Opini  

Pidato Prabowo Vs Jokowi, Media Indonesia di Mata Pengamat Asing

Ilustrasi

Oleh : Hersubeno Arief

DR Ross Tapsell seorang Indonesianis dari Australian National University (ANU) membuat sebuah cuitan menarik tentang pidato kebangsaan Prabowo, Ahad (14/1) malam.


banner 468x60

@RossTapsell : Interesting media snapshot tonight: TVOne showing Prabowo’s speech live. Nothing on MetroTV or iNews. KompasTV showing Prabowo speech vision but has guests talking throughout.

Terjemahan bebasnya “Sangat menarik mengamati cuplikan media (di Indonesia) malam ini. TV One menayangkan Pidato Prabowo. Metro TV dan INews tidak menyiarkan. Kompas TV menyiarkan, tapi sepanjang pidato berlangsung ada tamu yang bicara.”

Cuitan Tapsell tidak boleh dianggap hanya sebuah keisengan seorang netizen. Sebagai seorang pengajar di School of Culture, History and Language, ANU, Tapsell adalah seorang pakar yang secara serius mengamati perkembangan media di Indonesia.

Tahun 2017 dia menerbitkan sebuah buku berjudul Media Power in Indonesia: Oligarchs, Citizens and the Digital Revolution Indonesia.  Buku itu  merupakan sebuah riset mutakhir  yang cukup komprehensif tentang penguasaan media oleh kelompok konglomerasi yang disebutnya sebagai oligarki.

Cuitan Tapsell merupakan sebuah pertanyaan serius tentang posisi media di Indonesia dalam kontestasi Pilpres 2019. Di cuitan berikutnya dia menulis: Meanwhile, socmed battle tonight is #PidatoKebangsaanPrabowo versus #BohongKokPidato . Funny how most of the accounts using these hastags joined twitter in later months 2018.

Di dunia maya, lanjut Tapsell terjadi perang antara #PidatoKebangsaanPrabowo Vs #BohongKokPidato. Lucunya sebagian besar akun yang menggunakan hestag itu merupakan akun yang baru beberapa bulan ini muncul. Artinya merupakan akun bodong yang baru dibuat untuk kebutuhan perang medsos.

Pengamatan ini cukup jeli. Namun ada beberapa catatan yang perlu ditambahkan. Selain TV One dan Kompas TV, tadi malam CNN Indonesia juga menyiarkan secara langsung pidato Prabowo. Hanya saja ketiga stasiun TV tidak menayangkan secara penuh pidato selama hampir 90 menit itu.

Tidak ada blocking time. Sehingga terserah kepada mereka, mau berapa lama menayangkannya. Kubu Prabowo tidak boleh protes.

Beberapa stasiun TV juga meliput dan menayangkannya dalam pemberitaan. Demikian pula halnya media online dan media cetak, juga memberitakannya.

Pengamatan Tapsell sesungguhnya membawa kita kembali pada satu fenomena yang selama ini sudah menggejala di Indonesia. Ada operasi-operasi khusus menenggelamkan peristiwa penting yang diselenggarakan oleh kelompok oposisi dan berpotensi merugikan pemerintah.

 Black out, adalah sebuah operasi dengan cara tidak menayangkan, atau memuat beritanya. Sementara kalau tidak bisa ditenggelamkan, maka dilakukan   framing, dengan cara memelintir beritanya.

Coba perhatikan pilihan  #BohongKokPidato yang disuarakan oleh buzzer utama Jokowi.  Hesteg ini  diamplifikasi oleh akun-akun bodong yang baru dibuat.  Ini adalah sebuah framing, melalui sebuah proses labeling. Memberi label kepada kelompok tertentu yang dinilai mempunyai perilaku menyimpang.

Pilihan label “bohong,” dan “hoax” kepada kubu oposisi, terutama kepada Prabowo dan Sandiaga Uno merupakan sebuah operasi terencana, terstruktur dan dilakukan secara massif. Para juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN), para fungsionaris partai pendukung, dan para buzzer kompak menyampaikan paduan suara itu.

Targetnya untuk menimbulkan ketidakpercayaan publik (public distrust)  terhadap apapun yang disampaikan oleh kubu Prabowo-Sandi. Operasi tersebut meningkat tajam bersamaan dengan Pidato Kebangsaan Prabowo.

Melalui proses labeling yang massif dan terus menerus, diharapkan hal itu menancap dalam memori kolektif publik. Sehingga apapun yang disampaikan oleh Prabowo-Sandi tidak dipercaya publik.

Sayangnya medsos berbeda dengan media konvensional. Media arus utama yang dikuasai oleh sekelompok oligarki yang mendukung atau dikooptasi penguasa. Maka terjadilah perang hesteg.

Pegiat dunia maya pendukung Prabowo meluncurkan #PidatoKebangsaanPrabowo. Hesteg ini menang jauh dibandingkan #BohongKokPidato. Walhasil gagal lah operasi di dunia maya itu.

Setelah TV One, Kompas TV, dan CNN Indonesia berhenti menayangkan, pidatonya terus bergema melalui media sosial, dan situs berbagi video YouTube. Sejumlah relawan merencanakan akan menggelar nonton bareng Pidato Kebangsaan Prabowo yang utuh.

Pidato Kebangsaan Vs Visi Presiden

Pidato Kebangsaan Prabowo jelas sangat berbeda dengan Pidato Jokowi yang dikemas dalam program Visi Presiden.

Pertama, Prabowo berpidato dalam kapasitas sebagai seorang capres. Dia memaparkan visi misinya sehingga publik mendapat gambaran utuh apa yang akan dilakukannya jika terpilih menjadi presiden.

Jokowi memaparkan visinya sebagai presiden. Sebuah pilihan yang aneh, karena dia belum (pasti) terpilih sebagai seorang presiden untuk lima tahun mendatang.

Jokowi bukan menyampaikan visi misi. Dia sedang berkampanye, tepatnya beriklan kepada para pemilih tentang apa yang sudah dia kerjakan.

Kedua, Prabowo konsisten mengikuti aturan KPU  yang mempersilakan para paslon untuk menyampaikan visi misinya secara mandiri. Keputusan itu diambil setelah paslon 01 menolak untuk memaparkan visi misi yang difasilitasi KPU.

Jokowi menolak memaparkan visi misi sebagai capres. Namun dia justru memilih memaparkan visinya sebagai presiden (?).

Ketiga, Prabowo menyampaikan  gagasannya secara utuh dalam sebuah pidato berdurasi 90 menit. Publik bisa mendapat gambaran lengkap tentang apa saja yang akan dilakukan, dan akan dibawa kemana bangsa Indonesia bila dia terpilih.

Jokowi memilih dalam format talkshow yang diselang-seling dengan pertanyaan dan pemutaran video proyek pembangunannya, serta testimoni dari warga. Paling panjang Jokowi hanya bicara dalam durasi 2-3 menit, itu pun naskahnya sudah dipersiapkan.

Strategi ini tampaknya dipilih untuk mengatasi kendala keterbatasan dan kemampuan Jokowi dalam menyampaikan gagasannya secara runtut,  dalam durasi yang panjang. Sudah menjadi rahasia umum, pidato Jokowi tanpa teks, biasanya tidak panjang dan tidak substansial.

Keempat sebagai capres, Prabowo tidak boleh melakukan blocking time karena itu melanggar Peraturan KPU (PKPU) No 23 Tahun 2018. Karena itu tidak ada stasiun televisi yang menayangkannya secara utuh pidatonya.

Jokowi melakukan blocking time di sejumlah stasiun televisi, antara lain TV One, Indosiar, SCTV, Net TV dan Jak TV. Pola serupa akan diulang kembali dalam berbagai episode. Untuk episode utama, Jokowi memilih infrastruktur yang menjadi jualan utamanya.

Menjadi pertanyaan besar dari mana dana untuk blocking time itu. Sebagai presiden, dia punya kewenangan menggunakan anggaran negara.

Pilihannya Jokowi memaksimalkan program TV, merupakan strategi yang cerdas. Sebab TV saat ini merupakan media yang jangkauan pemirsanya sangat luas. TV bisa menjangkau kalangan kelas bawah dan pedesaan yang selama ini menjadi basis utamanya. Kemewahan itu tidak dimiliki oleh Prabowo sebagai penantang.

Sebagai wasit, sudah seharusnya KPU dan Bawaslu turun tangan menegakkan aturan. Sebuah pertandingan akan menarik bila wasit berlaku adil. Kepada kedua kontestan diperlakukan aturan yang sama.

Bila tidak, penonton akan turun ke lapangan mengejar wasit dan pemain tim yang tidak fair. Itu biasanya terjadi di pertandingan sepakbola tarkam (antar kampung).

KPU, Bawaslu dan kita semua pasti tidak ingin demokrasi kita terjerembab dalam demokrasi kampungan. end

Sumber: https://www.hersubenoarief.com

Baca berita kami lainnya di


banner 468x60
banner 728x90
banner 728x90
banner 728x90

Leave a Reply