banner 468x60

Tren Pelibatan Anak dan Perempuan Dalam Terorisme

Perempuan Dalam Terorisme
seminar bertajuk “Menangkal Bahaya Radikalisme" (Foto : BNPT)

READ.ID – Sekarang, tidak hanya generasi muda yang menjadi target, muncul tren pelibatan perempuan dan anak dalam terorisme, contohnya aksi teror di sejumlah Gereja di Surabaya.

Sehingganya diperlukan penguatan mulai dari lingkup keluarga, tidak hanya di institusi pendidikan, dan lingkungan kerja, untuk mewaspadai pelibatan anak dan perempuan dalam terorisme.

Guna memberikan pemahaman secara langsung mengenai cara-cara deteksi dini dan mencegahnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H., Rabu (4/9) diundang oleh Pengurus Pusat Bhayangkari menjadi narasumber di seminar bertajuk “Menangkal Bahaya Radikalisme”.

Seminar yang diselenggarakan di Auditorium STIK-PTIK, Jakarta Selatan, dihadiri langsung oleh Ketua Umum Bhayangkari, Tri Tito Karnavian, sebagaimana dikutip dari laman website BNPT.

Sementara itu, sebagai peserta seminar meliputi ibu Bhayangkari, Polwan, ASN di lingkungan Polri serta pelajar tingkat SMA, SMK dan Madrasah di Jakarta.

Tri Tito Karnavian berpesan bahwa ibu di lingkungan Bhayangkari harus menyadari akan bahaya radikalisme dan terorisme, jangan sampai anak-anak mereka tanpa disadari terpapar paham radikalisme.

“Penting diketahui bagaimana bahaya radikalisme dan cara menjaga keluarga kita dari paham radikalisme tersebut. Anak merupakan generasi muda calon-calon pemimpin masa depan yang akan membangun indonesia, tentunya harus dibekali untuk tetap menjaga NKRI berdasarkan UUD 1945, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Ny. Tri Tito Karnavian.

Sementara itu kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H menyampaikan keresahannya akan fenomena radikalisme dan terorisme yang sekarang telah masuk di kalangan generasi muda.

Ketergantungan gawai menimbulkan banyaknya narasi intoleransi beredar. Mudahnya masyarakat terpengaruh narasi intoleransi yang menimbulkan perpecahan, menjadi celah masuknya paham radikalisme.

Keresahan ini ditambah kondisi sosial dan budaya masyarakat yang merenggang. Telah dilupakan sejarah berdirinya bangsa, padahal karakter bangsa itu harus dibentuk sejak dini, tidak bisa secara tiba-tiba.

“Anak-anak kita menjadi sasaran brainwashing, jika kita membahas radikalisme, kita juga harus bicara kebangsaan. Tapi sekarang kita lengah sebagai bangsa, kita punya rekam jejak sejarah kelam, tapi sekarang setelah reformasi pendidikan Pancasila, moral dan etika malah hilang begitu saja,” ungkap Kepala BNPT.

Penjelasan tentang program-program BNPT yang telah dibuat secara strategis dan sesuai sasaran untuk mengatasi permasalahan terorisme dari hulu ke hilir.

BNPT telah memetakan seluruh kejadian terorisme dalam dan luar negeri. Akar permasalahan terorisme berbeda di tiap negara, namun lagi-lagi banyak yang melakukan justifikasi sepihak sehingga mengasosiasikan terorisme dengan agama.

“Buktinya pascakejadian teror di Christchurch, Irlandia Utara, atau Texas, Amerika Serikat, saya jadi punya bahan diplomasi kepada dunia, jangan sekali-sekali asosiasikan terorisme dengan agama,” ujar Kepala BNPT secara tegas.

Baca berita kami lainnya di

banner 468x60