READ.ID – Pemerintah menunda Rapat Kerja dengan DPR RI yang dijadwalkan Rabu (8/4). Rapat mengagendakan pembicaraan dan pengambilan keputusan tingkat I atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU no; 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba).
Penundaan sampai batas waktu tidak ditentukan itu sesuai dengan surat Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESD), 3 April 2020 dengan alasan Pemerintah sibuk penanganan virus Corona alias Covid-19. Selain itu, pemerintah masih perlu koordinasi antar kementerian melalui Menko Perekonomian.
Siaran pers Koalisi Masyarakat Peduli Minerba (KMPM) yang diterima awak media, Selasa (7/4) menyebutkan, penundaan Raker merupakan respon terhadap tuntutan berbagai kalangan agar pembahasan RUU Minerba dihentikan karena cacat hukum.
Seperti diketahui, Jumat (3/4) berbagai kelompok masyarakat dan stakeholder pertambangan ramai-ramai menuntut agar pembahasan RUU Minerba dihentikan, termasuk oleh Koalisi Masyarakat Peduli Minerba (KMPM) yang menyampaikan Surat Terbuka ditujukan kepada Presiden RI dan Pimpinan DPR RI.
KMPM terdiri dari kelompok masyarakat dan ahli pertambangan Indonesia, antara lain Sonny Keraf (tokoh yang juga Ketua Panja RUU Minerba 2005-2009, Simon Sembiring (Dirjen Minerba saat itu sebagai Wakil Pemerintah dalam pembahasan RUU Minerba, Ryad Chairil (Ketua The Centre for Energy and Resources Law), Ahmad Redi (Direktur Kolegium Jurist Institute), Marwan Batubara (Direktur Indonesia Resources Studies) dan Lukman Malanuang (Direktur Lembaga Kajian Energi, Pertambangan, Industri Strategis).
Dalam siaran pers itu dikatakan, bila DPR dan Pemerintah melanjutkan pengambilan keputusan atas RUU Minerba, telah nyata kedua institusi itu melakukan pelanggaran hukum, pelanggaran konstitusi serta pelanggaran etik.
Ini karena Pembahasan RUU Minerba oleh DPR dan Pemerintah dilakukan secara tertutup dan tidak dilakukan di gedung DPR serta tidak melibatkan partisipasi publik. Naskah RUU Minerba hasil pembahasan dirahasiakan, tidak bisa diakses publik.
Selain itu, tak ada konsultasi publik terhadap materi RUU Minerba dan yang lebih fatal Pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI). Padahal, berdasarkan Pasal 22D UUD Negara RI 1945 dan Pasal 249 UU No: 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Putusan Mahkamah Kontitusi (MK) No: 92/PUU-X/2012 menegaskan, DPD RI mempunyai kewenangan membahas RUU Minerba karena merupakan RUU yang berkaitan dengan hubungan pusat dengan daerah dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan sumber daya ekonomi lainnya.
Anehnya, Pimpinan DPR RI baru belakangan mengundang Pimpinan DPD RI untuk membahas RUU Minerba. Itu dibuktikan sesuai surat tertanggal 16 Maret 2020 yang tercatat baru diterima di sekretariat DPD RI, 1 April 2020. Padahal pembahasan 923 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sudah selesai sekitar awal Maret 2020.
Menanggapi penundaan Raker ini, Yusri Usman selalu juru bicara KMPM menyampaikan, pembahasan RUU Minerba tidak cukup hanya ditunda tetapi harus dihentikan. Kalaupun ditunda dan bakal dilanjutkan lagi, harus melalui proses dan tahapan pembahasan yang sesuai dengan UU dan Konstitusi UUD Negara RI 1945.
Penundaan ini tidak cukup dua minggu atau dua bulan tetapi harus dalam waktu yang cukup untuk melakukan pembahasan RUU Minerba dengan benar dan melibatkan partisipasi publik secara langsung. Sebaiknya saat ini, DPR dan Pemerintah mempublikasikan naskah RUU Minerba ke publik, agar dapat dinilai dan diberikan masukan masyarakat, *RUU Minerba bukan barang rahasia yang harus ditutup-tutupi oleh DPR dan Pemerintah, apalagi dengan langkah main sembunyi-sembunyi,” kata Yusri.
Ditambahkan, waktu yang ada perlu dimanfaatkan untuk menghimpun aspirasi dari masyarakat, stakeholder dan memperbaiki materi-materi substansi RUU Minerba agar tetap sesuai dengan amanat konstitusi yaitu penguasaan negara atas SDA untuk kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ditengah kondisi darurat karena wabah Covid-19, DPR RI dan Pemerintah jangan coba-coba mengelabuhi masyarakat dan memaksakan pengambilan keputusan atas RUU Minerba, risikonya besar, baik terhadap tata kelola pertambangan maupun buat anggota DPR dan Pemerintah karena telah melanggar hukum.
Bila RUU Minerba dipaksakan dengan mengambil keputusan, KMPM akan melaporkan secara hukum dan membawa ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) karena secara sadar anggota DPR telah melanggar UUD Negara RI 1945, UU MD3, UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Tata Tertib DPR RI, termasuk juga akan mengajukan jucial review ke Mahkamah Konstitusi jika sudah diundangkan.
(Akhir Tanjung)