READ.ID – Penyelesaian perakara dana desa diminta Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Amir Yanto agar cepat, tepat, dan tuntas.
Hal ini disampaikannya saat memberikan pengarahan kepada seluruh jajaran Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati), Kejaksaan Negeri (Kejari), serta Asisten Intelijen (Asintel), melalui zoom meeting pada Rabu, 1 Februari 2023.
Pengarahan juga diberikan pada Asisten Pidana Umum (Aspidum), dan para Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intelijen) serta Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) seluruh Indonesia.
Dalam pengarahannya, JAM-Intelijen menyampaikan serta menjelaskan terkait dengan laporan pengaduan penyalahgunaan dana desa agar mengacu pada Memorandum of Understanding (MoU) yang telah ditandatangani Kejaksaan RI, Kepolisian Negara RI, dan Kementerian Dalam Negeri.
Menurutnya, tindak lanjut laporan pengaduan harus dilakukan investigasi terlebih dahulu oleh inspektorat secara internal.
“Apabila laporan masih bersifat administrasi, maka diselesaikan secara internal (inspektorat). Akan tetapi, masalah administrasi itu tetap tidak ada unsur kerugian negara dimana dalam penyelesaian tuntutan ganti rugi selama 60 hari. Sehingganya, diskresi dapat dilaksanakan yaitu tidak ada kerugian negara, tujuan tercapai, dan kepentingan umum terlayani. Selanjutnya, setiap permintaan keterangan agar memberitahukan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP),” ujar JAM-Intelijen.
JAM-Intelijen juga menegaskan bahwa penanganan laporan perkara dana desa harus menggunakan “ultimum remedium” yakni penegakan hukum menjadi upaya terakhir setelah tindakan lain tidak bisa dilakukan.
JAM-Intelijen menyampaikan terkait dengan penyelesaian perkara penyalahgunaan dana desa harus cepat, tepat, dan tuntas. Kemudian jangan sampai berlarut-larut yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
JAM-Intelijen mengatakan kejaksaan harus menyelenggarakan intelijen penegakan hukum, fungsi intelijen sebagaimana perintah Jaksa Agung agar intelijen menjadi supporting tentang Ancaman, Gangguan, Hambatan, dan Tantangan (AGHT).
Kemudian, memberikan informasi seluas-luasnya kepada user (pimpinan) sehingga mempermudah pimpinan dalam mengeksekusi kebijakan. Termasuk bidang lain dapat memperoleh gambaran tentang AGHT dalam kasus-kasus yang ditangani.
Salah satu contohnya, dalam bidang perdata dan tata usaha negara, yakni sebelum penandatanganan MoU dan pendampingan terhadap proyek tertentu dilakukan. Jajaran intelijen juga harus melakukan penggalian informasi mengenai substansi dan instansi yang akan didampingi. Sehingganya informasi sudah clean and clear sebelum proses dilaksanakan.
“Bahwa jajaran intelijen harus bergerak cepat, senyap, dan informatif hanya untuk kepentingan pimpinan, dan pimpinanlah yang memberikan petunjuk atau kebijakan kepada jajaran dibawahnya. Jangan menunggu perintah dan harus ada inisiatif dalam setiap kegiatan yang penting dan menarik perhatian masyarakat,” imbuh JAM-Intelijen.
Selain itu, jajaran intelijen juga harus peka dengan kebijakan strategis dan aplikatif dari pimpinan, dalam hal ini Jaksa Agung.
Selain itu, perlu memperhatikan seluruh pidato, perintah, dan imbauan pimpinan termasuk pimpinan negara untuk dijadikan pijakan serta bahan laporan kepada pimpinan ketika terimplementasi di daerah.
“Saya menegaskan bahwa dalam proses pemilihan umum yang sedang berjalan, agar menjadi perhatian bersama dan jajaran intelijen harus memetakan kerawanan-kerawanan dalam tahun politik sehingga dapat dijadikan early warning (peringatan dini) oleh pimpinan apabila ada AGHT,” tegas JAM-Intelijen.
(Aden/Read)