahit kembali terjadi.

SPMB justru terkesan membingungkan warga. Protes kembali membanjiri posko pengaduan di SMK N 2 Gorontalo, dengan keluhan yang tak asing lagi, banyak siswa yang dekat dengan sekolah malah lulus di sekolah yang lebih jauh. Perubahan nama sistem nyatanya tidak serta-merta menghilangkan masalah fundamental.

Ironisnya, sejak tahun 2022, Ombudsman Perwakilan Provinsi Gorontalo sudah memberikan rekomendasi perbaikan kepada Dikbudpora. Rekomendasi tersebut mencakup transparansi sistem mekanisme penerimaan melalui aplikasi real time, dukungan dengan pakta integritas antara Kepala Dikbudpora dan Forkopimda, serta publikasi sistem yang baik. Namun, melihat rekam jejak empat tahun terakhir, pertanyaan besar muncul, apakah rekomendasi ini benar-benar dijalankan? Atau hanya sekadar formalitas tanpa implementasi serius?

Dugaan ketidaktransparanan dan adanya “titipan” untuk anak-anak kalangan tertentu agar bisa masuk sekolah unggulan menjadi alasan kuat mengapa persoalan ini terus menjadi konflik abadi.

Jika ini benar, maka ini adalah pukulan telak bagi prinsip keadilan dalam pendidikan dan integritas birokrasi.

Masyarakat Gorontalo sudah terlalu lelah dengan janji-janji perbaikan yang tak pernah terealisasi sempurna. Sudah saatnya pemerintah Provinsi Gorontalo bersikap tegas, transparan, dan akuntabel dalam menyelesaikan “problem abadi” ini.

Komitmen nyata dan implementasi rekomendasi yang telah ada adalah kunci untuk mengakhiri drama PPDB yang memilukan ini. Atau apakah kita harus menerima bahwa ini akan terus menjadi tradisi tahunan di Gorontalo?

Solusi Konkret dari Pemerintah

Untuk memastikan sistem Penerimaan Siswa  Baru (PPDB) di Gorontalo tidak lagi menjadi “problem abadi” di kemudian hari, Pemerintah Provinsi Gorontalo harus mengambil langkah-langkah konkret dan tegas. Ini bukan lagi soal ganti nama sistem, melainkan komitmen pada transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.

Transparansi dan Akses Data Real-Time yang Mutlak

Pemerintah harus mengembangkan dan mengimplementasikan sistem aplikasi yang sepenuhnya real-time dan transparan. Ini berarti:

  • Data pendaftar, nilai, pilihan sekolah, , dan hasil seleksi harus dapat diakses publik secara live dan detail. Masyarakat, orang tua, dan media massa harus bisa memantau proses ini setiap saat tanpa hambatan.
  • Setiap perubahan atau update pada sistem harus tercatat dan dapat diaudit. Tidak boleh ada celah untuk manipulasi data atau penambahan siswa secara diam-diam.
  • Informasi mengenai daya tampung setiap sekolah, kriteria zonasi yang jelas (dilengkapi dengan peta digital yang interaktif), dan jumlah pendaftar per jalur harus dipublikasikan secara gamblang sebelum proses pendaftaran dimulai.

Peningkatan Kualitas dan Pemerataan Sekolah

  • Pemerintah Provinsi harus fokus pada pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan di seluruh SMA/SMK. Ini termasuk peningkatan fasilitas, kualitas guru, dan program pembelajaran.
  • Ketika semua sekolah memiliki standar kualitas yang tinggi, desakan untuk masuk ke sekolah tertentu akan berkurang, sehingga tekanan pada sistem juga akan mereda.

Penambahan Jumlah Sekolah

Selama bertahun-tahun, masalah utama sistem di Gorontalo adalah ketidakmampuan sistem dan daya tampung sekolah menampung lonjakan jumlah lulusan SMP.

Terlepas dari seberapa transparan atau adil pun sistem zonasi diterapkan, jika jumlah kursi yang tersedia jauh lebih sedikit daripada jumlah pendaftar, maka penolakan akan tetap terjadi.

Ini menciptakan persaingan yang tidak sehat dan memaksa orang tua mencari “jalur” lain, yang pada akhirnya memicu praktik-praktik tidak transparan.

Idealnya, penambahan sekolah baru juga diiringi dengan pembangunan fasilitas yang memadai dan ketersediaan tenaga pengajar berkualitas. Ini akan membantu pemerataan kualitas pendidikan, sehingga tidak ada lagi dominasi sekolah “favorit” dan orang tua tidak perlu mati-matian mengejar sekolah tertentu.

Pemerintah Provinsi Gorontalo perlu berkolaborasi erat dengan pemerintah kota/kabupaten serta mencari dukungan dari pemerintah pusat untuk program ini. Prioritas harus diberikan pada daerah-daerah yang selama ini menjadi titik panas masalah penerimaan siswa baru karena kekurangan sekolah.

Tanpa penambahan kapasitas, masalah penerimaan siswa baru di Gorontalo akan terus berulang, bahkan dengan sistem yang paling canggih sekalipun.

Penambahan sekolah bukan hanya solusi, melainkan investasi jangka panjang untuk masa depan pendidikan dan generasi muda Gorontalo.

Penulis: Rully Lamusu

Baca berita kami lainnya di

Exit mobile version