READ.ID– Anggota Komisi X DPR RI membidangi Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, Parawisata&Ekonomi Kreatif (Ekraf), Prof Dr Zainuddin Maliki mengatakan, masalah guru honorer hingga saat ini belum berhasil dituntaskan Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tawaran Pemerintah untuk mengangkat satu juta guru honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun ini belum bisa menghapus isu guru honorer. Soalnya, aspirasi guru honorer terutama yang usia di atas 35 tahun, bukan ingin diangkat menjadi ASN dengan status PPPK tetapi ingin diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Hal tersebut diungkapkan politisi senior Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu dalam keterangan pers kepada Read-id di Jakarta, Jumat (2/4) malam terkait dengan masalah belum terpenuhinya keinginan para guru honorer untuk menjadi PNS.
Dikatakan wakil rakyat dari Dapil X Provinsi Jawa Timur ini, pengangkatan menjadi PNS sebenarnya merupakan penghargaan yang layak diberikan kepada guru honorer yang telah terbukti memiliki passion sebagai guru.
Guru honorer itu telah memberikan pengabdian puluhan tahun tanpa kenal lelah dengan gaji kecil atau tidak seimbang dengan jerih payah yang telah mereka berikan kepada bangsa dan negera. Mereka membantu mengisi kekosongan karena Pemerintah belum mampu sepenuhnya mencukupi kebutuhan guru dalam mencerdaskan anak bangsa.
Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), kata tokoh pendidikan Jawa Timur tersebut, saat ini Pemerintah hanya bisa mengisi 51 persen guru PNS di sekolah negeri. Kekurangannya diisi guru honorer yang angkanya mencapai 742.459 atau 33 persen.
“Selebihnya diisi CPNS 2019 dan P3K 2020 empat persen atau 84.659 orang. Saat ini masih kekurangan guru 275.243 (12 persen),” ungkap rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya, 2003-2012 tersebut.
Dikatakan, banyak guru honorer daerah yang sudah bekerja puluhan tahun dan telah pula memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan masuk Data Pokok Peserta Didik (Dapodik). Sebagai tenaga legal mereka memenuhi syarat, tetapi menolak ikut seleksi pengangkatan PPPK.
Selama ini mereka merasa sudah berstatus tenaga Honorer Daerah dikontrak tiap tahun dengan SK yang dikeluarkan Pemerintah Daerah (Pemda). Dalam posisi dikontrak, aneh kalau diminta ikuti seleksi untuk diangkat jadi ASN berdasarkan kontrak. Mereka mengharap jadi PNS dengan mendapatkan Nomor Induk Pegawai (NIP).
Pengangkatan PPPK 2021 selama ini masih banyak kendala. Hingga saat ini baru tercatat 550 peserta dari satu juta lowongan seleksi yang disediakan. Di samping para guru honorer menginginkan menjadi PNS, juga disebabkan banyak Pemda tidak percaya, gaji dan tunjangan guru PPPK itu nantinya akan dibayar Pemerintah Pusat.
Pemda dalam hal ini, kata Zainuddin, masih berpegang kepada Perpres 98/2020 yang menegaskan, gaji dan tunjangan bagi PPPK yang bekerja di instansi daerah dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Demikian juga Permendagri No: 6/2021 mengatur pembayaran belanja pegawai bagi PPPK dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Wajar kalau Pemda segan mengusulkan pengangkatan ASN Daerah dengan status guru PPPK, meski Mendikbud menjelaskan, gaji dan tunjangan mereka akan dibayar melalui APBN.”
Rapat dengan Komisi X DPR RI, pemerintah melalu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan, gaji dan tunjangan PPPK hasil seleksi 2021 dimasukkan dalam rincian DAU 2021. Jumlah formasi PPPK Guru 2021 yang diperhitungkan dalam Alokasi Dasar DAU 1.002.616 formasi membutuhkan anggaran Rp19,40 Triliun.
“Banyak Kepala Daerah yang tidak tahu alokasi anggarannya dimasukkan dalam komponen DAU. Penjelasan mengenai hal tersebut baru dikeluarkan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. “Edaran tertanggal 31 Maret 2021 itu dibuat setelah didesak Komisi X DPR RI,” demikian Prof Dr Zainuddin Maliki.(AT)