Pengamat Ingatkan Netralitas dan Objektifitas Pers Saat Pilkada

READ-ID – Sebagai salah satu pilar demokrasi, pers harus melaksanakan kontrol sosial terhadap peristiwa yang terjadi dan bersentuhan langsung dengan rakyat, termasuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 dimana tahapan pesta demokrasi tersebut sudah dilakukan sejak beberapa minggu lalu.

“Kontrol sosial bakal dapat dilakukan dengan baik bila insan pers netral. Dengan netralitas, para insan pers bakal melihat peristiwa Pilkada lebih jernih dan objektif.

Dua hal ini diatur dalam UU No: 40 tentang Pers dan Kode Etik Wartawan,” kata pengamat komunikasi politik Muhammad Jamiluddin ketika bincang-bincang dengan Read.id di Jakarta, Rabu (7/10) pagi.

Kalau insan pers netral dan objektif melihat Pilkada, kata pengamat dari Universitas Esa Unggul tersebut, berita yang dihasilkan akan membawa kebenaran. “Jadi, dalam benak insan pers harus tertanam, setiap berita yang dihasilkannya harus membawa kebenaran,” kata dia.

Persoalan netralitas dan objektifitas tersebut, lanjut pengajar metode penelitian komunikasi, riset kehumasan
, isu dan krisis manajemen ini, memang menjadi persoalan sejak Indonesia masuk ke era reformasi. Kecenderungan ini juga mengemuka dalam setiap pesta demokrasi digelar, baik itu pemilihan kepala daerah, presiden dan wakil presiden serta legislatif.

Pria yang akrab disapa Jamil ini, acap menemukan insan pers tergelincir ikut berperan serta dalam pesta demokrasi dengan mendukung salah satu calon termasuk dalam Pilkada. Celakanya, ada yang menjadi tim sukses dari salah satu calon.

Dalam posisi demikian, jelas penulis buku ‘Perang Bush Memburu Osama

bin Laden’ tersebut, sudah pasti insan pers tersebut tidak lagi netral dan objektif melihat Pilkada. Ia juga sudah tidak dapat melaksanakan kontrol sosial dengan baik.

Akibatnya, semua berita yang dihasilkannya sudah pasti tidak memuat kebenaran.

“Insan pers seperti itu sudah tidak taat pada kode etiknya. Ini artinya, sebagai wartawan dia sudah tidak profesional. Padahal sebagai wartawan, insan pers dalam meliput Pilkada harus kembali pada kode etik profesi.”

Insan pers, kata Jamil, harus menjadikan sikap netral dan objektif harga mati, termasuk dalam melihat Pilkada.

Dalam menyajikan fakta, idealnya harus memenuhi balance news (berita seimbang). Belakangan, prinsip ini kerap diabaikan para insan pers dalam menulis atau menyajikan berita kepada para pembaca.

“Kalau melihat pilkada dengan netral dan objektif, dan hasilnya disajikan secara berimbang (balance news), maka kontrol sosial dapat dilakukan. Berita yang memenuhi unsur ini sudah pasti membawa kebenaran. Inilah yang diharapkan dari insan pers dalam memberikan,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga.

Baca berita kami lainnya di

Exit mobile version