Opini  

Peta Politik Gorontalo dan Kemungkinannya

banner 468x60

Oleh: Funco Tanipu
Sosiolog Universitas Negeri Gorontalo

READ.ID – Pasca Pemilu hingga pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melahirkan redesain politik baru Gorontalo. Redesain ini adalah bagian dari perpanjangan kontestasi politik lokal yang rampung dan ujungnya adalah pengisian posisi elit politik di Senayan.


banner 468x60

Rahmat Gobel; Posisi, Peluang, dan Kemungkinannya

Hasil dari kontestasi politik Pemilu juga menjadi berkah bagi Gorontalo. Amanah pada pada Rahmat Gobel (RG) sebagai Wakil Ketua DPR dan Fadel Muhamad sebagai Wakil pimpinan MPR usulan dari DPD adalah prestasi yang luar biasa bagi Gorontalo. Hal ini menunjukan bahwa kualitas serta kapabilitas dari politisi Gorontalo tidak perlu diragukan.

Beberapa wacana sebelum saat ini terlihat bahwa banyak yang ingin mendorong RG untuk maju dalam kontestasi Pilgub. Tetapi, jika melihat fakta terkini, muncul sebuah pertanyaan; apakah RG akan maju dalam kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Gorontalo atau akan mengurungkan niat dan dorongan banyak pihak, lalu memilih menjadi “King Maker” saja?.

Hal ini akan bisa dijawab dalam beberapa kemungkinan. Pertama, RG mengemban amanah dari rakyat Gorontalo untuk 5 (lima) tahun mendatang. Hasil perolehan suara terbanyak pada pemilu lalu akan membuat dirinya berada pada pilihan-pilihan dalam menentukan niat politiknya kedepan. RG yang diajarkan untuk konsisten, amanah serta konsisten oleh ayahnya yakni Thayeb M. Gobel tentu akan perlu waktu panjang untuk memikirkan dan mempertimbangkan kemungkinan nanti.

Kedua, amanah sebagai Wakil Ketua DPR bagi RG akan membuat dirinya berada dalam radar nasional bahkan internasional. RG akan pada posisi yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia secara umum, khususnya Indonesia Timur dan Gorontalo secara khusus. Posisi strategis ini adalah posisi yang banyak diincar politisi Senayan.

Posisi strategis RG saat ini adalah peluangnya untuk bisa menjadi representasi Indonesia Timur secara geopolitis. Posisi di partai sebagai Ketua Bidang dan kini di Wakil Ketua DPR RI bisa menjadi “tools” bagi dirinya untuk menjangkau secara nasional dengan lebih strategis. Selain itu, RG juga memiliki posisi sebagai Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk Jepang.

RG juga memiliki jaringan internasional yang menjadikan namanya sebagai “lambang” investasi bagi dunia bisnis internasional. Status ini yang bisa menjadikan dirinya berada dalam banyak pilihan, berkarir di nasional atau memilih daerahnya.

Ketiga, pada peta elit Indonesia Timur hari bisa kita lihat deretan nama-nama besar memiliki kans bisa seperti BJ Habibie dan Jusuf Kalla. Dari deretan nama-nama tersebut bisa kita urut; Rahmat Gobel, Suharso Monoarfa, Sandiaga Uno, Rusli Habibie, Dani Pomanto, Sahrul Yasin Limpo, Olly Dondokambey, Lukas Enembe, dan para politisi lainnya yang dari Indonesia Timur.

Dari nama-nama diatas terlihat bahwa ada empat nama asal Gorontalo yang bisa memungkinkan untuk bisa “running” dalam kontestasi nasional. Nama-nama itu memiliki basis politik yang cukup kuat.

RG sebagai Wakil Ketua DPR, Suharso sebagai Ketua Umum PPP, Sandiaga sebagai yang berpengalaman di Pilpres 2019, dan Rusli Habibie (RH) yang bisa menjadi representasi Golkar Indonesia Timur dan pernah menjadi Juru Bicara Koalisi Jokowi pada Pilpres lalu.

Deretan nama-nama tersebut terlihat bahwa pada kondisi terkini, potensi RG untuk “running” di kontestasi pemilihan Presiden pada tahun 2024, lebih terbuka karena memilik basis partai politik yang kuat dan memiliki jaringan bisnis yang lebar serta posisi strategis di Senayan. Kondisi ini akan memungkinkan RG memiliki pilihan politik yang terbuka.

Tetapi, pilihan politik ada pada RG, apakah akan memilih peluang di level nasional atau akan “turun” di level lokal. Semua tergantung RG, sebab hingga hari ini harus diakui, bahwa kemandirian RG dalam menjustifikasi pilihan politiknya masih kuat. RG sangat otonom dalam menentukan pilihan politiknya.

Kita juga tidak bisa menafikan posisi Sandiaga Uno, Suharso, dan Rusli, namun jika pada posisi dan prasyarat serta infrastruktur politik hari ini, peluang RG lebih terbuka dibandingkan tiga nama lainnya.

“King Maker” dan Kemungkinan Kutub Pilgub

Hal-hal tersebut diatas sangat memungkinkan untuk dijadikan bacaan atas kondisi politik Gorontalo saat ini. Namun, kondisi tersebut menjadi sebuah langkah optimisme bagi para politisi lain untuk bisa bertarung pada kontestasi Pilgub mendatang. Kemungkinan absennya Rahmat Gobel pada kontestasi pilgub nanti bisa diartikan sebagai peluang bagi mereka yang memiliki agenda untuk untuk Pilgub.

Kemungkinan absennya RG di Pilgub mendatang bisa menjadi sebuah angin segar dan membuka kalkulator politik lokal lebih terbuka. Partai Golkar kemungkinan akan menjagokan Ida Syaidah, Roem Kono, Zainudin Amali, Syarief Mbuinga dan Marten Taha. Dari Partai Nasdem ada nama seperti Abdullah Gobel, Rama Datau, Hamim Pou, dan Dani Pomanto. PPP akan mendorong Nelson Pomalingo. Gerindra akan mengajukan Elnino Mohi dan PDIP kemungkinan besar mendorong Mochtar Mohamad. Untuk partai politik lainnya, jika melihat peta elit lokal hari ini, kemungkinan memilih posisi menjadi pengusung dan bergabung pada koalisi besar yang akan bertemu.

Ada juga nama “petahana” seperti Idris Rahim yang kini menjadi Wakil Gubernur Gorontalo, namun belum ada partai politik yang menjadi sandaran Idris hari ini. Juga ada nama-nama lain yang memungkinkan maju seperti Tony Uloli. Para politisi inilah yang akan memberi warna tersendiri bagi pertarungan Pilgub mendatang. Merekalah yang akan menangguk keuntungan jika RG tidak akan maju di Pilgub mendatang.

Jika pada saatnya RG tidak maju, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah RG menjadi “King Maker” seperti juga akan diperankan Rusli Habibie (RH), karena posisi politik RH sebagai petahana dan sebagai Ketua Partai Golkar yang juga partai terbesar di Gorontalo.

RG dan RH bisa menjadi King Maker saat Pilgub nanti. Namun, hal ini tergantung infrastruktur politik yang akan didesain oleh kelompok masing-masing sebagai prasyarat bagi mereka berdua untuk bisa menjadi “penentu” dalam politik lokal. Posisi penentu bisa diperankan oleh Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR dan mantan Gubernur Gorontalo, namun prasyarat dan infrastruktur politiknya tidak memenuhi untuk bisa jadi penentu.

Ketegangan Politik dan Warisan Sejarah

Kondisi dan posisi RG maupun RH hari ini sangat memungkinkan keduanya untuk menjadi “penentu” kondisi politik hari ini dan akan datang, khususnya Pilgub nanti. Keduanya adalah kutub politik yang kemungkinan besar bisa berbeda dalam semua semua kontestasi, hal itu bisa dilihat dari pengalaman ketegangan keduanya dalam peta politik sebelum hari ini. Dalam kondisi itu, tentu rakyat akan disodori oleh pilihan-pilihan yang rasional dan ideologis.

Walaupun kemungkinan besar keduanya akan berbeda dalam kontestasi politik, namun harus diakui bahwa keduanya memiliki agenda yang untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi rakyat Gorontalo. Hanya saja, perbedaan keduanya lebih pada soal “cara” dan “metode” dalam membangun Gorontalo hari ini dan akan datang. Bahwa hari ini keduanya memiliki kondisi yang berbeda dalam sudut pandang maupun dalam silaturrahmi, tetapi perbedaan itu tidak terlalu besar dibandingkan dengan kemungkinan keduanya untuk menyatu.

Perbedaan yang menimbulkan ketegangan politik pada masa sebelum hari ini adalah hikmah penting bagi rakyat Gorontalo dan juga sebuah warisan sejarah Gorontalo. Dalam konteks kesejarahan Gorontalo, rekrutmen elit politik bukan hal yang mulus dan mudah. Selalu akan melalui jalan yang tidak mulus. Selalu ada idiom “penu ja wau, asali ja yi’o” (biar bukan aku, yang penting bukan kamu). Artinya, selalu ada proses rekrutmen yang pelik dalam kontestasi Gorontalo.

Menuju Demokrasi yang Menyejahterahkan

Dalam sejarah Gorontalo, pertarungan antar linula adalah abstrak dari pertarungan elit politik hari ini dalam segi kontestasi ideologis. Penguasaan sumber daya hanyalah bagian kecil dari efek kontestasi ideologis.

Pasca perang fisik antara Hulondalo vs Limboto pada kala itu melahirkan perdamaian dan menghasilkan model konfederasi yang unik. Namun, pertarungan fisik selama lebih dari 200 tahun telah dikonversi menjadi pertarungan urat syaraf. Pada konteks sejarah ini, warisan bersiasat dalam politik lokal terus “dipertahankan” hingga hari ini.

Dalam siasat politik lokal, selalu ada istilah “de nandi yi’o” (awas nanti kamu), artinya bahwa yang berada dalam kekuasaan selalu akan mendapatkan pengawasan secara terus menerus, dan bahkan tidak boleh keliru. Jika keliru apalagi salah, maka kekuasaan itu harus diambil alih dan direbut. Itu menjadi warisan sejarah Gorontalo dalam konteks politik, dan kini menjadi hal yang terus berkembang.

Dalam studi demokrasi, perimbangan kekuasaan antar kutub kekuasaan maupun yang diluar kekuasaan (oposisi) menjadi penting untuk dikembangkan dan dirawat. Keseimbangan dalam saling menjaga, mengawasi dan mengisi kekuasaan adalah lumrah dalam demokrasi. Harapannya sederhana, agar kekuasaan tidak absolut atau bahkan bisa otoriter. Karena itu, kontrol terhadap kekuasaan menjadi terbuka dan lumrah.

Pada akhirnya, akan banyak kemungkinan yang akan terjadi. Namun, dalam setiap kemungkinan itu, merawat demokrasi adalah hal yang penting. Demokrasi tidak boleh ditafsrikan hanya sekedar perebutan kekuasaan, namun yang paling penting adalah mengarahkan demokrasi menjadi prasyarat untuk mencapai kesejahteraan. Sehingga kontestasi tidak semata dipandang sebagai agenda mengisi posisi elit, namun juga membuka peluang untuk mempertandingkan gagasan untuk kemajuan Gorontalo.

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90