READ.ID,- Di tengah bayang-bayang gagal panen, perubahan iklim yang tak menentu, serta ancaman perampasan tanah, Pesta Panen Padi “Maa Ledungga” kembali hadir sebagai ruang refleksi bagi petani dan masyarakat luas. Tahun ini, pesta panen yang dinanti-nantikan tersebut mengusung tema “Suaka”, sebuah kata yang mencerminkan perlindungan bagi kehidupan di tengah berbagai krisis.
Maa Ledungga, yang dalam bahasa Gorontalo berarti “sudah datang” atau “telah tiba”, menandai momen sakral bagi para petani yang akhirnya bisa menuai hasil kerja keras mereka. Namun, tahun ini perayaan tak sekadar merayakan panen, tetapi juga menjadi panggung bagi ekspresi seni yang menyoroti persoalan lingkungan, sosial, dan kemanusiaan.
Suaka: Ruang bagi yang Terpinggirkan
Tema “Suaka” diangkat sebagai respons atas semakin kompleksnya tantangan yang dihadapi, baik oleh manusia maupun makhluk hidup lainnya. I Wayan Seriyoga Parta, salah satu kurator Maa Ledungga, mengungkapkan bahwa tema ini lahir dari kegelisahan terhadap eksploitasi alam dan kesenjangan sosial yang terus terjadi.
“Siapa yang sebenarnya membutuhkan suaka? Apakah hanya binatang dan tumbuhan, atau juga manusia yang menjadi korban kerakusan sesamanya?” ujar Yoga, sapaan akrabnya.
Melalui tema ini, para seniman diundang untuk mengeksplorasi makna suaka dalam berbagai bentuk interpretasi seni. Lebih dari 30 seniman, baik lokal maupun dari luar Gorontalo, akan memamerkan karya-karya mereka di tiga lokasi berbeda, yaitu Gilingan Padi Ka Mi’u, Gilingan Padi Ka Jami, dan Huntu Art District di Desa Huntu Selatan, Kecamatan Bulango Selatan.
Seni dalam Pesta Panen
Pameran Maa Ledungga menjadi medium yang menghubungkan dunia pertanian dengan dunia seni. Para seniman diharapkan tidak hanya menampilkan estetika visual, tetapi juga menyampaikan pesan yang menggugah kesadaran akan kondisi sosial dan ekologis saat ini.
“Kami ingin menampilkan refleksi dari suara-suara yang terpinggirkan. Melalui karya seni, kami berharap dapat memberikan perspektif baru tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi di sekitar kita,” lanjut Yoga.
Sebagai perayaan tahunan, Maa Ledungga memiliki makna mendalam bagi masyarakat Gorontalo. Ia bukan sekadar ajang seni, tetapi juga menjadi momentum untuk menelaah kembali hubungan manusia dengan alam dan sesamanya. Dengan mengusung tema “Suaka”, Maa Ledungga 2025 ingin mengajak semua pihak untuk merenungkan peran mereka dalam menjaga keseimbangan kehidupan di tengah gejolak zaman.
Pesta Panen Padi “Maa Ledungga” 2025 bukan hanya tentang panen yang telah tiba, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa memberikan tempat bagi mereka yang membutuhkan perlindungan, baik itu alam, hewan, maupun sesama manusia. Sebuah seruan agar kita semua menjadi penjaga bagi kehidupan di sekeliling kita.