Revitalisasi Bahasa Daerah Gorontalo Sebagai Wujud Ketahanan Produk Budaya Bangsa

Bahasa Daerah Gorontalo

READ.ID – Kebudayaan daerah hanya bisa terwujud apabila budaya itu dimengerti, dipahami, dan dijunjung  masyarakat pemakai bahasa daerah itu. Bahkan sering dikatakan bahwa kebudayan dapat terjadi apabila ada bahasa Daerah, karena bahasa Daerahlah yang memungkinkan terbentuknya kebudayaan. Bahasa daerah merupakan salah satu produk budaya suatu bangsa.

Dengan bahasa Daerah kita bisa mengetahui budaya orang lain. Di sisi lain pola hidup, tingkah laku, adat istiadat, cara berpakaian dan unsure budaya lain juga bisa disampaikan atau ditransmisi melalui  bahasa Daerah. Bahkan kebudayaan nenek moyang dapat diterima dan diwariskan kepada  anak cucu kita melalui bahasa Daerah. Kebudayaan nenek moyang yang terkandung dalam naskah-naskah lama, yang mungkin ditulis beratus-ratus tahun lalu, bisa dinikmati sekarang ini hanya karena ditulis dalam Bahasa Daerah. Jadi, Bahasa Daerah dan budaya mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan sederajat yang kedudukannya sama tinggi. Seiring dengan dinamika peradaban yang terus bergerak menuju arus globalisasi, bahasa Daerah Gorontalo dihadapkan pada persoalan yang semakin rumit dan kompleks. Dengan kata lain, bahasa Gorontalo sebagai bagian jatidiri daerah harus tetap menampakkan kesejatian dan wujud hakikinya di tengah-tengah kuatnya arus modernisasi.

Persoalannya sekarang, mampukah bahasa Daerah Gorontalo berdiri tegak di tengah-tengah tuntutan modenisasi, tetapi tetap sanggup mempertahankan jatidirinya sebagai milik daerah yang beradab dan berbudaya? Sanggupkah bahasa Gorontalo menjadi bahasa yang berwibawa dan terhormat, sejajar dengan bahasa-bahasa daerah lain di negara ini? Masih setia dan banggakah para penuturnya untuk tetap menggunakan bahasa Gorontalo secara baik dan benar dalam berbagai wacana komunikasi?   Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Gorontalo antara lain:  (a) banyak orang Gorontalo memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Gorontalo dengan baik, (b) banyak orang Gorontalo merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Gorontalo, dan (c) banyak orang Gorontalo menganggap remeh bahasa Gorontalo dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Gorontalo dengan baik.

Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Gorontalo yang negatif dan tidak baik. Hal itu akan berdampak negatif pula pada perkembangan bahasa Gorontalo. Sebagian pemakai bahasa Gorontalo menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Gorontalo dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain: (a) banyak orang Gorontalo lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing dan bahasa daerah lain, (b) banyak orang Gorontalo menghargai bahasa asing dan bahasa daerah orang lain secara berlebihan sehingga ditemukan kata dan istilah asing yang “amat asing”, “terlalu asing”, atau “hiper asing”. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing dan kata-kata bahasa daerah lain, dan (c) banyak orang Gorontalo belajar dan menguasai bahasa asing dan bahasa daerah orang lain dengan baik tetapi menguasai bahasa Gorontalo apa adanya.

Mencermati permasalahan bahasa Daerah Gorontalo di atas, dipandang perlu melakukan revitalisasi bahasa daerah (Gorontalo) sebagai wujud ketahanan budaya. Revitalisasi bahasa Daerah Gorontalo adalah cara atau langkah-langkah yang ditempuh untuk menjadikan suatu bahasa Daerah bertahan dalam suatu masyarakat yang multikultural. Thomson (1983:33-35), menyatakan bahwa upaya untuk melestarikan bahasa adalah : (a) menetapkan bahasa secara yuridis, (b) menjadikannya bahasa sebagai bahasa dalam proses pengajaran, (c) mempergunakannya dalam aktivitas pelayanan masyarakat, (d) menetapkannya sebagai bahasa pengantar di lembaga Pendidikan, dan (e ) mendirikan lembaga/departemen yang khusus menangani masalah bahasa.

Upaya-upaya di atas, berlaku pula pada bahasa Daerah Gorontalo sebagai salah satu bagian dari  bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketahanan budaya perlu diadakan revitalisasi bahasa Daerah Gorontalo dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Upaya dari Penutur Sendiri

Upaya dari penutur tiada lain adalah loyal berbahasa Gorontalo. Loyalitas penutur bahasa sangat menentukan keberhasilan dalam pelestarian Bahasa Gorontalo. Hal ini pernah disinggung oleh Fisman (2008) bahwa salah satu faktor penting pemertahanan sebuah bahasa adalah adanya loyalitas masyarakat pendukungnya. Dengan loyalitas itu, pendukung suatu bahasa akan tetap mewariskan bahasanya dari generasi ke generasi. Bahasa Gorontalo akan bertahan jika prestasi dan prestise para penuturnya berkibar minimal di ranah daerahnya sampai ke ranah nasional bahkan internasional. Salah satu upayanya yaitu menerjemahkan karya sastra daerah Gorontalo ke bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kapan pemerintah-pemerintah daerah Gorontalo dan di Indonesia melakukan hal ini?

Upaya dari Pemerintah Setempat

Dalam Undang-undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, Pasal 1 dikatakan, “ Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Kemudian pada Pasal 42, ayat (1) dinyatakan bahwa “Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.” Regulasi itu harus diterjemahkan ke dalam peraturan daerah (Perda) sebagai wujud apresiasi Pemda atas pelestarian budaya daerah. Selain itu, Perda tersebut dapat menjadi landasan hukum dan pedoman bagi pemerintah untuk melakukan upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah diharapkan juga adanya otonomi bahasa daerah, tetapi kelihatannya hal ini masih merupakan cita-cita yang perlu diperjuangkan secara terus-menerus. Dalam sistem pendidikan pun bahasa Daerah Gorontalo bernasib marginal, syukur-syukur apabila ditetapkan sebagai mata pelajaran muatan lokal. Tidak sedikit kepala sekolah yang memilih bahasa Inggris sebagai muatan lokal dengan alasan internasionalisasi. Seharusnya implikasi regulasi pelestarian bahasa daerah wajib diupayakan. Misalnya untuk pelestarian bahasa Daerah Gorontalo, dengan cara mengatur penggunaan bahasa Gorontalo di institusi penyelenggara pemerintahan dan sekolah minimal sehari dalam sepekan baik dalam situasi resmi atau tidak resmi.

Upaya dari Instansi Pendidikan

Jika suatu bahasa daerah dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, maka sikap baik dan loyal terhadap bahasa daerah tersebut akan timbul. Bahasa Daerah Gorontalo akan bertahan jika bahasa pengantar dalam pendidikan menggunakan bahasa Daerah Gorontalo. Hal ini sesuai dengan fatwa global UNESCO pada tahun 1951 yang mengharuskan bahasa pengantar pendidikan dalam bahasa ibu. Alasan UNESCO mengeluarkan fatwa tersebut adalah (1) secara psikologi, siswa memiliki kelekatan emosional terhadap bahasa ibu, (2) secara sosiologis, bahasa ibu dipergunakan secara produktif di luar kelas dan dalam keluarga, dan (3) secara edukatif, pengetahuan akan mudah dicerna oleh siswa manakala disajikan melalui bahasa yang telah diakrabinya. Selain itu, Bahasa Daerah Gorontalo akan bertahan jika tujuan pengajaran Bahasa Gorontalo di sekolah-sekolah diorientasikan kepada kefasihan, yakni pembiasaan komunikasi bukan ketepatan dalam struktur Bahasa Gorontalo. Generasi muda saat ini cenderung malas menggunakan Bahasa Gorontalo karena ada perasaan takut salah dalam mengaplikasikan struktur Bahasa Gorontalo. Mereka takut melanggar aturan-aturan struktur Bahasa Gorontalo yang dinilai rumit dan kompleks. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan perlu menggalakkan kembali budaya-budaya tradisional Gorontalo yang berkaitan dengan kesenian, dan pembelajaran bahasa Gorontalo sebagai muatan lokal (sekolah) perlu ditingkatkan.

Upaya dari Media Publikasi

Media publikasi dalam hal ini media masa, media elektronik, dan buku di beberapa tempat dijadikan sebagai sebuah pempublikasian suatu Bahasa daerah. Sebab bagi sebagian daerah faktor publikasi media seperti koran, radio dan TV ternyata lebih ampuh dalam melestarikan Bahasa daerah. Selain itu, penerbitan buku-buku tentang budaya Gorontalo, termasuk cerita-cerita rakyat Gorontalo, dan kamus berbahasa Gorontalo yang lengkap. Bahasa Gorontalo akan bertahan jika para penuturnya aktif menggunakannya dalam media tulis. Disadari atau tidak, globalisasi saat ini telah menyapu kearifan lokal. Oleh karena itu, membaca, mengkritik, dan menulis ulang tulisan Bahasa Gorontalo sangat perlu untuk dilakukan. Selain itu, Bahasa Gorontalo akan bertahan jika para penuturnya aktif menggunakan teknologi elektronik. Untuk mengimbangi bahasa Indonesia dan asing, para penutur perlu memanfaatkan teknologi. Kehadiran televisi lokal yang tersebar di Indonesia umumnya dan Gorontalo khususnya merupakan potensi yang perlu dikembangkan dengan mengedepankan Bahasa Daerah sebagai bahasa pengantarnya.

Upaya dari Orang Tua dan Tokoh Masyarakat

Orang tua dan tokoh masyarakat memliki peran yang penting dalam melestarikansuatu Bahasa daerah. Banyak daerah yang mampu mempertahankan Bahasa Daerahnya akibat dari upaya orang tua dan tokoh masyarakat tersebut. Upaya dari orang tua berwujud pengajaran  Bahasa Daerah kepada anak-anaknya. Orang tua mendorong untuk tetap berusaha menjadikan bahasa daerah itu sebagai bahasa pertama bagi anak-anak. Sedangkan upaya dari tokoh masyarakat berwujud penggunaan Bahasa Daerah pada setiap upacara adat dan keagamaan. Pelembagaan nilai-nilai budaya utama digalakkan melalui ungkapan-ungkapan dan pepatah-pepatah serta seni budaya tradisional lainnya.

Baca berita kami lainnya di

Exit mobile version