READ.ID – Sopir yang sering melakukan perjalanan masuk dan keluar Gorontalo mengeluhkan penerapan rapid test di perbatasan Gorontalo.
Keluhan tersebut disampaikan karena biaya dari pelayanan rapid tes terbilang mahal. Meskipun petugas perbatasan saat ini telah menyediakan layanan rapid, tetapi harganya juga masih dinilai cukup tinggi.
Misalnya, harga rapid test di perbatasan antara Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara tepatnya di Kecamatan Atinggola, Kabupaten Gorontalo Utara, itu dipatok dengan harga Rp 250 Ribu.
“Penumpang saja bisa torang muat itu hanya enam orang. Dengan harga yang bagitu, ini selain bikin beban sama torang, juga bikin beban sama penumpang,” ujar Edy, salah satu sopir angkutan umum Bolmut-Gorontalo, Sabtu (27/06).
Edy mengaku saat ini dirinya sudah mendengar terkait layanan rapid test yang ada di perbatsan Gorontalo. Terkait hal tersebut, ia berharap pihak terkait bisa memberikan kebijakan yang tidak menyusahkan pihaknya bersama penumpang yang ada.
Ia menuturkan harga rapid test Rp 250 ribu tersebut cukup mahal. Apalagi dihadapkan dengan orang yang mempunyai kondisi ekonomi lemah.
“Kalau cuma torang ini, mungkin masih bisa berusaha, tapi bagaimana dengan penumpang? Bagaimana dengan anak-anak sekolah dengan mahasiswa,” ungkapnya.
Sementara itu, Safrudin Bubohung yang merupakan mahasiswa asal Bolmut dan kini kuliah di Gorontalo juga mengeluhkan hal yang sama. Kata dia, seharusnya petugas perbatasan atau pemerintah tidak mengeluakan kebijakan yang bisa membebani masyarakat.r
“Apa? Rp 250 ribu? Sementara kesulitan ekonomi ini masih terus melanda masyarakat. Sekarang ini saja harga angkot itu naik Rp 30 ribu dari sebelumnya. Baru torang penumpang, harus bayar supir, juga harus bayar rapid lagi,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Satuan Pol PP Provinsi Gorontalo, Sudarman samad yang juga merupakan petugas di perbatasan Atinggola mengatakan, alasan pihaknya mengadakan pemeriksaan rapid test karena ada keluhan dari para pelaku perjalanan.
kata dia, mereka mengeluhkan karena tidak mengetahui tempat untuk melakukan rapid test.
“Karena kemarin ketika dilakukan penyuluhan terkait diwajibkan hasil rapid bagi para pelaku perjalanan yang masuk di wilayah Gorontalo, mereka mengatakan tak tahu tempat untuk melakukan rapid. Jadi, kami berupaya membantu masyarakat menyediakan tempat untuk melakukan rapid,” kata Sudarman.
Ia juga mengatakan pihaknya akan terus melakukan sosialisasi agar masyarakat bisa memahami pentingnya rapid test tersebut. Akan tetapi, pihaknya juga mengaku mengalami kendala, yakni adanya keluhan warga terkait biaya yang diperlukan untuk rapid terbilang mahal.
“Intinya niat baik pemerintah untuk proteksi warganya. Masyarakat juga masih butuh sosialisasi terkait pentingnya rapid test,” tuturnya.
Sementara itu, Pimpinan Biozigma, Muhammad Arfa yang merupakan penyedia layanan rapid di perbatasan mengatakan, kehadiran pihaknya di perbatasan Gorontalo juga sebelumnya sudah dibicarakan, baik kepada gugus tugas, dinas perhubungan, ataupun dinas kesehatan.
Ia menyampiakan harga rapid sebesar Rp 250 ribu itu sudah sesuai dengan kesepakatan bersama. Pihaknya juga tidak memaksa kepada pelaku perjalanan yang tidak menginginkan melakukan rapid di perbatasan.
“Pesawat itu Rp 350 ribu, acuannya itu 80 persen penumpangnya adalah pelaku bisnis. Kalau di pelabuhan itu Rp 275 ribu. Sementara di darat itu 250. Darat itu kebanyakan orang-orang supir makanya kita turunkan ke bawah lagi,” tandasnya.
Ada juga kebijakan lain yang dibuat di perbatasan Atinggola. Jika pelaku perjalanan tidak memenuhi syarat, misalnya membawa surat rapid test, petugas akan memberikan dua pilihan. Pertama, melakukan rapid test di perbatasan dengan biaya Rp 250 ribu. Kedua, kembali ke daerah asal dan melakukan rapid test secara mandiri.
(Aden/RL/Read)