READ.ID – Puluhan buruh yang mengatasnamakan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) provinsi Gorontalo, menggelar unjuk rasa menolak rencana pemerintah menaikan iuran asuransi kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), di Kantor BPJS kesehatan cabang Gorontalo, Rabu(2/10).
Menurut mereka, rencana kenaikan iuran BPJS kesehatan perlu ditinjau ulang oleh pemerintah, dalam hal ini menteri Kesehatan, menteri keuangan dan Presiden Joko Widodo.
Mereka menganggap rencana kenaikan iuran 100 persen hanya akan menambah berat tanggungan hidup, terutama buruh.
Kenaikan tersebut akan sangat dirasakan karena buruh yang bekerja di Gorontalo mayoritas dibayar dengan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Bahkan masih ada daerah yang menetapkan Upah Minimum Regional (UMR) yakni dibawah 2 juta rupiah.
“Kita buruh saja bisa merasakan berat kalau iuran BPJS ini naik, apalagi masyarakat biasa seperti petani, nelayan, tukang bentor. Kita menolak keras adanya kenaikan ini oleh pemerintah yang hanya menambah penderitaan pekerja maupun masyarakat,” ucap Meyske Abdullah, Kordinator Unjuk Rasa dari FSPMI.
FSPMI juga menilai saat ini BPJS Kesehatan di Gorontalo defisit anggaran, sehingga berimbas terhadap pelayanan peserta jaminan kesehatan di rumah sakit yang tidak optimal.
“Hak-hak peserta BPJS kesehatan sekarang sudah diabaikan karena defisitnya anggaran. Kami menyatakan rakyat Gorontalo sekarang menderita dengan adanya pelayanan di rumah sakit. Kami meminta BPJS Gorontalo menyampaikan aspirasi kami ke Presiden,” tegas Meyske.
Sementara perwakilan BPJS kesehatan cabang Gorontalo, Afriyanto Darmawan mengatakan akan menyampaikan aspirasi yang disampaikan masa aksi ke pimpinan BPJS kesehatan Gorontalo dan pusat.
“Hingga saat ini BPJS Kesehatan bersama pemeritah masih membahas rencana kenaikan iuran asuransi. Kami akan sampaikan aspirasi ini kepada pimpinan BPJS,” ungkap Afriyanto.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menaikan iuran BPJS mulai januari tahun 2020. Kelas III dari Rp 25.500 naik menjadi Rp 52.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, serta kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.
Dalam unjuk rasa tersebut, FSPMI juga menolak revisi UU No.13/2003 tentang ketenaga kerjaan,menolak PP.78/2015 tentang pengupahan, serta meminta DPRD Provinsi Gorontalo untuk membuat surat tertulis ke Presiden Republik Indonesia dan Pimpinan DPR RI untuk tidak merevisi UU.13/2003 tentang ketenaga kerjaan.
Mereka berharap aspirasi tersebut bisa menjadi pertimbangan pemerintah. Namun jika tidak diindahkan, FSPMI akan mengadakan demo yang lebih besar untuk memperjuangkan sikap terkait penolakan kenaikan iuran BPJS kesehatan. (Wahyono/RL)