READ.ID – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan sebanyak 418.546 kasus penyakit malaria di Indonesia mayoritas berasal dari jenis Falsiparum, Vivaks, dan Knowlesi.
“Indonesia berkontribusi pada penyakit malaria secara global sekitar 2 persen atau setara 400 ribuan kasus, di mana hampir 300 ribuan berasal dari Papua,” kata Plh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Helen Dewi Prameswari melalui konferensi pers diikuti dalam jaringan di Jakarta, Senin.
Konferensi pers dalam rangkaian peringatan Hari Malaria Sedunia 2024 itu memperkenalkan ragam penyakit malaria yang melanda Indonesia, utamanya di daerah terpencil serta kawasan timur Indonesia.
Jenis malaria yang dimaksud yakni vivaks yang disebabkan oleh plasmodium vivax. Jenis itu menyebabkan anemia kronik dan juga dapat berkembang menjadi malaria dengan komplikasi.
“Jenis malaria vivaks sering berkembang menjadi malaria dengan komplikasi yang menyebabkan kematian,” katanya.
Berikutnya, malaria ovale disebabkan oleh plasmodium ovale dengan manifestasi klinis bersifat ringan. Selain itu, malaria malariae disebabkan oleh plasmodium malariae.
Terakhir, adalah malaria knowlesi disebabkan oleh plasmodium knowlesi. Jenis tersebut juga dapat berkembang menjadi malaria dengan komplikasi.
“Knowlesi adalah malaria yang tadinya hanya ditularkan di kera ekor panjang, sekarang mulai menyerang manusia di wilayah Aceh dan beberapa wilayah di Kalimantan karena adanya pembukaan hutan,” katanya.
Ia mengatakan kasus malaria di Indonesia didominasi jenis falsiparum, vivaks, dan knowlesi.
Hari Malaria Sedunia yang mengusung tema “Kita Bebaskan Indonesia dari Malaria Untuk Kesejahteraan Yang Adil dan Merata”, Indonesia berkomitmen menambah jumlah kabupaten/kota yang terbebas dari malaria.
Per 2023, kata Helen, daerah bebas malaria mencapai 76 persen dari total 514 kota/kabupaten atau setara 396 di Indonesia. Jumlah itu akan ditingkatkan menjadi 405 kabupaten/kota pada tahun ini.
Upaya yang ditempuh di antaranya dengan mengembangkan upaya deteksi, pencegahan dan respons gold standar secara mikroskopis dan RDT, PCR. Selain itu, juga dilakukan pengobatan sesuai Standar Program Pengobatan menggunakan ACT dan Primaquin pada malaria berat dengan komplikasi.
“Kami juga memperkuat pemberdayaan dan peningkatan peran swasta dan masyarakat, interpersonal komunikasi perubahan perilaku, hingga advokasi peningkatan komitmen daerah,” katanya.
Pada upaya surveilans, kata Helen, dilakukan peningkatan penemuan di daerah endemis malaria melalui penyelidikan epidemiologi dan surveilans migrasi di daerah rendah dan bebas malaria.
“Kemenkes juga menyediakan dan meningkatkan kualitas data dan informasi pendukung pencegahan dan pengendalian penyakit,” katanya.
Hal lain yang juga dilakukan berupa pendekatan pengendalian vektor nyamuk Anopheles dengan distribusi kelambu di daerah tinggi kasus diiringi fokus surveilans vector dan pemetaan reseptivitas.(ANTARA/READ.ID)