READ.ID – Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Istilah pancasila yang merujuk pada lima pilar yang menjadi dasar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia itu pertama kali dikemukakan pada 1 Juni 1945. Nama Pancasila dikemukakan oleh Soekarno ketika berpidato dalam rangkaian sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan heraldik, perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Lambang ini dirancang oleh panitia teknis yang dinamakan Panitia Lencana Negara dan diketuai oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Garuda sejatinya makhluk mitos yang telah dikenal warga Indonesia sejak dahulu kala melalui cerita pewayangan. Kisah Garuda juga tertulis dalam kitab Mahabharata dan Purana dari India.
Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya.
Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu, mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuno paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum Trowulan.
Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta.
Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai “Tuan segala makhluk yang dapat terbang” dan “Raja agung para burung”. Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran melawan Naga. Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuno telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia Garuda Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan Garuda sebagai lambang negara.
Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945–1949, disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.[2]
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.[3] Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan “jambul” pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno.
Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.[2] Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
Garuda
Garuda Pancasila adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan. Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain, 17 helai bulu pada masing-masing sayap, 8 helai bulu pada ekor, 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor dan 45 helai bulu di leher.
Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia “merah-putih”. Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
Perisai
Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut:
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam
Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kanan bawah perisai berlatar merah
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kanan atas perisai berlatar putih
Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kiri atas perisai berlatar merah dan
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kiri bawah perisai berlatar putih.
Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
- Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika” berwarna hitam.
- Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata “bhinneka” berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata “tunggal” berarti satu, kata “ika” berarti itu.
Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Makna Perisai pada Burung Garuda Pancasila
Bersumber dari Kompas.com, Femi Eka Rahmawati dalam buku Meneroka Garuda Pancasila dari Kisah Garudeya menuliskan bahwa perisai pada lambang burung Garuda memiliki bentuk jantung hati.
Makna perisai pada burung Garuda yang berbentuk jantung hati itu merupakan lambang pertahanan yang digali dari peradaban asli bangsa Indonesia.
Dalam peradaban Nusantara, perisai dikenal sebagai senjata perjuangan untuk mencapai tujuan dan melindungi diri.
Pada perisai di dada burung Garuda itu juga terdapat lambang lima sila Pancasila, teman-teman.
Makna lima lambang sila Pancasila itu adalah:
1. Lambang sila pertama bintang emas bermakna sebagai cahaya kerohanian bagi setiap manusia.
2. Lambang sila kedua rantai menggambarkan hubungan manusia satu sama lain yang saling membantu.
3. Lambang sila ketiga pohon beringin menggambarkan kesatuan dan persatuan bangsa yang memiliki beragam latar belakang budaya.
4. Lambang sila keempat banteng menggambarkan musyawarah, di mana orang-orang berdiskusi dan berkumpul.
5. Lambang sila kelima padi dan kapas bermakna keadilan dalam semua aspek kehidupan manusia.
Makna Garis Hitam Tebal pada Perisai Burung Garuda Pancasila
Selain dilengkapi dengan lima lambang sila Pancasila, perisai pada dada burung Garuda juga digambarkan dengan garis hitam tebal di sekeliling perisai dan di antara lambang-lambang sila Pancasila.
Femi Eka Rahmawati juga menuliskan dalam bukunya, bahwa makna garis hitam pada perisai burung Garuda itu adalah lambang garis khatulistiwa.
Ini melambangkan letak negara kita yang dilintasi oleh garis khatulistiwa.
Makna Warna Pokok pada Burung Garuda Pancasila
Jika teman-teman memerhatikan dengan seksama, pada burung Garuda Pancasila terdapat beberapa warna pokok.
Warna pokok pada Garuda Pancasila ini memiliki maknanya masing-masing, yaitu:
Warna Merah: Pada Garuda Pancasila, terdapat warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai. Warna merah melambangkan keberanian.
Warna Putih: Warna putih pada perisai Garuda Pancasila terletak pada bagian kiri atas dan kanan bawah perisai. Makna warna putih ini adalah kesucian, kebenaran, dan kemurnian.
Warna Kuning Emas: Warna kuning emas pada seluruh burung Garuda; serta lambang bintang, rantai, dan padi; menggambarkan keagungan bangsa dan keluhuran negara Indonesia.
Warna Hitam: Warna hitam terdapat di tengah, pada perisai yang berbentuk jantung dan pada lambang banteng. Warna hitam ini bermakna siklus hidup manusia sejak awal penciptaan hingga akhir kehidupan.
Warna Hijau: Warna hijau merupakan warna alam yang ada pada pohon beringin dan kapas, menggambarkan kesuburan dan kemakmuran serta kehidupan di alam semesta.
Sumber: