READ.ID – KRI Diponegoro-365 menjadi saksi betapa tangguhnya sang kesatria laut milik Indonesia.
Kapal perang jenis Sigma ini berulang kali melintasi perairan di sekitar Surabaya, mengarungi ganasnya gelombang Laut Merah, hingga akhirnya bertengger di Mediterania, menjaga perbatasan Lebanon.
Kapal ini menjadi saksi kesuksesan Satgas Maritime Task Force (MTF) TNI Konga XXVIII-O/Unifil dalam menjalani misi perdamaian di Lebanon.
Terukirnya sejarah kesuksesan misi ini dimulai ketika kapal perang tersebut bertolak dari Surabaya pada 11 Desember 2023.
Kapal yang dikomandani oleh Letkol Laut (P) Wirasetyo Haprabu bersama 120 personelnya langsung tancap gas menjalankan misi perdamaian di Lebanon.
Ini menjadi kali pertama Haprabu memimpin KRI Diponegoro 365 ke Lebanon. Mereka pergi dengan satu misi, yakni menjadi kapal hailing atau pemeriksa kapal asing yang keluar masuk perairan Mediterania.
Tentu, misi tersebut sudah terkonfirmasi oleh PBB dan Satgas MTF dari negara lain yang juga terlibat di dalamnya.
Kala ditemui di Markas Kolinlamil Jakarta Utara, saat kapal kembali dari Mediterania, Jumat, Haprabu menceritakan seluruh pengalamannya.
Perjalanan pertama tidaklah mulus. Kendala mulai datang, ketika pasukannya masuk ke Laut Merah di Yaman.
Kala itu, terdengar kabar adanya ancaman dari kelompok pemberontak Houthi, sehingga membuat situasi semakin memanas. Keberadaan kapal NATO di lokasi itu juga membuat laju KRI tersendat.
Kemelut itu, akhirnya mencair kala kapal yang juga duta besar Indonesia tersebut berhasil meyakinkan pihak-pihak tertentu bahwa keberadaan KRI Diponegoro bertujuan untuk melakukan misi perdamaian.
KRI Diponegoro akhirnya diperbolehkan melaju, hingga akhirnya sampai di perairan Mediterania.
Masih segar diingatan Haprabu, ketika dirinya pertama kali sampai di perairan Mediterania. Pihaknya langsung melakukan koordinasi untuk melakukan pemeriksaan.
Kapal demi kapalpun dicegatnya. Setiap ada kapal mencurigakan masuk, Prabu mulai menggunakan pengeras suara untuk berbicara dengan nakhoda kapal tersebut, menanyakan data kapal dan mengirimkan data tersebut ke pihak Lebanon Armed Forces (LAF) Navy.
Pencegahan ini dilakukan guna mengantisipasi adanya barang-barang ilegal yang masuk seperti senjata ilegal dan sebagainya.
Semua dilakukan Haprabu dan jajarannya hampir setiap hari. Tidak heran hampir 80 persen masa tugas mereka selama satu tahun dihabiskan di tengah laut.
Dari teriknya Matahari laut, hingga dinginnya angin di tengah malam telah dilalui Haprabu dan anak buahnya demi menuntaskan misi.
Selama menjalankan misi, Haprabu mengaku tidak ada barang-barang mencurigakan yang ditemukan di setiap kapal. Semua pemeriksaan berjalan dengan lancar.
Pesawat tempur Israel
Selama satu tahun bertugas, banyak dinamika yang dihadapi Haprabu dan pasukannya.
Yang paling besar, ketika memasuki Oktober 2024, kala serangan Israel ke Hizbullah berkecamuk.
Momen itu menjadi awal mula naik turunnya tensi pengamanan yang dilakukan seluruh personel KRI Diponegoro. Bagaimana tidak, hampir setiap hari pesawat tempur beserta drone milik Israel lalu lalang di atas KRI Diponegoro.
Tingginya intensitas pesawat tempur dan drone beriringan dengan meningginya eskalasi invasi yang dilancarkan Israel ke Hizbullah.
Bahkan, beberapa kali KRI Diponegoro mendapatkan “provokasi” dari pesawat tempur Israel. Pesawat tempur sempat beberapa kali memutari KRI Diponegoro.
Bentuk provokasi itupun ditanggapi tenang oleh Haprabu dan pasukannya. Dalam kondisi ini, prajurit TNI AL itu hanya memantau sambil mempersiapkan persenjataan KRI untuk bertahan, jika nantinya diserang.
Namun, aksi memutari KRI Diponegoro itu akhirnya tidak berujung pada kontak fisik antara pesawat tempur Israel dan kapal tempur Indonesia.
Kondisi itu dialami Haprabu dan seluruh anak buah selama berbulan bulan, hingga akhirnya tensi peperangan perlahan mereda.
Mengatasi jenuh
Para prajurit muda yang dibawa Haprabu tidak ubahnya anak muda pada umumnya. Kadang dalam tugas, rasa jenuh sering melanda, sehingga mereka membutuhkan aktivitas selingan.
Haprabu pun memahami kondisi tersebut. Siapa yang tidak jenuh jika hanya melihat hamparan lautan selama satu tahun.
Untuk mengatasi jenuh tersebut, Haprabu menyiapkan beragam fasilitas untuk anak buahnya, dari mulai gim atau permainan, tempat karaoke hingga playstation dihadirkan dalam kapal untuk menghibur para prajurit.
Selain itu, tidak sedikit pula prajurit yang “mencuri” kesempatan untuk menghubungi keluarganya di rumah lewat telepon genggam.
Walau sulit sinyal di tengah lautan, para prajurit tetap berusaha mencari sumber sinyal di seluruh ruangan kapal guna menyambung kabar dengan keluarga di rumah.
Sesekali, para awak kapal menggelar lomba tarik tambang ketika KRI Diponegoro bersandar di daratan untuk memenuhi kebutuhan logistik.
Hal tersebut terus menerus dilakukan, hingga akhirnya jenuh bukan lagi menjadi halangan bagi para prajurit dalam menjalankan tugas.
Medali dari Jerman
Selama bertugas bersama KRI Diponegoro-365, banyak pengalaman menarik yang dialami Haprabu dan personelnya. Namun ada satu yang paling membekas, yakni mendapatkan penghargaan dari Menteri Pertahan Jerman.
Ini menjadi kali pertama Satgas MTF dari Indonesia mendapatkan penghargaan dari Jerman.
Haprabu pun sangat mengapresiasi penghargaan tersebut lantaran cukup sulit mendapatkan predikat baik dari negara yang terkenal akan kemajuan teknologi dan karakter masyarakatnya yang keras.
Penghargaan itu didapat lantaran prajurit KRI Diponegoro berkontribusi dalam melakukan tugas pemeriksaan. Satgas MTF Jerman, selaku komandan MTF merasa terbantu dengan seluruh kontribusi dari awak KRI Diponegoro.
Selain itu, penghargaan diberikan lantaran KRI Diponegoro 365 kerap mengikuti latihan bersama dengan Satgas MTF dari negara-negara lain di sela-sela kegiatan pemeriksaan.
Beberapa penghargaan lain pun juga didapat prajurit matra laut Indonesis itu, seperti dari Duta Besar Indonesia di Lebanon, Duta Besar Indonesia di Turki dan masih banyak lagi.
Bersyukur
Segudang peristiwa yang dialami Haprabu dan prajuritnya selama bertugas, sedikit banyak mengubah cara pandangnya dalam memaknai hidup.
Satu hal yang akan dia jadikan sebagai pedoman hidup, yakni rasa bersyukur.
Dia bersyukur tidak ada peperangan yang terjadi di Indonesia. Dia bersyukur tidak ada pertumpahan darah, kelumpuhan ekonomi dan perpecahan masyarakat yang diakibatkan oleh perang.
Semua hal itu yang selalu dia lihat selama bertugas di Lebanon.
Dia berharap apa yang terjadi di Lebanon menjadi pengalaman hidupnya yang akan dibawa hingga mati. Tidak untuk terjadi di Indonesia.
Dia juga berharap seluruh personelnya merasakan hal yang sama. Dengan demikian semangat persatuan dan kesatuan dapat terus dipupuk dalam diri demi terhindar dari perpecahan bangsa. (Antaranews.com)