Story Highlights
- Dukungan para pengusaha Tionghoa secara terbuka terhadap Prabowo ini menunjukkan sebuah indikasi, Prabowo tengah berada di atas angin dalam kompetisinya melawan Jokowi.
Oleh : Hersubeno Arief
Sebuah pepatah kuno Cina menyatakan : “Saya mendengar itu baik. Saya melihat itu lebih baik.” Jumat (7/12) malam lebih dari seribu komunitas pengusaha Tionghoa bertemu dengan capres Prabowo Subianto di kawasan Sun City, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta.
Grand Ballroom Sun City meluber penuh sesak, bahkan sampai ke luar ruangan. Dilihat dari penampilannya, mereka rata-rata adalah kelas menengah dan pengusaha mapan. Bukan hanya orang tua, tapi juga anak-anak muda yang hadir nampak antusias mendengar Prabowo memaparkan visi misinya, bila terpilih menjadi presiden.
Sejumlah muda-mudi dengan dandanan yang cukup menor, ikut nimbrung dan berebut selfi dengan Prabowo usai acara. Mereka nampaknya baru dari diskotek, tak jauh dari tempat itu.
Malam itu mereka tidak hanya mendengar, dan melihat, tapi sekaligus bisa berkomunikasi dengan Prabowo. Uniknya Prabowo malam itu juga mengajak para pengusaha itu nonton bareng, saat dia pidato pada Reuni 212 di Monas.
Hasilnya? Ketika acara selesai, dukungan, doa dan sumbangan mengalir untuk Prabowo. Seorang pengusaha bernama Kasidi atau biasa dipanggil dengan nama Ahok menjadi penyumbang terbesar, Rp 250 juta.
“Kami mendoakan dan mendukung Pak Prabowo menjadi Presiden Indonesia,” ujar Harti Hartijah dari Tim 9 pengusaha Tionghoa koordinator acara tersebut.
Secara politik, peristiwa yang dikemas dalam gala dinner di kawasan Pecinan Jakarta itu sangat menarik dan memiliki tafsir khusus. Komunitas Tionghoa di Indonesia dikenal cenderung tidak mau terbuka soal aspirasi politiknya. Mereka sangat berhati-hati, dan wait and see.
Pada saat Pilkada DKI 2017, saat Ahok maju menjadi Gubernur DKI, komunitas Tionghoa sempat sangat antusias dan lebih terbuka menunjukkan preferensi politiknya. Namun setelah Ahok kalah, sebagian besar mulai kembali menarik diri. Sementara yang tetap aktif, hampir semua menjatuhkan pilihannya kepada Jokowi.
Prabowo selama ini digambarkan sebagai sosok anti Cina dan lebih dekat dengan kelompok Islam radikal. Dia banyak dikait-kaitkan dengan peristiwa kerusuhan Mei 1998. Pasca kerusuhan itu banyak warga Tionghoa yang mengungsi dan hijrah ke luar negeri.
Pada gala dinner kali ini kasusnya justru berbeda. Mereka yang aktif mengambil inisiatif. Sejumlah pengusaha etnis Tionghoa sebelumnya mendatangi dan bertemu Prabowo di Hambalang, Bogor. Mereka menanyakan, apa yang mereka bisa bantu. Setelah mengetahui salah satu persoalan adalah pendanaan, mereka kemudian berinisiatif membuat penggalangan dana.
Jangan hanya dilihat berapa jumlah dana yang terkumpul. Munculnya aksi penggalangan dana ini menunjukkan adanya arus angin perubahan politik menjelang Pilpres 2019. Sebagai pengusaha, etnis Cina sangat sensitif dengan perubahan arah angin kekuasaan. Indra penciuman dan sense of politic nya sangat tajam.
Informasi mereka tentang sirkulasi elit kekuasaan baik di tingkat lokal, maupun nasional sangat akurat. Sebagai pengusaha, sangat wajar mereka harus berada dekat dalam orbit kekuasaan. Jangan sampai salah pilih.
Prabowo di atas angin
Dukungan para pengusaha Tionghoa secara terbuka terhadap Prabowo ini menunjukkan sebuah indikasi, Prabowo tengah berada di atas angin dalam kompetisinya melawan Jokowi.
Peristiwa ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan momen pertemuan Prabowo dengan PM Singapura Lee Hsien Loong akhir pekan lalu. Prabowo Jumat (7/12) lalu kabarnya juga baru bertemu duta besar sebuah negara besar yang sangat dekat dengan Singapura. Namun pertemuan tersebut tidak dipublikasikan.
Survei internal kubu Prabowo-Sandi menunjukkan elektabilitas mereka sudah mulai mendekati pasangan Jokowi-Ma’ruf. Saat ini selisih mereka tinggal 4%, dan Prabowo-Sandi sudah menyentuh 40%. Dengan trend elektabilitas Jokowi-Ma’ruf yang cenderung turun, pada bulan Januari diperkirakan elektabilitas dua kandidat sudah akan sama (crossing), atau bahkan Prabowo-Sandi bisa melampaui.
Sebaliknya ada tanda-tanda Jokowi mulai kehilangan pesonanya. Sejumlah media, termasuk Kompas, dan Tempo Jumat (7/12) menurutkan berita menarik sepinya acara yang akan dihadiri Jokowi. Ketika Jokowi meresmikan pembukaan BTN Digital Start-up 2018 di Balai Kartini, Jakarta Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) terpaksa menyingkirkan bangku-bangku yang kosong.
Ruangan berkapasitas 2.000 orang itu hanya terisi kurang dari setengahnya. Padahal panitia sudah mengerahkan pengunjung dan para penjaga stand pameran untuk mengisi tempat duduk.
Ketika Jokowi berkunjung ke Lampung dan berkampanye pada hari Sabtu (24/11) yang dibungkus dalam acara gerak jalan, massa yang hadir memang cukup ramai. Belakangan seperti diungkap Bawaslu Lampung, para Kepala Dinas mengakui mengerahkan para pegawai pemerintah (ASN) untuk meramaikan acara.
Para camat dan lurah diminta mengerahkan para ibu-ibu PKK, kelompok pengajian, masyarakat, bahkan marbot masjid, untuk hadir. Sebuah edaran dari seorang lurah terungkap, setiap ketua RT diwajibkan mengerahkan 25 orang warganya. Mereka juga diwajibkan membuat daftar hadir.
Besar dugaan pola serupa juga dilakukan oleh tim kampanye Jokowi ketika melakukan kunjungan, maupun kampanye di sejumlah daerah.
Perubahan arus angin, dan signal-signal politik itulah yang mungkin ditangkap secara jeli oleh para pengusaha Tionghoa itu. Mereka mengambil langkah yang berani dan terukur dengan bertemu dan melakukan penggalangan dana untuk Prabowo.
Sebagai pedagang yang penuh kalkulasi, paham perhitungan untung dan rugi (cost and benefit) mereka pasti paham dengan pepatah Cina lainnya “Kesalahan pada satu waktu menjadi kesedihan selama hidup.” end